Ramyeon

64 11 0
                                    

Senyum di wajah Jisoo terus merekah seperti bunga-bunga yang memenuhi ruangan tempat ia berada sekarang, rumah Rose. Bunga mawar dengan beragam warna ditata dengan indah di vas yang terletak meja pada sudut ruang tengah. Jisoo rasa Rose memiliki sense of art yang bagus, terlihat dari bagaimana ia bisa menata setiap ruangan dengan indah dan sempurna. Mengelilingi rumah Rose mengingatkannya pada museum d'Orsay yang sempat ia kunjungi saat berlibur ke Paris, rumah Rose adalah versi mininya.

"Makanannya sudah siap. " Rose datang membawa panci berukuran sedang ke meja makan.

"Maaf hanya ada ini. " Rose tersenyum kikuk ketika melihat Jisoo mematung, tepat setelah ia membuka tutup panci yang ia bawa. Rose hanya bisa menyajikan ramyeon kepada orang yang telah ia rebut makanannya sekaligus menyeretnya dalam drama percintaan bodoh miliknya dengan mengakui Jisoo sebagai pacarnya secara sepihak agar dirinya tak terlihat begitu menyedihkan setelah diselingkuhi oleh Lisa. 

"Kau tak suka? " Rose mencoba bertanya sekali lagi pada Jisoo yang masih tak beranjak dari posisi awalnya.

"Su- suka, aku suka. "

"Syukurlah."

'Terima kasih untuk makanannya. ' adalah ucapan terakhir yang terdengar di antara mereka berdua sebelum akhirnya menyantap makanan yang ada dalam diam dan keheningan.

"Apa ramyeon nya terlalu pedas? " Rose bertanya pada Jisoo setelah menghabiskan isi mangkuk pertamanya.

"Tidak." Jisoo menggeleng.

"Wajahmu memerah, sangat merah. " Rose menunjuk wajah Jisoo.

"Sekarang telingamu juga ikut memerah. " Rose terkekeh geli karena Jisoo tampak lucu saat ini.

"Berhenti menertawakan ku. " Jisoo memasang cemberut.

"Kiyowo." Bukannya berhenti, Rose justru semakin tergelak larut dalam tawa seperti lupa bahwa dirinya baru saja dicampakkan.

"Oho! Kau masih berani tertawa setelah mendengar perintah dari pacarmu ini?! "

"Terima kasih telah membuatku tertawa ya, " Rose menyeka sudut matanya mengeluarkan air karena terlalu banyak tertawa. "Tapi kau tak harus memaksakan diri untuk berperan jadi pacarku lagi, kita hanya berdua saat ini. "

"Berperan? " Jisoo mengerutkan keningnya. "Aku tak berperan, aku tulus bersedia. "

"Bersedia? " Kini Rose yang berganti bingung.

"Ya. Aku bersedia menjadi pacarmu menggantikan orang yang telah menyakitimu di kedai toppoki tadi. "

"Kau bercanda kan? " Rose tertawa,  tapi kali ini dengan tawa canggung yang tampak dipaksakan.

Jisoo menggelengkan kepalanya. "Aku tidak bercanda. I mean it Rose, i really mean it."

"But why? " Rose mengajukan pertanyaan untuk menemukan jawaban dari situasi yang membingungkan ini.

"Pertama, kau yang telah memilihku. "
Rose ingin menyela ucapan Jisoo, tapi ia urungkan ketika gadis dengan rambut hitam legam itu meletakkan jari di bibir, memberi signal pada Rose untuk diam sejenak.

"Kedua, ketika melihatmu menangis, aku tak merasa senang melihatnya. Kau lebih cantik saat sedang tersenyum dan tertawa. Kalaupun seandainya kau menangis lagi, aku tak ingin kau menangis sendiri. Aku ingin menemani. "

" I want someone to love Rose, and i think i'm in love you. I want to be with you, take care of you. May i? "

"Jisoo, aku masih bingung dengan semua yang terjadi hari ini. Terlalu banyak hal yang harus kuterima dan pahami. "

"So, it's no. " Jisoo tertunduk, kembali  melanjutkan makannya dalam diam. Ia harus lekas menghabiskannya dan bergegas pulang. Ia tidak boleh berlama-lama disini dan membuat Rose tak nyaman  karena pengakuan cinta dan kehadirannya.

Orang-orang bilang jika seseorang mengajakmu makan ramyeon di rumahnya maka akan terjadi hal yang luar biasa. Tapi sepertinya itu tidak berlaku untuk semua orang karena malam itu tidak terjadi apa-apa, walaupun Rose telah mengajak Jisoo untuk makan ramyeon berdua di rumahnya.
.

.

.

.
Oh, terjadi sesuatu. Penolakan.



CHRYSANTHEMUMSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang