02.

61 10 67
                                    

"paupau~"

"yaa.. jejen??"

"aku di kantin, buruan kesini"

"kantin mana?"

"kantin teknik lah paupau.."

"yaudah, bentar aku ijin sama kak Hyunjin dulu"

"dih? ngapain?"

"ya dia kan penanggung jawab aku disini, harus pamit, biar nggak dicariin"

"gausah pamit, kesini aja. Entar aku yang bilang ke dia"

"emang situ siapa?"

"aku? hmmm kayanya pacar orang deh.."

"oh, yaudah, sana main sama pacarnya. Aku mau gabung sama anak-anak yang lain. Bye kak Jeno!—"

"—eh! jangan!"

"bercanda, ayo buruan kesini, udah kubeliin makanan kesukaan kamu nih"

"—SIAP MELUNCUR!"

Sesuai dengan obrolan yang baru saja tersambung melalui panggilan telfon itu; gadis bersurai hitam kecoklatan pemilik nama asli Paula Kyra, kini mulai melangkahkan kakinya ringan mendekati sang kakak pembimbing kelompok selama satu bulan kedepan, yaitu Hwang Hyunjin.

Hyunjin tentu menyadari akan kedatangan ketua kelompok yang ia bimbing itu. Tanpa bertatap mata karena ia tengah sibuk menyimak grup BEM yang tengah ramai membahas kelanjutan acara seusai makan siang nanti, Hyunjin hanya berdehem pelan sebagai sahutan akan panggilan singkat dari Paula.

"kak, aku pamit duluan ke kantin ya?"

"—nanti kumpul lagi disini"

"siap kak Hyunjin!"

Selesai berpamitan, Pau segera meraih tasnya yang terletak pada tumpukan tas mahasiswa lainnya untuk ia bawa pula ke kantin. Namun, belum sempat kakinya menjauh dari lokasi titik kumpul semua mahasiswa baru, samar-samar gadis itu mendengar nada tak asing; nada amarah dan pekikan itu sama seperti nada yang ia dengar disaat ia di bully di masa lalu.

Seakan dirinya terjebak kembali pada masa itu, Pau bergegas menghampiri kekacauan yang nampaknya tak dihiraukan semua mahasiswa disana.

Pau hanya merasa, sebaiknya jangan ada lagi tindak pembully-an, apalagi di lingkup kampus, walau dalam title 'orientasi mahasiswa' sekalipun dan biasa dimaklumkan, tapi tidak bagi benak Pau. Hal seperti itu tidak dapat digunakan sebagai bahan bercandaan dan pembelajaran.

Tanpa teringat akan janjinya untuk bertemu Jeno, Pau melangkahkan kakinya menuju sumber suara tadi.

"heh! kan udah gua bilang, jadi mahasiswa baru tuh jangan caper sana sini!! diminta tolong beliin keperluan kelompok aja sampe ngadu sama pembimbing lain?! apa itu yang namanya hormatin kakak pembimbing? IYA?!"

"maaf, kak."

"maaf! maaf! maaf aja terus!—kalo orang ngomong tuh tatap matanya! jangan palingin muka!"

"ngerti sopan santun nggak lo?!"

"maaf kak, setahu saya, pembelian untuk keperluan kelompok yang kakak kasih ke saya itu bukan keperluan kelompok yang sebenarnya. Itu hanya keperluan kakak sendiri. Dan maaf, bukan saya mengadu pada panitia lain, hanya saja mereka tahu sendiri, kak."

"banyak alesan lo!"

"ngaku aja kenapa sih?!"

Semakin tak tahan dengan permasalahan yang terjadi, Pau bergerak mendekati dua perempuan yang ia yakini salah satunya adalah mahasiswa baru dan satunya adalah senior yang membimbing kelompok dihadapan kedua perempuan itu, terlihat dari name tag keduanya yang berbeda.

𝘿𝙀𝙈𝙄-𝙁𝙍𝙀𝙍𝙀̀𝙎Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang