Paula Surya adalah perempuan berusia 19 tahun yang tengah menjalani hari-hari sebagai pengangguran lebih dari 1 tahun. Kehidupan sekolahnya telah berakhir namun rasa malas yang dimiliki tetap melekat hingga kini. Ssst, jangan bilang-bilang tetangga jika dia malas, ya.
Perempuan itu memang malas, namun tangannya tetap aktif selalu mencari lowongan pekerjaan. Mulai dari Linkedln, jobstreet, atau sosial media lainnya. Sayangnya hingga kini belum ada HRD yang ingin menggunakan tenaga dan pikirannya. Mungkin karena banyaknya faktor, contoh: satu, dia seorang lulusan SMA yang memilih bekerja. Dua, skill yang dia punya tidak memiliki sertifikat jadi kurang bukti. Tiga, belum rezekinya.
Lalu kenapa tidak kuliah? Itu adalah yang dia inginkan tapi semua butuh biaya. Orang tuanya sudah tidak sanggup untuk menyekolahkannya di perguruan tinggi. Kakak? Sudahlah, kakaknya yang satu itu sangat tidak bisa diharapkan.
Sejak dulu dia minta uang kepada orang tuanya pun hanya untuk administrasi sekolah, buku dan seragam. Untuk biaya tambahan lain, dia memakai tabungan dari uang jajannya. Jadi, dalam kamus hidup Paula jika ingin main mending buat janji 1 bulan sebelumnya.
"La, kenapa?" tanya Bu Ratih selaku pemilik kosan.
Oh ya, sekarang Paula memang seorang pengangguran, namun dia tetap dapat penghasilan dari menjaga kosan. Tidak banyak memang upahnya karena dia juga numpang tinggal di kosan Bu Ratih yang merupakan tetangga rumahnya dulu. Ya, setidaknya untuk makan dan kirim-kirim sedikit buat orang tuanya dia masih mampu walau harus tahan makan layak.
Sepertinya gampang ditebak mengapa Paula yang pengangguran memilih merantau cukup jauh dari rumah, karena keadaan rumahnya sudah cukup memuakkan untuk perempuan tersebut. Keluarganya masih menjunjung tinggi patriarki alias laki-laki adalah segalanya. Ya, contohnya adalah Rangga. Kakak satu-satunya yang sekarang tengah menjalani kuliah semester 9 dan sepertinya berniat menjadi mahasiswa abadi. Berulang kali Paula beritahu kedua orang tuanya untuk berhentikan kuliah Rangga, namun yang terjadi kakak biadab itu malah mengadu dan mengada-ada bila Paula iri padanya karena tidak bisa kuliah.
"La?"
"Eh, Bu. Enggak apa-apa, kok," ujar Paula sambil minum es batu.
Bu Ratih tersenyum, "ndak usah dipikirin besok mau makan apa, ya. Masih ada Bu Ratih."
Paula senyum terharu karena masih ada orang baik di dunia ini kepadanya. Belum juga dirinya melemparkan diri ke pelukan Bu Ratih, perempuan berusia 45 tahun tersebut sudah pergi dahulu karena dia tahu betapa sesaknya dipeluk seorang Paula. Namun, meski sedikit mencibir Paula tetap tersenyum.
"Idih, lo kenapa, La? Sehat, kan? Harusnya, sih iya. Soalnya kan kemarin gue kasih ayam kaepci," ujar tiba-tiba perempuan yang berpenampilan bak pramugari.
Paula menoleh dan tatap sinis. "Mbak Rini, ngapain, sih. Sana kerja, terus kasih tahu di Bulan apa yang diskon ... eh, tapi kalau belanja baju di Bulan mahal-mahal."
Rini menggeleng-geleng karena tidak paham dengan ocehan teman satu kosannya tersebut. Berhubung matahari semakin terik, Rini pamit pergi sebab telah dijemput sang kekasih. Dan, ya Paula harus melihat aksi uwu-uwu pada pagi hari ini. Ya, wajar masih romantis orang baru jadian beberapa minggu lalu.
"Cekek gue aja bisa enggak, sih?" ujarnya kemudian masuk kembali ke kamarnya untuk tidur sebelum aktifitas lagi nanti siang.
![](https://img.wattpad.com/cover/287354088-288-k32328.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Nothing: U en Mi
Novela JuvenilPaula perempuan 19 tahun yang bertahan hidup di kosan Bu Ratih dengan banyak melakukan pekerjaan ringan yang menghasilkan pundi-pundi rupiah. Ya, itu dilakukannya sambil menunggu panggilan interview yang entah kapan ada. Namun, beberapa bulan di kos...