-
Dayana selalu ingin hidup di dunia fantasi yang endingnya berakhir bahagia. Bersama pangeran berkuda putih setampan Lee Min Hoo atau Sehun Exo yang juga menunggangi kuda yang sama di video klipnya.
Ia selalu ingin jadi Ding Xian, walau dirinya sama sekali tak sekeras perempuan imut itu dalam mengejar laki - laki pujaannya.
Yang dia lakukan hanya mengamati, menyadari, memahami, diam lalu kecewa karena lagi-lagi bertepuk sebelah tangan. Dan setelah hal itu yang di lakukannya adalah lari, pergi ke sudut bumi manapun untuk bersembunyi.
Hari ini, saat Dayana dengan senyum manis tiga jari yang ia sunggingkan untuk menyapa sepupunya, ia sebenarnya sedang berada di fase terakhir dari perjalanan cintanya. Ya, bertepuk sebelah tangan. Salahnya yang terlalu pasif, anehnya ia selalu marah kala menjumpai ending ceritanya menemua titik tidak bahagia.
"Senyum dong, smile! Semuanya pasti baik kalau lo baikan sama diri lo," itu kata Anil sebelum Dayana berakhir mengasingkan diri di dalam kamarnya. Ya, kamarnya. Dayana jauh-jauh dari pulau Jawa terbang ke Sulawesi meninggalkan kamarnya untuk kembali ke kamar lamanya. Ia pulang ke kampung halaman Mamanya, kembali menyapa rumah pensiunan orang tuanya yang dibangun jauh sebelum rumahnya di Jawa sana berdiri kokoh.
Setelah hampir tujuh jam mengeram di kamar, memaksakan matanya memejam karena, sungguh, dia butuh istirahat lebih.
Neneknya -yang masih segar bugar di usia senjanya- sama sekali tak bertanya perihal kepulangannya. Wanita favorit setelah Mamanya itu benar-benar hanya mengangguk dari rumah seberang saat matanya tiba-tiba berkaca-kaca.
Bagian yang paling ia sukai dari keluarganya, tidak membuatnya kesepian tapi tidak menekannya untuk mengungkapkan apa yang tak ingin Dayana katakan.
Pandangannya beranjak naik menatap pantulan dirinya di cermin. Senyum tipisnya tersungging nyaris setipis garis coretan seorang Arsitek. Kali ini perhatiannya beralih pada pakaian yang ia kenakan setelahnya helaan nafas berat terdengar.
Dayana tidak pernah suka jatuh cinta karena ia tidak suka bagian patah hatinya. Seperti yang sudah ia katakan, Dayana penganut ending bahagia yang impiannya jadi tokoh utama yang alur takdirnya selalu menyenangkan.
Nyatanya dua tahun lalu setelah menutup diri bertahun-tahun, membentengi dirinya dari hal-hal berbau berbunga-bunga dan digelitik kupu-kupu. Dayana kalah. Ia jatuh dalam pesona Brama, laki-laki tampan idola kampus. Kerjaannya tebar pesona tapi Dayana suka, bodo!
Dayana sendiri tahu Brama itu poros hidupnya di kelilingi perempuan berbagai usia dengan penampilan apik. Tapi hal tersebut seolah tak masalah kala tiba-tiba Brama datang dengan sebuket bunga di tangannya sepaket dengan pernyataan cintanya. Dayana bahagia, tentu, siapa yang tidak bahagia cintanya tidak lagi bertepuk sebelah tangan? Padahal yang ia lakukan hanya berharap, diam dan mengamati targetnya. Ya, setidaknya itu yang ada di benaknya sampai benda bertinta emas itu mampir di meja kerjanya minggu lalu.
Malam anniversary yang belum genap sebulan di rayakan-pun rasanya tidak ada apa-apanya. Seolah perayaan ulang tahunnya yang di rayakan bersamaan dengan hari jadi Dayana dan Brama di Bali bukanlah masalah. Bahkan, fakta bahwa mereka -anggota lengkap keluarga Brama- yang ikut berpartisipasi dalam perayaan bahagia itu bungkam tak memberi penjelasan. Ada apa? itu tanyanya kemarin - kemarin.
Sampai, malam dimana ia meraung menangisi keponakannya yang demam tinggi dan sempat kejang menjawab beban yang ia tanggung beberapa hari terakhir. Brama membuat kekacauan besar ternyata.
Percakapan dua sahabat yang Dayana dengar di dinginnya lorong koridor rumah sakit menjawab semuanya. Brama dan Bimo terlibat sesi curhat serius tak jauh dari kamar angker yang bahkan tak berani rumah sakit sewakan untuk pasien gawat sekalipun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ali's Letter
ChickLit"Bagian mana yang mau di lanjutkan, Ali?" "Bagian terakhir yang kamu tinggalkan." "Itu akhir ceritanya, bukan potongan Bab atau Bab bersambung yang masih punya lanjutan lain. Itu endingnya." "Kalau begitu rombak, jangan di tambah bagiannya. Tapi rom...