Prolog

49 12 6
                                    

Malam yang dingin dihiasi angin dan suara mobil dan kendaraan lain di Kota Seoul. Beberapa warga berjalan dengan tenang di trotoar, sebelum terkejut karena seseorang menabrak mereka. Ada yang bertanya-tanya, ada pula yang mengumpat dan hampir mengejarnya jika tidak ada yang menahan.

Pemuda itu berlari di sepanjang jalan.  Ia tidak membawa apapun kecuali baju yang ia kenakan. Sandal atau sepatu, pun, tidak ada di kakinya. Sesekali ia berhenti sejenak dan memegangi kepala yang terasa berdenyut.

Sampai di depan sebuah supermarket, ia melihat orang yang menjadi tujuannya semenjak tadi.  Gadis berambut lurus sepunggung, dengan poni depan menutupi dahi.

"Nina!"

Merasa namanya dipanggil, gadis yang baru keluar dari supermarket itu menoleh ke arah suara. Ia tampak terkejut.

Keduanya saling mendekat, meski dengan kecepatan yang berbeda. Pemuda itu sedikit berlari, sedangkan gadis itu berjalan ragu.

"Apa yang kau lakukan di sini?" Nina membuka suara. Raut wajahnya tampak tidak senang. Bukan benci, lebih terlihat sendu dan pahit.

"Apa maksudmu? Sudah jelas aku kemari untuk menjemput --ugh!" Sambil sedikit terhuyung, pemuda jangkung itu kembali meremas kepalanya yang terasa nyeri. Nina yang melihat itu spontan menggerakkan tangannya mendekat untuk menangkap pemuda di depannya. Namun tampaknya, gadis itu mengurungkan niatnya.

"Apa kau marah karena aku terlambat? Maaf. Ayo kita pulang sekarang," ucap si pemuda setelah bisa mengendalikan tubuhnya lagi. Ia pun menggandeng tangan Nina.

"Apa-apaan, kau!" Gadis itu menepis tangannya, membuat genggaman terlepas.

"Apa?"

"Aku bisa pulang sendiri." Gadis itu berjalan menjauh. "Ahngyeol ... kau tahu? Aku pikir mereka benar. Lebih baik kau jaga jarak denganku."

"Nina, apa yang kau bicarakan?" Ia benar tidak paham semua kalimat terakhir yang gadis itu ucapkan.

Ia berniat untuk mengejar Nina. Namun sebelum ia sempat melangkahkan kaki, segerombol lelaki berpakaian jas hitam formal mengepung dan menyeretnya masuk ke sebuah mobil.

"Lepas! Siapa kalian? Apa yang kalian inginkan dariku?"

Ia meronta, namun energinya serasa tidak cukup untuk melawan mereka. Kini, ia duduk terkurung dengan dua orang mengapitnya di kursi belakang mobil.

Ia benar benar tidak mengerti.

Mobil berhenti di depan sebuah rumah yang begitu asing, namun sangat mewah. Meski begitu, ia tetap berniat untuk kabur dari orang-orang asing itu. Terpaksa, seseorang membopongnya hingga sampai di sebuah kamar. Ia bisa mendengar suara kunci yang diputar, sekaligus suara sistem password 8 digit dari balik ruangan.

"Dokter akan segera datang, tenangkan dirimu." Suara seseorang terdengar.

Ia menjambak rambutnya. Situasi macam apa, ini. Ia hanya pingsan sebentar, tapi harus menghadapi banyak hal aneh setelah terbangun.

Ia berjalan ke arah jendela, dan membuka sedikit kain penghalang yang terjuntai.

"Sial." Ia berada di sebuah kamar di lantai dua. Meski pandangannya sedikit buram, ia bisa menangkap siluet beberapa orang yang berjaga di bawah. Mustahil untuk melarikan diri, kecuali ia adalah James Bond.

Ia baru saja berniat untuk menutup kembali gorden, ketika ia melihat bayangan wajahnya terpantul oleh kaca jendela. Ia sedikit memicingkan mata. Mengusap pipi, bibir, hidung, dagu, kemudian memperhatikan tangannya sendiri.

"Hah?" Ia berbalik dan memandangi sekeliling, lalu berjalan kearah cermin yang tergantung di samping tempat tidur.

Ia melihat bayangan wajah yang dipantulkan oleh cermin itu. Kembali lagi, ia memainkan wajahnya sebelum kemudian terdiam beberapa saat.

"Gyeol?"

bougenvilleap_bekasi

_queennzaaa

Lyviajkm

Silvaqueen__

Segitiga Pe(r)mudaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang