3. Pulang

4 1 0
                                    

"Rindu itu sendu, sendu itu pilu, pilu itu rancu. Dan lo ambigu!"

Sepatu_Tulus
.
.
.

Aku masih berdiri sebrang jalan sekolahku. Padahal sekolahku Sudah sepi. Sudah 2 jam lebih aku menunggu bus atau angkot atau ojek tak ada yang lewat. Aku menyesal bermain FF sepanjang jam kos, alhasil hp ku mati. Tidak bisa pesen grab or gojek.

Aishh. Aku lupa sampai besok pagi juga ga bakal ada bus lewatlah. Mengingat jalan depan sekolahku bukan jalur bis. Yaudahlah nanti kalau mama mencari juga pasti jemput ke sekolah. Selonggar mama aja :v

Sebenarnya ada satu angkot yang mangkal depan sekolah. Tapi kalau anda tidak gercep ya ketinggalan. Soalnya satu angkot itu doang ga ada yang lain. Dan penumpang nya siswa satu sekolah yang senasib denganku. Kalau saja tadi ga ada piket aku ga akan ketinggalan.

Lelah melihat jalan noleh kiri kanan sambil berharap. Aku duduk di depan pagar rumah orang. Mencoba menghidupkan hp. Yakan siapa tahu ternyata bisa hidup buat pesen grab.

Tiba-tiba terdengar suara motor berhenti di depan ku. Diikuti pertanyaan dengan suara serak berat khas cowok.

"Belum pulang?"

" Udah kok."

Suara cowok di depanku tidak membuatku  mengalihkan perhatian dari handphone. Mau dikira orang gila karena mencet-mencet layar mati juga gapapa. Karena aku takut sama orang asing apalagi cowok.

"Ke rumah orang maksudnya." Dia mendengus geli.

"Yuks pulang bareng gue." Tambahnya.

Aku hanya menggeleng agar dia cepat pergi. Masih banyak berita tentang penculikan dan pelecehan tidak membuatku merasa tenang.

Bukannya pergi aku malah mendengar suara motornya dimatikan dan berjalan mendekat. Aku bersiap-siap akan meninjunya jika dia macam-macam. Ga ada yang lebih menakutkan ketimbang orang asing dan orang gila.

"Hei lo kenapa ketakutan sih?"

Ketika jarak kami tinggal dua langkah aku bersiap untuk lari. Ternyata dia sudah berjongkok di depanku. Aku mendongak kaget melihatnya.

"Kak Ghanes?"
Aku merasa lega seketika. Tapi jantungku tidak berhenti berdebar. Dia lebih good looking dari dekat. Wangi banget padahal udah sore. Anjir emang.
Dan lagi.

Merutuki otak ku yang goblok kebangetan. Kenapa aku tidak berpikir kalau dia anak satu SMA ku padahal dia pake sepatu dan seragam sekolah!

"Tuhkan lo kenal gue. Lo kira penculik hm?" Aku hanya menggeleng masih syok.

Dia tertawa melihat ekspresi yang aku yakini ga ada bagus-bagusnya. Dan saat dia tersenyum menampilkan lesung pipinya dia terlihat lebih tampan seribu kali manis. Nikmat Tuhan mana lagi yang aku dustakan.

"Masih nunggu jemputan? Belakangmu rumah kosong ga takut duduk sendirian."

Aku buru-buru berdiri dan menjauh dari pagar rumah itu. Pantes aja sepi dan singklu rumahnya. Aku melihat Kak Ghanes mendengus geli dan menyusul ku. Yang entah gimana aku malah medekat ke motor nya.

"Mama ga bisa jemput hari ini." Kataku akhirnya.

"Kenapa malah duduk disitu nunggu bus lewat sampe lebaran gajah juga ga bakal ada. Kenapa ga pesen go jek aja?"

"Ga bisa." Aku memperlihatkan layar ponselku ya tidak menyala walau ku pencet tombol powernya.

Dia tertawa lagi. Mungkin karena sadar tadi aku pura-pura main hp tapi ternyata hpku mati. Kan tolol! Aku semakin malu.

"Gemes banget sih dek. Siapa namanya?"

Dia bertanya kepada ku seperti bertanya sama anak kecil. Demi Tuhan jangan tersenyum plis aku lemah iman. Dan lagi gemes katanya. Orang lain mah ilfeel bukan malah gemes. Yang ada aku gemes dengan Kak Ganesh masyaallah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 19, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

EUFORIATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang