"Apa kubilang, (y/n)? Jangan ceroboh! Bagaimana kalau terjadi sesuatu? Apa kau mau proses transplantasinya tertunda? Kau tega membuat Yuko menunggu lebih lama?"
(y/n) meringis kecil, wanita separuh baya itu sengaja menekan luka di dahinya, seperti tidak niat sekali mengobati.
"Aku hanya tergores, Bu. Tidak akan menggagalkan transplantasinya." gadis itu berujar sebal.
"Kau ini pandai sekali menjawab. Sekarang makanlah, setelah itu kau harus tidur. Ingat! Tidak ada sesi melihat bulan ataupun mengganggu Yuko. Dia sudah cukup lelah hari ini, dan kau harus banyak istirahat mengingat hanya tinggal menghitung minggu sampai waktunya tiba."
(y/n) tidak menjawab perkataan wanita itu, sudah melintas pergi dari ruang tamu yang luasnya seperti satu rumah itu dengan langkah gontai.
Ditutupnya pintu kamar yang besar dan lumayan berat, lantas melempar tasnya ke tempat tidur sebelum melangkah menuju balkon kamar, duduk bersila di sebuah kursi sambil menyantap makan malamnya yang super tidak enak.
(y/n) menatap sekilas sendok berisi sesuap makanan genggamannya. Dia tidak pernah merasakan masakan luar seperti yang orang-orang suka, meski tidak doyan dengan makanan sehat yang diberikan kepadanya setiap harinya, (y/n) tetap makan, karena dia tidak bisa menolak atau kakaknya akan terus menderita.
Dimasukkan sendok itu ke dalam mulutnya sambil mendongak menatap langit malam. Syukurlah awan sudah tak begitu tebal, kini gadis itu akhirnya mampu melihatnya, melihat sang bulan. Dia jadi teringat akan wajah Tsukishima tadi, ajaibnya lelaki itu tetap luar biasa bahkan sampai malam.
(y/n) mendengus pelan.
"Bukankah tidak pantas masih menyukainya padahal sudah tahu kalau dia tidak menyukaiku?" gumamnya pelan.
Dan keesokannya, dimulailah hari-hari di mana (y/n) berjuang untuk melupakan Tsukishima. Itu tidak mudah, tapi dia sudah bertekad, untuk apa menyukai seseorang jika hanya membuatnya terganggu?
Lagipula, sebentar lagi dirinya tidak akan ada di sini, dia tidak ingin terus-menerus menggilai lelaki itu sampai akhir napasnya. Dia ingin pergi dengan tenang.
Hari ini, sudah genap satu bulan berlalu. Tidak mudah menahan diri untuk tidak menatap Tsukishima di jam pelajaran, dia juga harus mengisi kepala dengan hal lain agar tak kepikiran untuk membayangkan akan bagaimana kalau cintanya bisa terbalas dan menjalin hubungan spesial dengan Tsukishima.
"Aizawa."
"Eh? Ada apa, Yamaguchi?" (y/n) gelagapan, pikirannya melayang ke mana-mana. Apa Yamaguchi ingin menyampaikan bahwa Tsukishima tahu bahwa dia menyukainya? Dan bahwa dia ingin (y/n) menjauh pergi? Aduh!
"Kau ikut datang ke pertandingan voli 'kan?"
"Eh?" gadis itu menggaruk kepala yang tidak gatal, refleks merasa malu pada dirinya sendiri.
"Kalau tidak bisa tidak apa-apa, tapi aku berharap kau datang karena itu pertandingan semi-final." Yamaguchi memberinya senyum.
"Eh, aku bisa kok, kalau begitu aku akan datang. Memangnya kapan?"
"Tiga hari lagi."
(y/n) refleks menjatuhkan tempat pensilnya, membuat Yamaguchi menatapnya khawatir.
"Eh? Ada apa? Kau tidak bisa ya? Tidak apa-apa kok kalau tidak bisa."
