Awalnya aku tak pernah berpikir seperti ini.
Aku tak pernah menyangka kejadian seperti ini benar benar ada. Aku bahkan menyangkalnya.
Namun sejak kejadian di hutan dekat rumah nenek itu, aku mulai tau, jika 'mereka' benar benar ada. Disini, di dekatku.•••
"Lolly, ayo bangun! Segera sarapan! Atau kau akan kami tinggal ke rumah nenek!!"
Aku terbangun dari mimpi aneh ku. Suara ibu yang keras seraya menggedor pintu membuatku berdecak sebal. "Hmmm, iya bu!! Sebentar!!"
Aku bangkit dari kasur, dan berjalan gontai ke arah kamar mandi di kamarku. Kurasakan air yang begitu dingin bagai es menusuk tubuhku.
Aku sudah wangi, kini tinggal merias wajahku. Namaku Lollyta Lexi. Panggil saja aku Lolly, Loli, atau terserahlah. Aku remaja berusia 14 tahun, baru dua bulan lalu aku merayakannya. Tubuhku kurus, berkulit putih seperti mayat-bagiku, rambut hitam lurus dengan pendek sebahu. Hanya satu yang ku suka dari penampilanku. Bola mata biru laut yang ku miliki. Aku sangat menyukainya.
Dok dok dok! Dok dok dok!
Ouh astaga, aku hampir lupa pesan ibu!
Aku bergegas meletakkan sisir yang sedari tadi ku pegang, lalu memutar kenop pintu kamar dan keluar menuju ke lantai bawah, ke arah ruang makan.
"Hffft, Lolly, kau telat bangun lagi??" Ayahku bertanya sembari menuangkan jus alpukat kesukaanku.
"Maaf ayah," ucapku di sembari duduk di salah satu kursi. Disebelah kakak laki laki ku yang nampak fokus pada ponselnya. Namun tangan kanannya masih memegang sandwich ukuran jumbo dan memakan itu lahap lahap, hingga isiannya berjatuhan.
"Kakak kau jorok," ucapku.
Ia menatap sekilas kearah ku. Uhh, tatapan mata hijau itu sangat tajam!. Aku tak sanggup menatapnya begitu lama, sontak aku memalingkan wajahku ke arah lain. Dapat kudengar dia menggerutu tidak jelas, sikapnya memang begitu!
Biar ku jelaskan sekilas tentang keluargaku.
Ibuku, Mili Lili-aku sangat menyukai namanya. Dia memiliki rupa yang sama denganku. Ahh tidak! Aku yang mirip dengannya. Sama sama bermata biru laut.
Ayahku, Alexander Paul, sosok ayah yang, eummm kejam (?). Dia pemarah! Rambut coklat terang di kepalanya seakan menandakan jika ia memang pemarah. Namun, akhir akhir ini ayahku sudah mengganti warna rambutnya menjadi lebih baik. Warna hitam polos. Heum, sangat cocok dengan mata hijau nya!.
Aku anak ke-tiga dari tiga bersaudara. Kakak perempuan pertamaku, Lisa Lexi-aku suka namanya, usianya sudah menginjak hampir 20 tahun. Dia benar benar mirip ibu. Hanya saja mata hijau miliknya yang mirip ayah. Tunggu, dia juga punya rambut pirang bak albino yang sangat menawan! Uhh, aku iri!
Kakak laki laki keduaku, John Lexa, usianya 17 tahun, sama seperti ayah, sangat sama! Dia sangat malas, tukang masalah dan boros!
Kurasa sampai disini penjelasannya.
•••
Ciittt!
Mobil tua ayah mengerem mendadak di tengah jalan.
"Apa yang terjadi?" Tanya ibu bingung.
"Ahh kurasa aku harus keluar sebentar untuk mengecek mobil tua ini," ucap Ayah. Lalu ia keluar dari mobil dan mulai mengotak atik bagian depan mobil.
"Ck, kurasa Ayah harus membeli mobil baru." Ucap John seraya memasang headset di kedua telinganya.
Plak!
Lisa memukul tangan John dengan keras, "kau ini! Uang bulanan habis hanya untuk game mu itu tau!"
John meringis kesakitan. Ia hendak menjambak rambut lurus Lisa.
"Anak anak, diam!" Ucap ibu membentak
Fiuh, untung saja John tidak jadi melakukan aksinya karena bentakan ibu.
"Jika kalian masih ribut terus, ibu akan menurunkan kalian di tengah hutan ini." Ucap ibu lagi.
Aku tersadar, saat ini mobil kami berhenti di jalanan kecil ditengah rimba.
Hawa di sekelilingku mendadak dingin. Aku menoleh ke kursi belakang, John dan Lisa sudah fokus dengan gawai mereka. Aku duduk sendirian di kursi tengah, daripada tidak ada kerjaan, lebih baik aku melihat lihat dulu.
Aku membuka kaca jendela mobil, tapi...tidak bisa! Karena mobil lagi mogok dan mati! Hah! Terpaksa aku melihat hutan rimbun di sampingku dari dalam mobil.
Srek srek.
Srek.
Mataku membola. Suara dahan diseret membuat bulu kudukku seketika berdiri.
"Ibu, apa ada yang tinggal di hutan seperti ini?" Tanyaku pada ibu.
"Mmm, kurasa hanya para petualang yang membuat tenda dan berkemah disini," jawabnya.
Aku mengangguk paham.
"Sssst, Lolly!"
Aku menoleh ke arah John yang memanggilku dengan berbisik, "ya kak?"
"Kau tahu, hutan yang dekat dengan rumah nenek ini sangat angker," ucap John.
Aku menggeleng, "aku tidak percaya dengan hal seperti itu,"
"Yahhh, kau ini, apa kau mendengar suara sesuatu sedang diseret?" Tanya John.
Aku makin menegang, apa kak John mendengarnya juga? Aku mengangguk pelan, "apa kakak juga mendengarnya??"
John menggeleng. Dan itu membuatku mengernyitkan dahi bingung, "lalu?" Tanyaku.
"Itu sudah menjadi legenda lama disini, kata nya, jika kau mendengar suara itu, kau akan melihat makhluk yang mengerikan," ucap John dengan nada menakut-nakuti.
Aku terdiam, "apa itu benar?"
"Iya! Aku tak per-"
"Dia tak pernah berkata serius, Lolly." Potong Lisa.
"Kakak apa apaan sih?! Itu sungguhan tau!!" Ucap John emosi.
Lisa berdecak sebal, "kau terlalu menakuti adikmu sendiri."
John memberengut kesal, ia kembali menyumpal kedua telinganya dengan headset tadi dan bersandar ke kursi mobil, kedua matanya mulai terpejam.
Aku melirik Lisa, dia terus menunduk menatap ke arah handphone yang sedang ia mainkan, merasa jika aku mengawasinya, Lisa mengalihkan pandangannya kearah ku, "apa?" Tanya nya singkat.
Aku menggeleng, "lanjutkan saja apa pekerjaan kakak." Selepas mengatakan itu, aku kembali menghadap ke depan, melihat ayah yang masih berkutat dengan mesin mobil.
Aku meregangkan tubuhku. Perjalanan ke rumah nenek kurang 2 jam lagi. Yaa, kami akan pergi ke rumah nenek. Ini hari natal, waktu yang pas untuk berlibur dan menikmati hawa asri pedesaan. Semua akan senang jika menyangkut berlibur ke rumah nenek. Terutama John, dia senang karena akan mendapat uang saku dari nenek. Dasar!
Srek srek.
Srek.
Ouh tidak, suara itu kembali terdengar. Otak ku berpikir jika itu hanya suara hewan, atau binatang yang sedang berjalan. Namun karena ucapan John tadi, otakku sedang tidak konsen. Perlahan aku melirik ke samping-aku duduk di dekat jendela, aku melihat siluet manusia. Dengan penasaran, aku memutar tubuhku, hingga kini aku bisa melihat dengan jelas siluet yang sedang berjalan di kejauhan itu.
Bayangan manusia, tetapi lebih tinggi, nampak berjalan dengan menyeret sesuatu. Tangan dan kakinya nampak lebih panjang.
Srek srek.
Dia berhenti!
Meskipun jaraknya sangat jauh, namun aku masih bisa melihatnya lebih jelas. Dia berhenti dan menatapku dengan mata merah menyala miliknya.
Agak lama, dia melambai kearah ku, lalu berjalan lagi, menimbulkan bunyi asing.
Sreeekkk, sreeekkk.
Aku yakin dia bukan manusia.
••••
Update setiap hari Senin, Rabu & Sabtu.
Sampai jumpa hari Rabu🖤.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Monsters
ParanormalMenceritakan tentang aku, yang bernama Lolly. ~>')~~~ Lolly tidak percaya hantu. Ia tidak mempercayai makhluk urban, hantu, dan sejenisnya. Ia hanya menganggap itu sebagai mitos belaka. Tapi, malam natal itu agaknya menjadi awal dari segalanya. Loll...