0.1 Biru
"Maaf kembali untuk Biru, karna tulisan ini masih saja menuliskanmu."
Mari ku kenalkan ia di lembar pertama
Biru namanya, yang menjelma menjadi nabastala.Sebenarnya ia bisa menjelma menjadi segala, tapi Biru lebih suka langit paling gulita. Katanya supaya bisa menemani si penulis kata lebih lama agar tak kesepian sepanjang malamnya.
Biru seperti rumah yang tak nyata, karna baginya yang nyata akan selalu fana. Jadi dia memberi segala yang tak berbentuk rupanya. Ia bilang rasakan, karna perasaan itu akan abadi di kepala. Akan di kenang hingga tua.
Biru, Biru. Perasaan cintanya ia lukiskan seperti laut yang siap menenggelamkan kapal bajak laut beserta kapten di dalamnya.
Aku tertawa, Biru dengan gombalannya selalu menghiasi cerita, tapi ia menggeleng kepala.
"Bukan gombal, tapi fakta." Ujarnya.
Tapi kini raganya tidak tau ada dimana, ia menjadi cerita yang hanya bisa dinikmati penulisnya.
Biru menghilang, seperti awan yang binasa akan hujan. Seperti debu yang hilang tersapu angin. Tidak ada kabar, di penghujung siang saat Jingga mulai menampakkan warna yang semesta cipta. Aku masih menunggunya, menunggu Biruku pulang.
Jadi kutulis kan kata untuk Biru baca, kutitipkan melalui semesta.
Semesta, Jika Biru membaca ini. Mentari sangat merindukannya, merindukan langit Birunya.
Pemula, warsa dua ribu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Biru dan Mentari
Short StoryUntuk Biru, tokoh semesta yang tak bisa menemani sampai akhir cerita. °di rajut kala mentari kehilangan sinarnya.°