Episode 1

34 4 0
                                    

“Moana, lo kenapa nggak masuk?”
Leo menatap Moana yang sedang berdiri seperti orang kikuk di depan Aula SMA Cakrawala.

Di dalam aula sedang berlangsung acara pentas seni yang di tujukan untuk siswa kelas dua belas untuk penilaian ujian praktek. Suara sorak sorai terdengar sampai setiap sudut sekolah.
Bangku-bangku terlihat penuh oleh siswa yang bergerombol —satu geng menikmati kaka kelasnya menunjukkan kebolehannya.

“Lo nggak ada temen? Yok, masuk sama gue.” Leo memberi kode kepada Moana untuk ikut masuk bersamanya.

Moana, Gadis dengan rambut agak keriting dengan panjang satu jengkal dibawah bahu dan berkulit sawo matang khas ras melayu itu mengangguk mengikuti Leo. Sebagai siswi pindahan dan hari pertama masuk, Moana belum kenal dengan teman-temannya, terlebih dia belum perkenalan resmi dengan teman sekelasnya, karena acara pentas seni berlangsung sejak pagi yang menjadikan murid-murid berhamburan di luar kelas.

Leo, cowok dengan potongan rambut klimis dan rapi itu berjalan mendekati panggung, sebagai ketua osis Leo harus bertanggung jawab atas kelancaran acara dan bertugas memastikan acara demi acara berjalan lancar. Moana mengikuti Leo di belakangnya, membuat siswa lain berbisik-bisik, menanyakan siapa gerangan cewek yang jalan bersama ketua osis idolanya.

“Semua, ini Moana, murid baru kelas 10, gue dikasih amanat pembina osis buat bantuin dia ke kelasnya di kelas X-A. Setingkat dibawah kita.” Ucapnya lugas, sambil mengedarkan pandangan ke sekitar memperlihatkan bola mata coklat gelapnya yang taajam.

Leo memperkenalkan Moana ke anggota osis sekaligus panitia acara yang sekarang berada di sebelah panggung.

“Hai Kak, gue Moana. Senang bertemu kalian.” Ucap Moana lembut sambil senyum ramah menyapa.

Semua pasang mata tertuju padanya, menelisik tampilannya dari ujung rambut sampai sepatu hitam lusuh yang ia kenakan. Sebagai gadis dengan wajah yang masuk kategori standar, terlebih dengan rambutnya yang unik Moana sudah terbiasa dengan tatapan seperti itu.

“Hai Moana, Gue Ibra. Panggil gue kalo lo perlu apa-apa.” Ucap Ibra memecah keheningan sambil melipat kedua tangannya di depan dada.

Moana mengangguk pelan kepada Ibra dan tersenyum simpul memperlihatkan lesung pipinya.

“Kenalin gue Atta. Cowo tampan di atas rata-rata,” Ucap Atta sambil menggerakkan kedua alisnya.

“Uuuuuu … “ Protes teman-teman yang lain tidak setuju.

Anggota osis beberapa terlihat senang dengan kedatangan Moana, beberapa merasa dirinya perlu menjaga jarak dengannya -- hal yang sudah biasa didapat menurut Moana, not goodlooking. Mereka mulai mengajak ngobrol dan saling lempar tawa – kecuali Lusi. Bibirnya terlihat cemberut sedari awal Moana datang dengan Leo.

Di atas panggung belangsung satu kelompok kelas dua belas yang sedang lenggak-lenggok menari tradisional dengan musik yang bernuansa modern – perpaduan yang sangat epik. Semua memerhatikan keselarasan gerak tubuh mereka. Baju tradisional dengan brukat pink dan biru sebagai warna utamanya menambah kesan ceria di atas panggung, sampai berhasil menyihir semua siswa di dalam aula sampai tidak menyadari ternyata tariannya sudah selesai yang diakhiri semua anggota berpose rapi dan cantik. Tepuk tangan riuh menggema di aula.

Deppppp ….

Namun, tiba-tiba kekacauan terjadi ….

Listrik padam, termasuk lampu di dalam aula. Ruang aula yang benar-benar tidak ada vertilasi cahaya itu pun mendadak gelap gulita. Kericuhan pun terjadi, suara siswi-siswi terlihat berteriak bersahutan dan saling menabrak satu sama lain.
Panitia di sebelah panggung kalang kabut menenangkan penonton, berteriak menyuruh teman-temannya itu untuk tetap tenang. Atta sebagai seksi kemanan bergegas keluar aula untuk memeriksa penyebab kerusuhan aula. Guru-guru yang memberi nilai pun terlihat panik.

“Aduh, gimana ini … “ Lusi sebagai wakil ketua osis mencari Leo untuk berdiskusi menengani teman-temannya yang super tidak sabaran.

Padahal jika penonton tenang dan menunggu lampu menyala kan lebih enak – dasar anak-anak jaman sekarang generasi alay bin lebay.

Lusi mencari Leo dengan mengandalkan senter HP nya, dan menemukan mereka; Leo, Ibra, dan Moana, yang terlihat tengah berbisik diskusi. Lusi berjalan kesal mendekati mereka, karena merasa tidak disertakan berdiskusi sebagai wakil ketua osis.

“Oke kita harus bisa, gue bakal coba maksimal.” Moana menjawab dan mengangguk mantap.

Leo dan Ibra, berjalan ke atas panggung dan diikuti oleh Moana membantu memberi penerangan untuk dua cowok di depannya. Lusi yang melihat mereka naik panggung, diam terpaku dan menunggu adegan berikutnya.

“Satu … dua … tiga ….” Moana memberi aba-aba dengan menggerakkan jarinya.

“MOHON PERHATIAN, SEMUA DIAM!” Teriak Leo dan Ibra bersamaan untuk menghasilkan suara yang lebih kuat dan terdengar sampai ujung aula menerobos kebisingan yang dibuat oleh penonton.

Seketika, saat itu juga semua diam, tidak ada yang berbicara barang sekata. Aula lengang.

“Harap semua tenang, panitia sedang memeriksa penyebab padamnya listrik. Tetap di tempat masing-masing, dan mohon untuk yang membawa hand pone agar menyalakan flash-nya.” Ucap Leo tegas.
Kali ini tidak membutuhkan tenaga dalam untuk berteriak, karena suasana Aula yang hening dan sunyi membuat jelas perkataan Leo.

“Moana, sekarang,” Ibra memberi aba-aba kepada Moana.

Gadis dengan postur tubuh tidak terlalu tinggi itu berdiri di atas balok besar terbuat dari plastik yang memang disediakan untuk peserta yang menyanyi. Setelah Tarik napas panjang dan merasa rileks, Moana mulai menyanyi untuk membuat fokus penonton teralihkan dan menjadi tenang kembali.

When tomorrow comes, I'll be on my own
Feeling frightened of ….” Lagu Flashlight milik Jessie J membuka suara Moana.

Suara lantang nan merdunya mampu membuat semua tenggelam dalam kagum, lampu flash HP satu persatu menyala bak di dalam konser-konser. Tidak ada satu pun yang bersuara kecuali Moana yang sedang bernyanyi. Meskipun semua penasaran siapa pemilik suara yang mampu menghipnotis itu.

Leo dan Ibra yang masih di atas panggung pun mendengarkan dengan takzim. Terlebih Leo, matanya tak berkedip, netra coklat gelapnya terlihat lurus menatap Moana. Ibra lebih santai dengan menganggukkan kepala mengikuti irama Moana.

“You’re my flashlight ….

“Thank you.” Moana mengakhiri dengan membungkukkan punggungnya sedikit.

Moana  melirik ke arah Leo dan Ibra, Leo dengan wajah datarnya terlihat seulas senyum. Dan Ibra yang sudah mengangkat dua jempol tangannya untuk Gadis penyelamat di depannya.

Suara tepuk tangan dan sorak sorai menggema di aula, beberapa terdengar samar berteriak "lagi, lagi, lagi,". Membuat kegaduhan kembali terdengar, dan saat itu juga lampu aula menyala, seperti tau saja waktu yang tepat untuk menyala.

Tanpa sadar di sudut yang lain, Lusi memperhatikan mereka bertiga dengan wajah bersungut sebal. Dia merasa tersaingi dengan siswa baru, yang bahkan baru masuk hari ini. Harusnya dirinya yang diposisi Moana—jika ia bisa bernyanyi, kini Lusi hanya bisa memandang dengan wajah masamnya.

🍁🍁


Yey, apa kesan pertama kalian di episode 1 ini? Coba comment yah ...
Jangan lupa juga buat vote sama follow akun wp aku.

With love,

Arum Annisa

Just Be YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang