Waktu Yang Berjalan

129 21 0
                                    

Gemericik hujan menjadi saksi terlahirnya seorang anak laki-laki manis ini. Air mata ikut mendampingi sang ibu dan sang ayah yang kini merasa sangat bahagia diberikan kepercayaan oleh Tuhan.

"Anak yang manis, akan aku beri dia nama, Surya Ardiansyah, dan aku harap dia akan menjadi seorang anak yang terus memberi cahaya dan selalu memberi sisi positif bagi sekitarnya." Ucap sang ayah, Arya Ayudha, panggil saja Arya.

"Nama yang indah, dan aku juga selalu berdoa, semoga kedua anak kita diberi takdir yang baik. Baik Sandy, ataupun Surya. Keduanya adalah pangeran ku." Ucap sang ibu, Rani Arniah, panggil saja Rani.

"Yah, Bun... Nama na Culya? Dia adik na Candi?" Celoteh si kakak yang baru saja berusia 5 tahun. Sandy Alamsyah, panggil saja Sandy.

Keduanya mengangguk, mengiyakan si anak sulung yang kini tampak kegirangan.

Tapi, itu semua dulu... Sebelum Surya mencoba menjadi Surya yang sama seperti Surya yang menyinari bumi. Seharusnya tidak salah, tapi karena beberapa hal dan kini beginilah jadinya.

"... Cukup mas! Aku gak peduli lagi. Berapa kali mas bohong sama aku?! Wanita mana lagi yang akan kamu bawa kerumah dan mengatakan jika itu sekretaris mu? Apa setiap hari selalu berganti sekretaris?! Dan... Mana ada seorang sekretaris diajak untuk menginap di hotel?! Dimana MAS?!"

Sejak tadi Surya terus bersembunyi di balik pintu kamarnya. Entah kenapa hatinya sakit ketika mendengar pertengkaran antara Ayah dan Bundanya. Ini sudah sering terjadi semenjak enam tahun yang lalu. Sejak Surya baru berusia 9 tahun. Tidak ada waktu untuk Surya merasa tenang, tanpa mendengar pertengkaran kedua orang tuanya.

Lalu, kemana sang kakak, Sandy? Sandy sudah besar, sekarang dia sudah mulai merintis karir. Dan Sandy juga jarang sekali pulang, paling pulang-pulang Sandy hanya untuk membawa baju ganti atau hanya sekedar melampiaskan amarah pada sang adik, Surya.

Bagaimana bisa? Bukan kah Sandy sangat senang ketika mendapat adik, dulu? Yah, itu dulu... Tapi sekarang, Sandy sudah berubah 180 derajat. Entah kesalahan apa yang diperbuat Surya, hingga Sandy sangat membencinya. Surya itu hanya sebuah sutra yang dikelilingi bara api. Seorang remaja polos yang ditusuk dari segala sisi.

Ceklek

Pintu kamar Surya terbuka, menampilkan sang Ayah yang kini menatapnya tajam. Samar-samar bisa Surya dengar suara sang ibu yang sedang meneriaki nama nya dan ayahnya.

"Dasar anak lemah!"

Plak

Satu tamparan mendarat di pipi mulus milik Surya. Menyisakan bekas merah yang rasanya pasti panas dan sakit.

"MAS! Kenapa kamu pukul anakku? Salah apa dia?!" Teriak Rani.

Arya melangkah kearah Rani yang masih berdiri di sisi pintu. "Kau masih tanya apa salahnya? Salahnya, karena dia LEMAH! DIA LEMAH! Aku benci seorang banci! Bahkan, dia tidak pantas berada di keluargaku!" Ucapnya.

Rani terdiam, dia tidak habis pikir atas apa yang dikatakan suaminya itu. Bagaimana bisa? Bukankah dia tahu, jika Surya memang memiliki penyakit sejak dia lahir? Dan, kenapa dia baru membahasnya sekarang?

Surya menundukkan kepalanya, jujur saja kepalanya terasa sangat berat. Bahkan, untuk menopang berat tubuhnya saja dia rasa tidak sanggup. Penyakitnya selalu datang saat yang tidak tepat.

Kuatkan aku Tuhan...-batin Surya.

Arya sudah berancang-ancang untuk menampar, tapi tangannya tertahan.

PANGERAN BUNDATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang