7. One Fine Day

1K 185 53
                                    

Tinggal di desa memang bukanlah pilihan yang salah bagi Shani. Tetangga disini juga ramah ramah, saling membantu jika ada kesulitan di ladang.

Selama tiga bulan Shani tinggal disini tidak ada yang aneh, kecuali dia tinggal dengan siluman Rubah yang sudah mulai dia terima keberadaan nya. Tapi dibalik gundukan dan hamparan Padang rumput yang luas itu, masih menyisakan tanda tanya bagi Shani.

Penduduk desa ini juga masih percaya hal hal mistis, seperti membakar dupa pada malam tertentu dan sesajen berupa satu ekor rusa utuh entah untuk apa Shani tidak paham. Shani pernah bertanya pada Gracia, kenapa mereka berdua tidak ikut seperti warga desa yang lain. Dan Gracia hanyalah menjawab seadanya, seperti 'itu bukan kepercayaan ku.'

Pemandangan seperti piring dan mangkok terbang sudah terbiasa di dapur Shani, apalagi jika Gracia sedang memasak. Dan Shani akui, entah dibumbui apa oleh Gracia, masakannya selalu enak tiada tara. Pernah Shani minta ajarin untuk masak, tapi hasilnya tidak seenak masakan Gracia. Akhirnya dia membiarkan Gracia hampir setiap hari memasak untuknya.

Sejak insiden Gracia pulang babak belur waktu itu, Shani meminta Gracia untuk menceritakan apapun yang menyangkut soal Gracia. Karena Shani tidak hidup untuk dirinya sendiri, begitu pula Gracia. Tanpa sadar mereka berdua semakin dekat dan merasa aneh jika tidak bersama walau hanya sehari saja.

Hari ini Shani berencana mengunjungi Gracia di Kliniknya, dia akan mengajak Gracia untuk makan malam bersama. Kebetulan pekerjaan Shani hari ini selesai lebih cepat dari biasanya, jadi dia masih jam 3 sore sudah berangkat ke klinik Gracia.

Shani sudah duduk di ruangan Gracia, jarak ke klinik Gracia hanya setengah jam karena dekat. Bahkan meski dia bawa mobil di jam pulang kerja, tidak ada kata macet di kota ini, matanya mengedar ke seluruh ruangan. Ini bukan kali pertama dia kesini, mungkin sudah yang ketiga kali. Mata Shani menangkap botol parfum di meja Gracia, otomatis dia meraih botol itu dan ternyata isinya masih full.

Dia heran, karena ini bukan parfum yang biasa Gracia pakai. Dia hafal betul parfum Gracia, bahkan aroma tubuh Gracia saja Shani hafal.

Ceklek!

Ruangan terbuka, menampilkan Gracia dengan wajah lelahnya. Tapi senyum tipis itu selalu menghiasi wajahnya meski dalam kondisi pekerjaan yang padat.

"Udah lama Shan? Naik apa kesini?" Tanya Gracia.

Shani menaruh lagi botol parfum itu. "Barusan kok Gre, naik mobil online, kamu kayaknya capek banget."

"Bukan kayaknya, emang capek banget ini. Peluuuuk..." Gracia memanyunkan bibirnya dan merentangkan tangannya.

Shani langsung merengkuh Gracia ke dalam pelukannya, mengeratkan pelukannya dan mengelus rambut halus Gracia. "Aku sehari hectic aja mau pingsan Gre rasanya, gimana kamu yang ratusan tahun ya."

Gracia mendongak sedikit tanpa melepaskan pelukannya. "Aku udah terbiasa capek, apalagi capek nungguin lahir, udah khatam aku mah."

Mereka melepaskan pelukannya, Shani kemudian menunjuk parfum tadi. "Parfum siapa itu?"

"Hadiah dari pasien ku."

"Tapi pasien kamu kan hewan."

"Tapi kan dia punya pemilik, oke deh aku ganti. Aku dikasih pemilik pasien ku."

"Oh begitu." Shani hanya ber-oh ria saja, tanpa curiga sedikitpun. Lagipula apa urusannya sama dia.

Gracia mulai membereskan mejanya, menaruh beberapa berkas rekam medis ke asalnya. Kemudian menggenggam tangan Shani dan mengajak nya untuk keluar.

"Ayo, aku tau kamu mau ajak aku makan malem kan?"

"Kayaknya tanpa aku bicara pun kamu selalu tau ya."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hujan RubahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang