BAGIAN 1

204 11 0
                                    

Glarr...!
Lidah petir menjilat angkasa. Awan kelabu bergumpal-gumpal, beriringan dan berkumpul di suatu tempat, terbawa angin yang bertiup kencang. Rintik-rintik hujan mulai jatuh, menerjang satu sosok bayangan putih yang terus melesat seperti dikejar setan, mencoba meninggalkan Lembah Wulung yang terkenal angker dan ganas.
"Tunggu aku, Kalinggi!"
Di belakang sosok itu, terdengar teriakan-teriakan bernada panggilan. Namun, sosok bayangan putih yang dipanggil Kalinggi sudah tidak ingin menghiraukan. Padahal, orang yang berteriak itu meminta agar Kalinggi menunggunya. Namun....
"Aaa...!" Tiba-tiba terdengar jeritan menyayat dari orang yang memanggil tadi, tidak jauh di belakang Kalinggi. Dengan ketakutan sosok serba putih itu berpaling ke belakang.
"Kala Dirja...!" serunya dengan suara tertahan. Laki-laki bernama Kala Dirja yang berlari di belakang Kalinggi jatuh terjengkang. Sebentar dia menggelepar, lalu diam tak berkutik lagi.
Melihat kematian kawannya dengan dada berlubang dan berlumuran darah, Kalinggi yang berpakaian serba putih menjadi ragu untuk meneruskan pelariannya. Namun keraguan itu hanya berlangsung sekejap saja. Di kejap lain lelaki berpakaian serba putih itu telah berlari lagi sekuat tenaga. Dan kilat kembali membelah kegelapan, tampak jelas kalau Kalinggi sudah terluka.
Glarrr...!
Suara petir terdengar mengguntur, tepat ketika laki-laki itu tersungkur terantuk sebuah akar. Tetapi secepatnya dia bangkit berdiri dan berlari kembali. Namun baru beberapa tombak berlari....
"Siapa yang telah berani datang ke Lembah Wulung, tidak ada jalan lain kecuali ke neraka!"
Terdengar suara menggelegar yang seakan datang dari seluruh penjuru lembah. Kalinggi tercekat. Hatinya semakin cemas. Apalagi dia tinggal sendiri, dan kelima kawannya sudah tewas semuanya. Namun mengingat begitu pentingnya tugas yang harus dijalankan walaupun sudah dalam keadaan payah, dia tak sudi menyerah begitu saja.
Apa yang dilakukan Kalinggi ternyata tidak sia-sia. Sekarang laki-laki berbaju serba putih ini sudah sampai di pinggir lembah. Tetapi kenyataan lain segera dihadapi. Tebing Lembah Wulung sekarang telah berubah menjadi curam dan licin. Padahal, beberapa waktu yang lalu hal seperti ini tidak pernah ada!
Dengan napas tersengal-sengal Kalinggi berusaha memanjat dinding tebing didepannya. Tapi, apa yang dilakukan hanya sia-sia saja.
"Hahaha...! Kau terjebak di Lembah Wulung, Anak Muda!"
Kalinggi berbalik. Dan dia makin tercekat ketika tiba-tiba tidak jauh di belakangnya telah berdiri satu sosok berpakaian serba hitam. Dalam kegelapan lembah yang berselimut kabut, rupa sosok itu memang tidak dapat dikenali.
Merasa tidak punya pilihan lain, Kalinggi langsung mencabut senjatanya yang berupa tombak bermata ganda dan mempunyai ketajaman pada setiap sisinya. Senjatanya langsung dikibaskan.
Tap!
"Heh?!"
Akan tetapi sesuatu yang tidak diduga-duga terjadi. Laki-laki berpakaian serba putih ini merasa seperti ada sebuah kekuatan kasat mata yang menahan senjatanya. Kekuatan itu bahkan mendorong tubuhnya ke belakang.
Bruk...!
Kalinggi jatuh terduduk. Mulutnya meringis, merasakan nyeri pada pantatnya.
"Hari kematianmu sudah tiba, hai anak manusia! Kau tidak mungkin dapat menyelamatkan diri lagi...!" desis sosok berpakaian serba hitam seraya menghampiri dan berhenti satu tombak di depan Kalinggi.
Tentu saja Kalinggi berubah ketakutan. Apalagi saat menyadari bahwa sekujur tubuhnya kini sama sekali tidak dapat digerakkannya.
"Kau memang hebat, Kisanak! Aku tidak tahu, apakah kau manusia atau bukan. Tetapi kalau boleh tahu, coba jelaskan padaku siapa kau sebenarnya?!" kata Kalinggi dengan suara bergetar.
"Manusia sepertimu dan seperti mereka yang pernah datang ke Lembah Wulung ini, tidak pantas mengetahui siapa aku. Karena aku mempunyai derajat yang lebih tinggi dibandingkan kalian!" dengus sosok serba hitam.
"Tetapi...!" Ucapan Kalinggi terhenti begitu saja, ketika tiba-tiba terlihat beberapa buah benda berwarna putih sebesar kelingking yang panjangnya tidak lebih dari sejengkal, meluncur deras ke arahnya. Di tengah-tengah perjalanan benda berwarna putih itu berubah menjadi banyak. Dan Kalinggi sama sekali tidak dapat menghindarinya. Hingga...
Crep! Crep!
"Aaa..!"
Telak sekali benda-benda berwarna putih yang melesat dari tangan sosok serba hitam menghujam tubuh Kalinggi. Teriakan panjang yang terasa begitu menyayat, seakan ingin menandingi suara petir dan desah hujan gerimis di Lembah Wulung ini. Kalinggi terkapar dengan sekujur tubuh ditembusi benda-benda putih panjang milik sosok berbaju hitam itu.
Kini, suasana berubah sunyi kembali, kecual suara desah hujan dan sesekali terdengar guntur menggelegar. Sementara, sosok serba hitam tadi berkelebat lenyap meninggalkan korbannya begitu saja.

195. Pendekar Rajawali Sakti : Petaka Gelang KencanaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang