1. Full of Happiness

304 42 21
                                    

•••

Shanina

Satu hal yang langsung seketika terfikirkan saat aku membuka kedua kelopak mataku adalah, sudah pukul berapakah sekarang ini.

Masih dengan posisi terlentang nyaman di atas ranjang, tangan kiriku ku gerakkan guna menggapai sebuah benda mungil yang terpajang di meja nakas dekat ranjang tidurku.

Pukul 04.45.

Badanku terbangun otomatis, saat kedua netraku mampu menangkap bahwa aki terlambat bangun sekarang. Sempat aku kira ada yang salah dengan penglihatanku, namun setelah aku mengucek beberapa kali kedua mataku, kemudian kembali melihat pada jam mungil tersebut, ternyata aku yang memang terlambat bangun.

Terlambat bangun untuk memberikan kejutan kecil untuk kedua orang tuaku yang kebetulan hari ini bertepatan dengan annivesary pernikahan mereka yang ke-20 tahun.

Aku buru buru turun, sengaja berlari jinjit-sebab kuperhatikan suasana rumah masih sunyi- menuju kamar yang berada tepat di sebelahku.

Kamar adik perempuanku satu satunya.

Risa tentu saja masih tertidur pulas di ranjang miliknya yang bernuasa kartun frozen, tak tertinggal pula bagaimana banyaknya boneka yang terjajar rapi menemani tidur cantiknya tersebut. Adik perempuanku satu satunya ini memang suka tidur, entah menurun siapa sebab baik Papa maupun Mama setahuku juga bukan tipe orang yang suka tidur.

"Risa bangun," bisikku sambil berusaha mengguncangkan pelan tubuh gembulnya itu.

Aku mengerang frustasi saat Risa hanya menggerakkan lengannya saja. Tidurnya sama sekali tak terganggu.

Tak mau menyerah lebih awal maka aku terus menghalalkan segara cara agar Risa menggeliat berubah posisi hingga pada akhirnya kelopak matanya menyipit. Tanda bahwa akhirnya ia sadar.

"Surprise buat Mama Papa, jadi ikut nggak?"

Mendengar kata Papa dan Mama yang barusan kusebutkan, ternyata membuat Risa sepenuhnya patuh perlahan bergerak dan kini duduk bersandar. Sambil kedua tangan mungilnya mengucek kedua matanya. Ia mengangguk pelan.

Astaga, menggemaskan sekali adikku ini.

Aku menggandeng Risa yang sudah sepenuhnya terbuka mata mungilnya. Dengan tak sabar, kami segera menuju dapur terlebih dahulu. Meraih pintu lemari pendingin, pada deretan tersembunyi aku coba mengeluarkan sebuah kotak yang berisi cake yang sudah ku pesan sejak semalam.

Sebab rencanaku dengan Risa sebelumnya adalah kami berkeinginan memberikan kejutan pada Mama dan Papa tepat pada pukul 12 malam. Tapi apa boleh buat, saat bahkan 3 alarm ponsel yang sudah kusetel sebelumnya tetap tak mampu membangunkanku.

Dengan hati hati aku memindahkan cake tersebut pada sebuah wadah yang lebih luas. Kemudian aku memberi kode pada Risa untuk berjalan berdampingan menuju kamar utama dirumah ini. Sebab kedua tanganku tengah memegang cake, jadi tentu saja aku tak bisa menggandengnya.

"Kamu ketuk pintunya ya, terus nanti kita sama sama teriak 'surprise' waktu pintunya udah kebuka. Setuju?" Tawarku mengatakannya setengah berbisik.

Risa tak memberikan jawaban, namun senyum manisnya dan anggukan kepala yang ia berikan bagiku sudah cukup sebagai jawaban bahwa ia akan menuruti perintahku.

Berhasil sampai didepan pintu kamar Papa Mama, aku segera memberi kode berupa gerakan mulut juga lemparan pandangan ke arah pintu didepan kami pada Risa. Aku semakin tak sabar tatkala Risa maju satu langkah, lalu mengangkat lengannya untuk memberikan beberapa ketukan pada pintu tersebut.

CI[N]TA-CITA (Pending)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang