Sesosok remaja tengah berdiri di atap sekolah sembari melihat bulan yang indah. Jam tengah menunjukkan pukul 23.30, namun sosok itu masih berdiri sembari melihat ke langit. sekolah telah ditutup dari jam 17.00 tadi, pintu gerbang pun telah digembok rapat. Namun, remaja itu masih engga untuk beranjak dari tempatnya.
"Ma... Aku kangen, mereka masih belum bisa maafin aku. Wajar sih, aku yang buat mereka pisah sama mama, maafin aku ya ma gara-gara aku mama gak bisa kumpul bareng kita lagi. Tunggu sebentar ma, sebentar lagi aja sampe ulang tahun papa, habis itu ijinin aku buat nyusul mama ya? Aku cape ma, disini udah beda, gak ada tempat buat orang kaya aku. Tapi kalau aku nyusul mama, mama mau nerima aku kan ma?" helaan nafas mengakhiri ucapan remaja itu.
Kalau saja ia tau bahwa semua akan seperti ini, ia bersumpah bahwa tak akan pernah menyuruh mamanya untuk menjembutnya. Mau disesali juga percuma, sekarang mamanya telah pergi kembali ke pangkuan Tuhan. Ia sadar, kematian mamanya adalah kehancuran dunia untuk dirinya. Setelah semua selesai, ia sendiri yang akan pergi menyemput ajalnya, setelah semua selesai, dirinya sendiri yang akan mengakhiri semua lara yang ia rasakan saat ini. Dan pada saat itu tiba, ia hanya menginginkan maaf dari semua keluarganya.
Mengecek kembali jam tangannya, ia lantas pergi ke halaman sampin sekolahnya dan melompati pagar untuk kembali pulang.
"Saatnya kembali ke realita" gumannya.
Malam ini menjadi saksi betapa Lelah remaja itu, jiwa dan fisiknya seakan remuk dan siap hancur dihadapan semesta.
"Sebentar lagi, dan gue boleh berhenti" lirihnya pelan sembari berjalan ke rumahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
UNIVERSUM
Teen Fiction"mah abang noh" "mah Givan mulai duluan" "mah makanan adek mana ya?" "mah kaos kaki ayah hilang sebelah" "ma-" "diem ga?! dari pada figo potong lidah kalian satu-satu" "..... " "makasih kak" ini cerita keluarga pak Dimas dengan ibu Amanda mengasuh 4...