08. Nanta Si Pengembara

6 3 0
                                    

Di kostannya, Harysa masih bersama Nanta. Harsya yang sibuk mengetik sesuatu di ponselnya, dan Nanta yang sibuk dengan pubg kesayangannya.

"Nan, kumaha ieu?" Tanya Harsya, pada Nanta.
(*Nan, gimana ini?)

"Kumaha naonna?" Jawab Nanta, tanpa menoleh pada Harsya.
(*Gimana apanya?)

"Nge chat si Nayla."

"Kéla, kéla Ce, kéla- AH ANJING!!" Seru Nanta heboh. Sepertinya karakter yang dia mainkan telah mati terbunuh oleh musuh.
(*Kéla : bentar)

"Ce ah anjing sia, aing jadi éléh!" Lanjut Nanta, masih misuh misuh karena kekalahannya.
(*Ce ah anjing lo, gue jadi kalah)

"Sok sok weh ieu heula kumaha." Keukeuh Harsya, meminta bantuan pada Nanta.
(*Sok sok, ini dulu gimana)

"Maneh kaya yang baru gebet cewe, ah. Biasana sok lincah."

"Ck, Nayla mah beda, Nan."

Mengalah, akhirnya Nanta menyimpan ponselnya itu di samping, dan mulai fokus pada Harsya yang sedari tadi uring uringan meminta bantuan.

"Intina, maneh mau gimana?" Tanya Nanta.

"Urang maunya, biar Nayla di anter jemputnya sama urang aja. Jangan sama temennya lagi."

"Maneh ganti profesi jadi ojek atau kumaha, Ce?"

Harsya mendecak, "GITU LAH POKOKNA MAH."

"Yaudah gini weh. Maneh chat dulu ke si Nayla. Bilang, boleh ga kalau maneh call."

Dahi Harsya sedikit berkerut mendengar saran klise dari Nanta.

"Yang bener maneh? Masa gituu?"

"Ehhhh, sok aja weh. Sok. Chat si Nayla."

Walaupun awalnya ragu, tapi tetap saja Harsya mengikuti saran Nanta. Sebenarnya tidak hanya awal, sampai dia selesai mengetik dan mengirimkan pesan itu saja, Harsya masih ragu.

"Udah? Yaudah.. tinggal tunggu di jawab."

"Tapi sigana gak aktif si Nayla nya."
(*Sigana : kayaknya)

"Dagoan weh, dagoan."
(*Tungguin aja, tungguin)

Harsya lagi lagi hanya bisa menuruti perkataan Nanta. Sampai akhirnya kurang lebih 30 menit, baru lah Nayla menjawab pesan dari Harsya.

"NAN NANN, NGABALES NGABALES!" Heboh Harsya, sambil memukul mukuli paha dari Nanta.

Nanta yang semula berbaring santai, langsung mendudukkan posisinya, "Naon cenah?"
(*Apa katanya?)

Tanpa berbicara, Harsya hanya menunjukan ponselnya ke arah Nanta. Nanta yang melihat itu langsung mengerutkan dahinya.

"Telepon langsung lah, Ce."

Mendengar itu, Harsya juga tak kalah mengerutkan dahinya, "Yakin? Si Nayla teu ngabales mau di telepon ku urang."

"Telepon sok. Percaya. Buruuu."
(*Buru : cepet)

Dan pasti, Harsya menuruti Nanta lagi. Dengan cepat ibu jarinya menekan ikon telepon di kontak Nayla. Tapi 5 detik.. 10 detik.. 15 detik.. tak kunjung Nayla angkat. Sampai akhirnya sambungan terputus.

"Teu di angkat." Adu Harsya.

"Santai. Bisa jadi si Nayla keur aya urusan. Tungguan." Ucap Nanta, "Ayeuna mah kieu. Aya 2 kemungkinan si Nayla ngabales. Pertama, ngabales lewat chat. Kadua, telepon balik."
(*Sekarang mah gini)

Pandangannya Harsya fokuskan pada Nanta, telinganya dengan pekat mendengar wejangan dari si pengembara banyak hati wanita.

"Kalau si Nayla ngebales lewat chat, kemungkinan dia tertarik ke maneh itu cuma 20-45%." Kata Nanta, dan Harsya mengangguk ngangguk, "TAPII... kalau si Nayla telepon balik. Kemungkinan dia tertarik ke maneh bisa 50-98%!!!"

Harsya membulatkan matanya mendengar perkataan dari Nanta. Tapi sedetik setelahnya, Harsya menampar punggung Nanta cukup nyaring, "Ngaco anjing."

Nanta meringis kesakitan akibat punggungnya yang panas. Sambil mengusap ngusap tubuh bagian belakangnya itu, tiba tiba ponsel Harsya berbunyi. Dengan nada yang panjang, berarti menandakan kalau itu bukan hanya pesan singkat. Tapi itu adalah sebuah panggilan masuk.

"Si Nayla nelepon anjingg!!!"

Harsya heboh, tapi Nanta santai di tempatnya. Tersenyum bangga melihat temannya sibuk sendiri karena kegirangan.

Tak mau menunggu lebih lama lagi, Harsya akhirnya mengangkat sambungan telepon dari Nayla.

"Halo Nay?"

"Iya a? Kenapa? Tadi telepon ya? Maaf ya, abis dari bawah tadi."

"Oh iya iya gapapa. Santai padahal mah."

"Hehehe, iyaa. Ada apa a?"

"Hah? Apa emang?"

"Tadi Aa mau telepon kan katanya?"

"OH IYAA. Aduh, maaf ya. Lupa lupa. Hahahha."

Di samping Harsya, Nanta malah sibuk tertawa dalam diam, dan merutuki Harsya dengan kata 'tolol' tanpa suara.

"Gini, Nay. Nanti, kamu ke kampus, pulang pergi, bareng aku aja."

"Eh? Nggak usah, A. Gapapa. Ada Rere, kok."

"Rere kan sekarang sekarang lagi disibukin sama tugasnya. Tadi juga dia ga bisa anter kamu, 'kan?"

"Yaiya sih. Tapi ada Nono juga. Jadi gapapa, A. Gak perlu repot repot."

"Nay.."

Suaranya ia sengaja di lemahkan. Bertujuan semoga Nayla luluh akibat itu.

"Gimana ya A.. aku takut ngerepotin. Gak enak juga ke Aa. Aku kan kadang suka ada kuis ngedadak. Kadang suka pengen mampir dulu ke perpus kampus. Kadang juga suka diem dulu di kantin buat makan atau jajan. Jadi.. takut ngerepotin, A."

Selama Nayla berbicara tadi, selama itu juga kedua sudut bibir Harsya tertarik. Kelihatannya, Harsya suka mendengar Nayla saat berbicara banyak seperti tadi.

"Gapapa, Nayla. Kan aku atuh yang mau. Kalau aku yang mau, berarti aku gak bakal ngerasa di repotin."

"Beneran?"

"Ya masa aku bohongan? Ini udah serius pisann."

"Eu.. yaudah kalau gitu mah."

The Days We Were UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang