Gadis berambut blonde melangkah dengan riang, bersenandung di sepanjang jalan yang dia lewati. Tangannya menenteng paperbag berisi makanan kesukaan sang kekasih yang akan mereka makan bersama nanti. Rose, adalah sematan nama panggilan yang diberikan orang-orang di sekitar untuknya. Aura positif layaknya bunga mawar segar yang tengah mekar dari dirinya menjadi alasan kenapa nama tersebut bisa muncul menggeser nama asli miliknya, Park Chaeyoung.
"Kau dimana? " Rose mengeluarkan ponsel dan mengetik pesan singkat untuk dikirimkan pada kekasihnya.
"Aku berada di sekitar tempat kerjamu, pulang bersama? " Wajah Rose masih terus dihiasi senyum yang tak kunjung memudar sampai sesuatu yang tak pernah ia duga terlihat oleh sepasang matanya.
"Lisa! " Rose mencoba memanggil orang yang tampak baru keluar dari gedung di seberang jalan tempat dia berdiri. Rasanya ia tak sabar menunggu lampu penyeberangan jalan berganti warna dari merah menjadi hijau. Ia ingin bisa cepat-cepat memeluk sosok yang telah menjadi special human untuk dirinya selama lebih dari tiga tahun itu.
"Lis-" Rose terdiam sejenak. Mencoba menenangkan dirinya ketika melihat sosok wanita lain yang tidak ia kenal memeluk Lisa. 'Mungkin itu teman dekatnya selama di kantor' adalah kalimat penenang yang terus Rose gaungkan di pikirannya selagi menunggu lampu penyeberangan berganti dan bisa dilewati. Pokoknya ia tak ingin berpikiran buruk atau ada salah paham yang terjadi di antara mereka. Lagipula love is about trust kan? Lisa sering mengatakan itu kepadanya.
Love is about trust..
Love is about trust..
Love is Bullshit!
Rose tak dapat lagi berpikiran positif ketika menyaksikan keduanya bermesraan tanpa ada rasa canggung. Wanita itu mencium pipi Lisa dan tak ada penolakan dari pacarnya itu, ia justru tertawa bahagia dan tampak menikmati. Tak ada rasa canggung seperti seolah hal yang begitu sudah sering dilakukan dan menjadi kebiasaan. Rose mengepalkan kedua tangannya, rasanya ada api super panas yang berkecamuk di dalam dadanya. Jika bisa ia ingin mengayunkan tinjunya untuk Lisa sekarang, tapi ia tak bisa. Rasa sedih menguasai dirinya dan mengundang buliran hangat lolos dari dua pelupuk matanya begitu saja. Setelah menahan sekuat tenaga, tanpa aba-aba, tanpa diminta.
***
"Toppoki? " Seseorang menyodorkan toppoki yang masih hangat pada Rose. Entah bagaimana ceritanya, dirinya bisa sampai di tenda penjual makanan pinggir jalan. Mungkin karena sudah lelah menangis di sepanjang jalan yang ia lalui dengan berjalan kaki. Hatinya patah. Jadi ia tidak peduli lagi dengan riasannya yang mungkin sudah luntur tersapu air mata, ia juga tidak peduli dengan tatapan orang-orang di sekitar yang melihat dirinya terisak atau bahkan anggapan dari orang yang sedang semeja dengannya sekarang. Tidak ada meja kosong yang tersisa, semua terisi dengan rombongan pengunjung. Tapi ada satu meja yang hanya diisi oleh seorang wanita, Rose memilih mendudukkan dirinya di sana.
"Gom.. gom.. gomawo. " Rose memasukkan potongan toppoki dengan kuah lumer yang hangat ke dalam mulutnya. Mengunyah sembari terisak-isak. Rasa sedih tak bisa ia singkirkan begitu pun rasa lapar.
"Ramyeon? " Rose kembali mendapat tawaran makanan dari orang yang semeja dengannya. Sebenarnya ia sungkan, tapi dirinya belum kenyang. Dan kondisinya tenda penjual makanan ini sedang ramai, buktinya makanan yang ia pesan tak kunjung datang. Jadi tidak ada salahnya jika ia menerimanya kan? Lagipula orang yang sedang patah hati butuh banyak energi.
Pepatah bahwa makanan adalah salah satu obat untuk mengurangi beban pikiran sepertinya benar. Kondisi Rose mulai stabil. Air matanya tak lagi keluar tanpa tahu aturan, entahlah itu terhenti karena dia sedang menyantap makanan enak atau memang stok air matanya untuk hari itu sudah habis.
KAMU SEDANG MEMBACA
CHRYSANTHEMUMS
Fanfictionwhen it's too sweet to resist, in the end I let myself fall for you.