Memasuki tahun kedua dan ketiga waktu yang kujalani bersamanya, banyak hal yang indah yang sudah terlewati. Tapi tidak bisa dipungkiri bila diriku dan dirinya memiliki perbedaan yang memang harus masing-masing dari diri kita untuk belajar saling menerima. Hal ini pula yang akan membuat kita dewasa dan lebih memahami arti dari hubungan dengan sesama manusia.
.
.
.Tetapi, dari semua ketidaksempurnaan dirinya, yang membuat diriku harus bersabar berkali-kali adalah sikapnya yang egois. Memang diriku pun adalah sosok yang egois tetapi diriku tahu kapan diriku harus mengalah dan egois.
"Hinata, siang tadi kulihat dirimu berbincang dengan Ketua Kesiswaan sialan itu cukup lama didekat lapangan, untuk apa?" ujar lelaki itu tiba-tiba dari arah belakang dan mengangetkanku yang tengah mendata keperluan Festival Sekolah.
"Ah! Naruto-kun! Hh untung aku tidak jantungan!" balasku sedikit nada sedikit kesal.
"Jawab dulu Hinata!" tegasnya dengan nada memaksa.
"Hh... Naruto-kun, kau tidak lihat aku kan sedang sibuk saat ini, aku harus menyelesaikan sebelum bel pulang. Tadi siang pula aku dengan Sasuke-kun hanya berbincang masalah pertandingan besok," jelas ku dengan sabar. Aku tahu dirinya mudah cemburu, tapi kali ini dia sangat tidak masuk akal.
"Kan kau bisa tidak usah dekat-dekat dan banyak tersenyum seperti itu, seperti perempuan murahan saja," sarkas nya tanpa sadar. Mendengar nya mengucapkan kata yang seharusnya tidak ia ucapkan, seketika aku menghentikan tanganku yang dari tadi masih tetap menulis di papan jalan.
Aku menatap netra sapphire nya yang berapi-api itu dengan tajam. "Naruto, kau tahu. Kau sudah kelewatan dengan mengatakan itu." ucapku diikuti dengan dengan netra amethyst ku yang berkaca-kaca. Seperti sadar akan perkataan nya yang sudah melewati batas, dirinya terdiam tidak berkata apapun.
"Naruto, aku tau kau cemburu. Tapi kita harusnya bisa bicara baik-baik tentang ini. Aku pergi dulu, kita akan bicara lagi jika sudah sama-sama tenang," ujarku sambil berbalik badan dan meninggalkan nya. Langkahku yang semakin cepat menuntunku menuju kamar mandi wanita, langsung saja diriku memasuki salah satu bilik dan duduk menangis dalam diam. Ini pertama kalinya dia mengatakan kata kasar kepadaku seperti itu, aku tau itu tidak disengaja tapi tetap saja ini menyakitkan.
Beberapa kali aku sudah mengatakan kepada dirinya, bahwa kata-kata sarkas tidak seharusnya digunakan dengan sering. Jika sewaktu-waktu dia salah mengatakan nya di waktu yang salah maka bisa saja orang lain sakit hati. Dan itu akhirnya terjadi kepada diriku kali ini, seperti percuma saja aku telah mengingatkan nya. Memang jika sudah sifat cukup susah untuk merubah nya, diriku lah yang harus mengerti dirinya. Tapi apakah diriku tetap bisa?
.
.
.Diriku adalah anak pertama dalam keluargaku, sehingga lebih sering aku dituntut untuk sempurna dan bisa melakukan segala hal. Tidak cukup dengan masalahku waktu itu dengan dirinya yang membuat diriku tidak bersemangat, keluargaku pun menjadi salah satu pemicu diriku menjadi pribadi tidak percaya diri.
Mereka menuntutku untuk menjadi pribadi yang sempurna, dan aku sudah berusaha untuk mewujudkannya. Tetapi ketika aku bisa mewujudkannya, mereka tidak mengatakan bahwa aku sudah berhasil atau memujiku barang satu kali pun. Karena itulah aku menjadi tidak percaya diri dan selalu memikirkan segala hal yang tidak penting.
Ada kalanya aku menangis sendiri dalam diam ketika malam tiba, karena aku merasa diriku belum lah menjadi apa yang mereka mau. Disaat seperti itulah diriku membutuhkan sandaran yang bisa menguatkan diriku yang rapuh itu.
Tetapi semua yang aku pikirkan tidaklah semudah itu, dirinya adalah pribadi yang menggunakan logika dibandingkankan perasaannya. Dibanding menenangkan ku dia malah mengatakan bahwa aku hanya berlebihan dan harusnya aku bisa tenang jika tidak memikirkannya berlebihan.
Saat itu aku hanya berpikir,
'Ah, percuma aku bercerita dengannya, dia pun tidak akan paham'. Maka semenjak itu aku pun tidak pernah menjadikannya tempat bercerita ketika aku berada di titik terbawah diriku kala itu..
.
.
"Percuma mengingatkan mu, tidak akan dipahami"
.
つづく
Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
あなたを手放す- Anata o tebanasu [Melepaskanmu] [Naruto Fanfiction]
Fanficあなたを手放す- Anata o tebanasu [Melepaskanmu] Sebuah buku harian yang ditulis oleh Hinata Hyuuga, seorang gadis yang berada di ujung pilihan hidupnya. Apakah dia harus memilih untuk maju atau tetap berada pada pilihan yang sama. Naruto ® Masashi Kishimot...