6.

809 169 8
                                    

Blar!!!

Suara petir di hujan malam yang dingin ini sedikit mengusik Shani. Jemari lentiknya otomatis menyumpal telinganya, dirinya semakin menenggelamkan diri di balik selimut tebalnya. Suara jendelanya berderit-derit pelan tanda ranting pohon bergoyang menggaruknya.

Kesadaran Shani perlahan terkumpul, dia menutup mulutnya dan menguap. Tangannya reflek meraih handphonenya yang berada di nakas. Melihat jam yang ternyata masih pukul 3 pagi. Shani kemudian bangun menuju dapur dan minum, karena kerongkongannya terasa kering. Otaknya mencoba mengingat apa yang terjadi sebelum dia terlelap. Namun tidak ada yang aneh, hanya saja senyum Gracia yang terpampang jelas saat dia mulai terlelap.

Oh iya, dimana ya Gracia sekarang?

Setelah minum, Shani bergegas menuju kamar atas milik Gracia. Dia mengetuknya.

Tok tok tok

"Gracia." Panggil Shani.

Nihil, tidak ada jawaban. Shani kemudian memutar kenop pintu yang ternyata tidak terkunci, mata cantiknya mengedar mencari pemilik kamar. Sama juga, tidak ada orangnya. Bulu kuduk Shani tiba-tiba meremang, jadi di hujan badai ini dia ternyata sendiri. Pikirannya otomatis Membayangkan hal-hal menakutkan apa saja yang akan terjadi.

Srek srek srek

Suara langkah kaki yang terdengar pelan mendekat. Bahkan kini langkah kaki itu terasa di belakang Shani. Dia tidak berani menoleh, apalagi kini pundak kanannya terasa di pegang oleh tangan putih pucat yang dingin dan basah.

"Shani." Panggil sesosok di belakang Shani.

Tubuh Shani gemetar hebat, tapi dia hanya bisa mematung tanpa sanggup menoleh. Hingga helaan nafasnya yang kesepuluh barulah dia memberanikan diri untuk menoleh.

"Astaghfirullah."

Betapa terkejutnya Shani melihat sesosok di belakangnya, membuat dia segera berbalik dan menahan tubuh itu agar tidak ambruk ke bawah.

"Ya ampun Gre, kamu kenapa?" Shani panik, Gracia saat ini kondisinya hampir sama saat pertama kali Shani bertemu dengannya. Wajahnya yang lebam sana sini, darah yang mengalir dari sudut kanan bibir nya. Dan taringnya yang terlihat mencuat agak panjang dari biasanya.

Gracia hanya menggeram dan berjalan masuk ke kamarnya, diikuti Shani yang masih penasaran. Jujur aja Shani takut sih, takut kalau dia kembali dihempaskan seperti waktu itu. Tapi rasa penasarannya lebih besar.

"Gracia." Shani mencoba memanggil Gracia lagi, berusaha meyakinkan diri kalau dia akan baik baik saja.

Sedangkan Gracia hanya berdiri sambil menunduk, tetesan air terlihat membasahi lantai, tak dia pedulikan. Kemudian dia menoleh, menatap Shani dingin. Iris kelabu nya kembali terlihat, netra kelamnya menyala merah. Tanda bahwa Gracia dalam mode senggol hempas.

"Tunggu di kamar kamu, nanti aku kesana." Titah Gracia.

Shani mengangguk, meski dia segera ingin tahu apa yang terjadi, tapi dia tahan saja. Dia berjalan keluar dan menuju kamarnya.

15 menit Shani menunggu Gracia di kamarnya. Hingga pintu kamar Shani terbuka, menampilkan Gracia yang tampak segar dengan rambut basahnya dan piyama ungunya.

Gracia tersenyum, luka di semua tubuhnya hilang tak berbekas. Hanya ada senyum tipis yang tampak sangat menawan di mata Shani.

 Hanya ada senyum tipis yang tampak sangat menawan di mata Shani

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Hujan RubahTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang