Dua

2 3 0
                                    

Kami sudah sampai di rumah nenek. Jarak yang seharusnya bisa ditempuh selama 4 jam, berubah menjadi 5 jam yang panjang karena mobil ayah yang rusak.

Aku kini sudah berada di teras depan rumah nenek. Melihat siluet jingga di atas langit yang indah. Burung burung berterbangan membuat perasaanku kagum.

Rumah nenek tidak istimewa bagi siapapun. Tapi bagiku, rumah nenek adalah yang terbaik!

Meskipun tidak bertingkat, tapi luas rumah nenek sangat besar. Mungkin separuh lapangan bola atau lebih (?). Di setiap bagian selalu ada pagar penghalang. Didepan rumah ada tanah lapang dengan rerumputan hijau, yang dikelilingi tanaman bunga lavender favorit nenek. Di sudut kanan, ada dua kursi panjang berjejer. Di bagian belakang, nenek punya taman kecil. Dulunya nenek membuat taman itu untukku.

Taman itu berbentuk persegi. Luasnya setara dengan luas halaman depan-sangat luas. Ditengahnya ada kolam, dan alas rerumputan juga kerikil. Yang paling aku suka adalah, koleksi bermacam macam bunga di taman ini. Sebelah taman, ada semacam beberapa kursi panjang dan dua meja, yang menghadap langsung ke arah taman.

Jika kalian keluar dari pintu belakang rumah nenek, maka pemandangan mengagumkan ini akan menyambut kalian.

Aku merasa aman jika berada di taman. Sebab, halaman belakang rumah nenek berdindingkan tumbuhan menjulur bak di dalam film Rapunzel. Aku tak tau apa nama tanaman itu. Yang pasti nampak asri. Jika malam, taman akan bersinar terang, itu dikarenakan nenek memasang lampu di setiap sudut halaman belakang. Aku tak tau alasannya.

"Lolly,"

Suara serak nan lembut membuyarkan lamunan ku. Aku berbalik dan melihat nenek tersenyum di kursi rodanya.

"Nenek." Aku berdiri, lalu menyuruh Mia-pengasuh nenek, untuk pergi, aku akan menggantikan jadwal jaganya mulai hari ini.

Aku mulai mendorong kursi roda nenek secara perlahan, mengarah ke halaman depan. Ahh, aku lupa sesuatu. Rumah nenek berhadapan langsung dengan laut. Jadi, pasti seru jika memandangi langit jingga seperti saat ini.

"Nenek, selamat hari natal." Ucapku pelan.

Nenek terkekeh. "Kau juga cucuku."

Aku tersenyum, senang rasanya melihat nenek kembali tersenyum. Tidak seperti 3 tahun lalu, saat ia kehilangan kakek. Setiap hari ia akan murung, tidak mau makan, dan mengunci diri di kamar, hingga ia jatuh sakit dan lumpuh seperti sekarang. Dengan usianya yang hampir 80 tahun, nenek terlihat lemah. Untunglah semenjak keluargaku mengunjunginya sekali dalam sebulan, nenek kembali aktif, apalagi kehadiran Mia dan juga Lia-saudara kembar yang mengasuh nenek, membuat nenek terlihat tidak sendirian.

Aku menghela nafas, lalu berjalan dan mengambil kursi di dekatku, dan duduk di samping nenek sembari menggenggam erat kedua tangannya.

"Apa kau suka langit sore?" Tanya nenek.

Aku mengangguk, "iya nek."

Nenek tersenyum. "Nenek juga suka, tapi Makhluk Cahaya lebih suka langit sore."

Pandanganku yang semula fokus ke depan, beralih menatap nenek dengan pandangan bingung. "Makhluk Cahaya?"

Nenek mengangguk. "Mereka selalu menemani nenek."

Aku lagi lagi terkejut, namun memilih mengabaikan ucapan nenek dan kembali menatap laut.

"Kau mau mendengar sebuah cerita?" Tanya nenek.

"Iya nek." Jawabku.

"Saat ulang tahun mu kemarin, nenek kedatangan Mister Glooo."

Aku kembali terkejut. "Maksud nenek?".

The MonstersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang