satu

81 55 14
                                    

"Mengapa kau ke Seoul? Bahkan urusan disini masih belum selesai, jangan bilang kau ingin mengacaukan semua ini dengan alasanmu yang kembali pada perusahaan ayahmu di Seoul." Sahut Jimin tiba-tiba, ia terlihat meminum secangkir kopi panas yang cocok diminum saat cuaca sedang sedikit dingin ini.

"Kau tahu, bahwa bulan depan kau akan menikah. Bahkan Junwoon sudah mulai menyiapkan semua ini." Ucap Jimin lagi, tak lupa dengan senyum yang diakhir perkataan.

Namun, Jeon Jungkook itu melihat kearah Jimin yang tepat berada dihadapannya ini, memandang wajah Jimin yang memuakkan itu selalu mengatakan Menikah, menikah dan menikah. Konyol memang, pria bermarga Park itu memaksakan dirinya untuk menikah dengan adik perempuannya beralasan hanya untuk perusahaan yang maju dan tidak memikirkan ujung dan perasaannya.

"Kau tau, semua ini tidak bisa digagalkan walaupun kau masih ingin kembali pada wanita itu." Ucapnya setelah kopi panas itu meluncur di tenggorokannya dengan halus, terlihat jakunnya naik turun hanya karena ia menelan kopi panas itu.

Jungkook mengepal kuat jarinya, rahangnya mengeras mencoba untuk tidak menyakiti Jimin disini. "Apa? Tidak bisa digagalkan?" Mata Jungkook yang tajam melihat kearah Jimin, lalu ia berdecih.

Badannya tegapnya yang dibaluti jas berkesan mahal mendekati Jimin, "Sampai kapan pun, aku tidak sudi untuk menerima atau menikahi adikmu." Putusnya yang ikut membuat Jimin merasa kesal olehnya.

Tetapi Jimin malah tersenyum remeh, "Kenapa kau selalu keras kepala? Sebelum ayah mu meninggal, apakah kau ingat bagaimana dia dulunya sangat ingin membuat sebuah perjodohan antara kau dan adikku? Dan nantinya, kedua perusahaan akan lebih jaya nantinya."

Lalu wajahnya berubah menjadi lebih datar dengan memandang wajah Jungkook. "Kau harus tahu, perusahaan ayahmu di Seoul tidak akan berjalan kalau tidak ayahku yang membantu. Kau sebaiknya harus tahu kebaikan."

Jungkook lagi-lagi mengepal kuat tangannya disisi tubuh, ikut melihat wajah Jimin yang benar-benar membuatnya semakin tak karuan dengan emosinya. Tidak ada perkataan yang keluar dari mulutnya setelah mendengar ucapan Jimin barusan.

"Bagaimana? Bahkan kau sekarang ingin melanjutkan pekerjaan di Seoul, yang benar-benar sudah dikendalikan ayahku dulu?" Perkataannya mulai meremeh, dan Jungkook setengah mati untuk tidak menunjukkan satu pukulan pada wajah Park ini.

"Ini agar kau bisa melupakan wani-"

Satu pukulan tepat pada tulang pipi Jimin, Park Jimin menoleh cepat sabab tinju yang di layangkan Jungkook barusan. Ia mendesis kesakitan. Ia merasakan ujung bibirnya yang terasa asin berpadu dengan besi karat, lantas ia memeganginya. Berdarah akibat Jungkook dengan emosinya yang tak terkendali.

"Bajingan!"

Jimin juga membalas dengan meninju wajah Jungkook, dan itu membuat wajah pria itu berbalik tapi ia juga menoleh cepat memegang wajahnya yang ikut terluka akibat balasan Jimin. Jungkook tersenyum miring, mendekat kearah Jimin sembari memegang kerah kemejanya dengan sirat matanya yang terlihat marah, "Jangan pernah mencampuri urusanku, ini pribadiku. Walaupun aku ingin kembali pada wanita itu apakah terlihat miskin bagimu?" Jungkook menghempaskan tubuh Jimin itu keras di atas lantai.

"Aku tidak akan pernah menikahi adik mu, dan juga aku akan tetap pergi ke Seoul dengan bekerja diperusahaan ku disana."

Jungkook melangkah pergi, meninggalkan Jimin penuh dengan dirinya yang merasa kalah dengan Jungkook yang ingin pria itu bertekuk lutut atas kenyataan ini. Ia menggeram tanda kekesalan tiada tara.

...

Jungkook duduk diatas sofa apartemennya dengan wajah yang sedang diobati oleh sang sekertaris-Im Yuna. Ujung bibirnya tengah diolesi oleh kapas basah yang jelas membuat Jungkook meringis kecil, tak main-main betapa pedihnya ini. Yuna memutar bola matanya malas, masih apik tangannya yang mengobati wajah Jungkook saat ini.

THE LIESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang