Chapter 6

3.5K 61 12
                                    

Carlissa sudah merasa lebih baik saat lukanya diobati oleh Mark sebelum tidur. Gadis itu kini sedang tertidur pulas di kamar Mark. Mark menatapnya sembari tersenyum. Pria itu tidak pernah merasakan hal seindah ini saat bersama wanita lain dan merasa harus melindungi Carlissa bagaimanapun keadaannya.

"Kak.." Wiliam mengetuk pintu kamar kakaknya dan membukanya.

"Ada apa ?" Tanya Mark sembari menatap serius wajah Wiliam yang kaku.

Wiliam menunduk sebentar menghembuskan nafas lalu menatap Mark lagi.

"Keluarga Glory tidak terima dengan tindakan Carlissa. Kemungkinan dia akan mengejarnya" Mendengar ucapan itu Mark menatap Carlissa dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.

"Baiklah.. aku akan mengurusnya" Mark menarik selimut menutupi tubuh Carlissa. Mengusap rambutnya lembut.

"Apa kau menyukainya ?" Tanya Wiliam saat melihat perlakuan kakaknya kepada Carlissa.

"Entahlah, aku hanya sedang menebak - nebak bagaimana prasaanku padanya" Wiliam tersenyum kepada gadis yang kini semakin jauh ke alam mimpinya.

"Aku kira kau akan menyukai wanita kaya huh ?" Ucap Wiliam dengan nada mengejek. Wiliam mengerti bagaimana kakaknya itu selalu berkencan dengan wanita yang sepadan untuknya tetapi perlakuannya kepada Carlissa berbeda dengan bagaimana Mark memperlakukan wanita yang pernah berkencan dengannya.

"Aku hanya merasa ingin menjaganya" Mark menatap Wiliam dengan wajah tersenyum yang bahkan jarang sekali di temukan olehnya. Pria itu berjalan keluar melewati Wiliam yang kini sedang terpaku di pintu.

Wiliam tak menyangka bahwa sikap dingin kakaknya bisa di lunturkan oleh gadis kecil yang seharusnya menjadi tawananya.

Kini Mark berada di markasnya untuk bertemu dengan Glory dan mendiskusikan permasalahan mereka agar tidak perlu menjatuhkan korban dari pihak manapun.

"Aku akan memaafkannya jika kau kembali padaku" Ucap Glory kepada Mark yang kini sudah duduk di depannya. Beberapa body guard menjaga Glory di belakangnya saat berada di markas Mark.

"Aku tidak akan pernah melakukan itu" Ucap Mark dingin. Pria itu bahkan tidak memberikan sedikitpun hatinya kepada Glory saat menjalin hubungan dengannya. Semua itu hanya tercantum di dalam bisnis yang mereka jalani bersama.

Penghianatan yang di lakukan oleh Glory membuat kesepakatan mereka bubar karena berita perselingkuhannya denyan pria lain.

"Oh ayolah, aku tidak akan melakukan kesalahan itu lagi" Kini Glory bangkit dan duduk di meja dan sangat dekat dengan Mark.

Wanita itu meraih jemari Mark lalu meletakkan di pahanya yang terbuka dengan rok mininya.
Mark menatap tangannya yang di gerakkan oleh tangan Glory membuat wanita merasakan sensasi yang luat biasa bahkan hanya sentuhan Mark.

Mark yang merasa jijik dengan tindakan Glory lalu menarik tangannya dan bangkit menatap tajam kearah Gloory.

"Lupakan saja. Aku tidak pernah ingin menjalin hubungan dengan mu" Wanita itu turut menatap Mark dengan sinis

"Baiklah, mungkin gadis itu akan mati secara perlahan.

"Aku tidak akan membiarkan itu terjadi"

"Kau lihat saja, bagaimana aku akan melakukannya untuk mendapatkanmu kembali" Glory tersenyum sinis lalu pergi meninggalkan Mark.

Tindakan Carlissa berhasil memberikan kesempatan bagi Glory masuk kedalam hidupnya lagi. Bukan sebagai pasangan maupun rekan kerja, melain sebagai musuh bagi Mark.

Mark mengusap wajahnya dengan kasar. Pria itu bahkan tidak bisa membayangkan bagaimana jika Carlissa terluka lebih jauh nantinya.

"Tingkatkan keamanan agar lebih ketat, berikan keamanan lebih untuk Carlissa" Ucap Mark kepada asistennya

"Baik tuan"

Kini Mark duduk dengan frustasi dan berusaha menyusn rencana agar tidak terjadi perang dingin terhadap keluarga Glory. Mark tidak ingin kehilangan Carlissa sama seperti dia kehilangan ibunya saat usianya menginjak enam belas tahun.

"Ibu.... ibu.. bangun" Laki - laki yang kini sedang berusaha membangunkan ibunya yang sudah bersimbah darah. Wanita yang masih terlihat muda dengan garis - garis penuaanya membuka matanya lalu tersenyum kepada anak laki - lakinya.

"Mark...." Panggilnya yang mulai tersendat dengan nafas yang tidak teratur.

"Jaga ayah dan adikmu untuk ibu" Ucapnya dengan senyum sayang kepada Mark. Wanita itu mengusap pipi tembam Mark yang sudah banjiri air mata.

"Ibu akan baik baik saja, bertahanlah ibu" Mark masih menangis sembari menunggu bantuan datang untuk ibunya.

"Ibu sudah tidak.... bisa bertahan lagi... Mark, jadilah anak yang baik...." Itu adalah permintaan terakhir dari ibunya sebelum menghembuskan nafas terakhir.

Mark memeluknya dengan tangis pilu memenuhi ruangan. Mark kehilangan cinta pertamanya yaitu ibunya. Dia yang lebih dekat dengan ibunya daripada Wiliam.

Beberapa hari setelah kematian ibunya, Mark selalu menyendiri. Bahkan dia selalu pergi ke taman bermain yang selalu dia kunjungi bersama ibunya semasa kecil.

"Tuan, sudah waktunya kembali" Ucap salah satu bodyguard yang menjaga Mark. Laki - laki itu masih terdiam dengan lamunannya. Bagaimana dia berlarian bersama ibunya pada saat itu.

"Ibu... aku akan jadi anak yang baik" suara itu terdengan nyata saat Mark melihat bayangannya bersama ibunya saat usianya lima tahun.

"Baiklah anak ibu yang baik. Sudah saatnya pulang. Ayo" Tawa Mark merekah lalu menggandeng tangan ibunya pada saat itu. Ingatan itu membuat Mark menagis terisak.

"Kakak ? Kenapa kau menangis ?" Suara gadis kecil membuatnya buru - buru menghapus air matanya.

"Aku tidak apa - apa, kenapa kau disini ? Kau sendirian ?" Tanya Mark kepada gadis cantik itu.

"Aku bersama ayahku. Dia sedang membelikan eskrim untukku"

"Kau seharusnya kembali. Jangan membuat ayahmu khawatir" Ucap Mark kepada gadis itu.

"Kenapa khawatir ? Aku bahkan tidak di culik. Kau kenapa menangis ? Apa ada yang sakit ?" Tanya gadis itu kepada Mark yang kini tersenyum melihatnya.

"Iya aku sakit. Di bagian ini" Mark menunjuk dadanya.

"Ini untukmu, kau akan merasa lebih baik jika memakan permen ini" Ucap gadis itu kepada Mark sembari memberikan permen gulali kepadanya.

"Apakah ini untukku ?"

"Kau boleh mengambilnya agar tidak sakit lagi. Ayahku selalu memberikan ini saat aku sedang sakit."

"Baiklah, terimakasih. Siapa namamu ?" Tanya Mark lalu mengambil permen yang di berikan gadis itu.

"Namaku Carlissa.. namamu siapa ?" Tanya Carlissa kepada Mark.

"Namaku..."

"Carlissa... aku sudah membelikan eskrim untukmu" Suara pria paruh baya memanggil Carlissa yang membuat percakapan keduanya buyar.

"Kakak, aku harus kembali. Kau makanlah permen itu. Kau pasti akan merasa lebih baik"  Carlissa berlari kearah ayahnya lalu bertepuk tangan senang karena eskrim yang dia terima dari ayahnya.

Mark menatapnya dari jauh bagaimana gadis itu merasa bahagia dengan satu cup eskrim di tangannya. Disanalah pertemuan Mark dengan Carlissa untuk pertama kalinya. Gadis itu bahkan memberikan ketenangan untuknya yang sedang merasa kesepian.

Mark merasa iri bagaiman ayahnya memberikan kebahagiaan kecil itu kepada Carlissa. Tidak seperti ayah Mark yang selalu sibuk dengan pekerjaannya bahkan saat ibunya meninggalpun dia tidak berusaha memberikan ketenangan baginya yang merasa kehilangaan.

"Carlissa" Ucapnya dalam hati yang membuatnya tersenyum sembari menatap permen gulali yang kini berada di tangannya. Mark memakannya dan benar apa kata Carlissa. Permen itu membuatnya merasa lebih baik dan mark merasa ragu, apakah permennya atau kehadiran Carlissa yang berhasil membuatnya merasa lebih baik.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Sep 21, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Sugar DaddyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang