14. katanya belajar?

56 8 2
                                    

Di jam 10 malam, Jeffan mampir ke rumah sambil bawa laptop dan juga sedikit lembar kertas yang masih baru tanpa kotor.

Dia duduk di ruang tamu. Terus nepuk-nepuk kursi di samping nya.

"Duduk. Orang datang kok malah bengong."

"Besok lo bakalan padet jadwal, kenapa nggak tidur aja sih,Jef?" Kata gua sambil duduk di samping kursi sampingnya. Boro-boro mau ngejawab dia-nya aja menyodorkan layar laptop itu.

"Di baca. Terus lo hapal-in. Supaya mudah aja lo ngehapalnya,inget poin-poin nya dulu di buat mind mapping. Gua yakin bakalan mudah ngehafal."

"Itu mind mapping gua." Sambungnya. Dari pulang kampus bukannya istirahat malah nambah beban aja si Jeffan. Gua tau setoran hapalan gua lusa. Tapi bisa besok malam aja kan? 

"Jef. Gua setor hari senin loh?"

"Udah terima aja. Besok lo seharian di kampus emang sempet?"

Jeffan menaikkan alis kanan nya. Yang bisa gua lakuin sekarang hanya narik napas panjang terus kalau bisa nggak butuh dikeluarin juga nggak apa-apa. Gua sempat melirik ke arah Jeffan yag sibuk main Handphone. 

Satu jam lewat gua baru selesai mengingat poin-poin yang bakalan gua presentasi lusa nanti, Mind mapping gua jauh lebih buruk dari punya Jeffan. Kan itu gunanya buat membantu gue mau ngapal kan? jadi buat apa bagus-bagus?

"Noh! udah semua terimakasih banyak" kertas-kertas itu gua balikkin ke Jeffan, dia menatap sebentar lalu mengangguk samar.

"Pulang sana. Nanti gua belajar setelah lo pulang"

"Ngantuk?"

"Engga. Mau belajar, terus sekalian mau latihan buat besok"

"Gua temenin."

"DIH APAAN SIH, JEF?" segenap kekuatan gua berusaha nyeret Jeffan keluar dari rumah. Dia ngancang-ngancang buat masuk kerumah lagi. Tapi gua dengan sengaja malah nendang tulang kakinya.

"A-AKH ANJING LO VIN!" Dia jongkok buat ngelus kakinya, gua tau semua orang pasti lemah banget di area itu. Buktinya aja Jeffan meringis kesakitan. Rapalan sumpah serapahnya enggan gua dengerin.

"Vina? lo gak tau diri banget sih?"

Gua  menautkan alis dengan tatapan tajam, "Nggak tau diri apanya maksud lo?!" Tukas gua yang nggak menerima.

"Lo nggak perlu nendang sini juga hhh pengen banget gua--- nggak tau ah. Gua pulang"

Gua nahan keras pergelangan Jeffan, tapi dia nggak noleh ke belakang. Melainkan dia mengangkat tangan kirinya ke atas. Karena penasaran gua natep ke arah depan.

Haris.

Ngapain dia malam-malam begini berdiri di depan halaman rumah? Cowok bertubuh tinggi yang sepantar dengan Jeffan melambai dua kali. Gua yang lagi nahan tangan Jeffan berangsur turun.

"Gua ganggu waktu kalian,kah?"

Haris berjalan mendekati kami berdua. Gua sempat tertegun,entah kenapa gua merasa bersalah. Tapi atas dasar apa gua jadi merasa bersalah begini? Jeffan mengangkat singkat bahunya. Kemudian dia menjawab pertanyaan Haris dengan asal jawab.

"Santai aja sih. Nggak betah pacaran lama-lama sama nih anak."

"Je..."

"Oke karena lo ada disini. Gua pamit, mending kurang-kurangin waktu lo balapan kasihan Vina nungguin chat lo."

Jeffan mengucapkan satu kalimat yang sangat tidak berbobot. Jadi Jeffan udah tau? argh-- bahkan diri gua aja nggak tau perasaan gua sendiri. Sebenarnya gua marah. Tapi gua tau diri bakalan sia-sia meladeni Jeffan yang tidak ada gunanya itu. Dia mendadak jadi sarkasme ke gua? dih dia kira gua nggak bisa?

"Pergi sana! bukannya belajar malah kerumah perempuan!"

Jeffan menoleh ke arah gua, ada seutas senyuman tipis."Katanya belajar? kok ada cowok kerumah?"

Gua tertegun mendengar perkataan Jeffan. Haris menatap gua dan Jeffan secara bergantian. Kemudian Haris menghela nafasnya.

"Kayaknya salah waktu gua kesini."Gumamnya begitu tak dapat didengar.

"...sudah nggak baik kalian berantem gini. Okay gua kesini cuman bentar doang. Mau nganterin Jam tangan Vina jatuh" Haris menyodorkan satu buah jam tangan gua. Dengan refleksnya gua langsung merebut jam tangan itu. Jam tangan yang dibelikan Ibu.

"Terimakasih udah repot-repot nganterin."

Tak lama Jeffan mendengus sarkas dengan segala amarah tertahannya dia melangkahkan kaki pergi. Gua melihat punggung Jeffan semakin jauh membuat gua takut dia marah. Bilang aja gua labil. Namun kemarahan Jeffan mungkin hanya candaan, tapi dia ngomong kayak tadi bukannya berlebihan?

"..Vin!"

"e-eh?i-iya ada apa?"

Haris terkesiap dikemudian detik dia terkekeh ganteng, tangannya  mengulurkan satu buah kantong plastik putih.

"Gua beliin terang bulan greentea nih."

Ris, sebenarnya gua nggak suka greentea.

Bersambung..


Jeffan & Cintanya --Park Jeongwoo √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang