Nenek lo, nenek gua juga

12 8 6
                                    

***
Nenek lo, nenek gua juga.
***

Bulan ini adalah bulan ke tiga di semester pertama untuk Fahri dan Lavina. Mereka masih tak menyangka waktu bergulir dengan cepat sehingga mereka merasa tiba-tiba sudah bulan ke tiga.

"Lav, gak nyangka ya udah 3 bulan aja kita jadi mahasiswa." Ucap Fahri saat akan menuju kelas bersama Lavina.
"Iya, ternyata kuliah sepadat ini yah. Tapi kalo gue sih, very fine. Beda kalo sama lo, curut." Ledek Lavina pada Fahri yang menurutnya pemalas.

Saat sedang berjalan, menuju kelas tiba-tiba Lavina mendapat telfon kalau hari ini neneknya meninggal.

Lavina diam terpaku membeku, ia sangat shock dengan ucapan Mamanya. Lavina tak menyangka akan ada berita duka hari ini, sepagi ini.

Memang, Nenek Lavina sudah lama sakit. Lavina pun sadar neneknya sudah rentan.
"Ri, lo sekolah yang bener yah. Gue mau pulang, tipsen yah. Makasih, gue cabut dulu naik ojek." Ucap Lavina sambil buru-buru keluar kampus karna ia harus pulang lebih cepat.

Fahri pun tak kalah cepat untuk menyusul Lavina, bahkan Fahri akan mengantar Lavina untuk ke rumah neneknya yang jaraknya lumayan jauh dari rumah Lavina.
"Lav, tunggu dong. Mama lo udah ke rumah nenek lo dari semalem kan? Lo mau kerumah nenek sama siapa? naik apa?" Tanya Fahri sedikit cemas dengan Lavina

"Naik apa aja dah yang penting sampai" Jawabnya singkat.

"Udah, lo gue anter aja. Gue juga tau rumah nenek lo dimana. Lo ga perlu risau. Kita kesana bareng." Ajak Fahri pada Lavina sambil mempercepat langkahnya ke parkiran.

"Udah lo kelas aja, inikan yang meninggal nenek gue." Jawab Lavina dengan cepat.

"Nenek lo nenek gue juga Lav, kan kita udah sama-sama kenal. Udah pokoknya gue anter lo oke udah lo gak usah bawel kita langsung ke rumah nenek lo." Cerca Fahri pada Lavina sehingga membuat Lavina pasrah dengan keadaan.

"Yaudah terserah lo." Jawabnya singkat.
Air mata bercucuran dari mata Lavina. Pikirannya begitu kacau,perasaannya sangat sedih,rautnya sangat kalut. Air matanya berlinang tanpa henti selama perjalanan.

Sebelum ke rumah neneknya, Lavina pulang ke rumah terlebih dahulu untuk menyiapkan pakaiannya karna ia akan menginap disana selama beberapa hari. Tandanya, Lavina akan bolos kelas selama beberapi selama ia menginap dirumah neneknya.

Jarak tempuh dari rumah Lavina ke rumah neneknya memakan waktu lumayan lama, kira-kira satu setengah jam perjalanan. Lavina merasa matanya lelah menangis karna kepergian neneknya. Tapi ia juga tak bisa menghentikan air matanya yang terus menetes membasahi pipinya yang merah merona itu.

"Lav, jangan nangis dulu dong ini lagi dijalan soalnya. Nanti kalo lo ngantuk, terus kepala lo pusing. Gue takut kalo nanti lo terbang kena angin. Udah ya jangan nangis dulu, nangisnya disana aja." Nasihat Fahri pada Lavina karena Fahri khawatir dengan kesadaran Lavina yang terus menangis.

Kali ini, Fahri sangat berhati-hati dengan keadaan Lavina. Karna biasanya, Fahri seperti pembalap motor yang mengebut dijalan raya.

Sebenarnya Fahri khawatir Lavina akan jatuh sakit, karna Lavina cukup rentan dengan sesuatu yang membuatnya shock.
10.30

Lavina dan Fahri sudah sampai di rumah duka, disana banyak sekali pelayat mulai dari tetangga hingga kerabat mama dan saudara lainnya.

Lavina langsung pada Jenazah neneknya yang terbujur kaku. Lavina memeluk erat untuk yang terakhir kalinya sambil menangis dipelukan neneknya.

"Lavina, yang ikhlas ya nak. Udah kamu nemenin Fahri dulu, atau kamu suruh ke belakang aja ambil minum." Perintah mamahnya sambil mengelus pundak putrinya yang tengah menangis.
"Iya maa.."

Lavina langsung menuju pada Fahri yang menunggu diluar dan langsung menyuruh Fahri masuk sesuai perintah mamanya.
"Ri, masuk aja. Langsung kebelakang yah. Disuruh mama."
"Oke."

Fahri sudah menuju ke belakang sedangkan Lavina duduk disamping neneknya dan membacakan doa-doa. Lavina tak henti-hentinya menangis.
tiba-tiba

brukk

"Astaghfirullahhaladzim Lavina.." Saudara Lavina kaget karena Lavina pingsan.
Lavina tak sadarkan diri. Ia jatuh ke lantai. Saudara Lavina pun langsung menggotong tubuhnya dan dibawa ke ruang tengah. Tanpa berfikir panjang salah satu saudara Lavina langsung mengambil minyak kayu putih dan membuatkan teh hangat untuk Lavina.
Fahri langsung menghampiri Lavina yang terbaring dikasur.Fahri hanya terduduk sambil memijat kepala Lavina. Fahri tau bahwa Lavina pasti pusing karena Lavina menangis dibawah terik matahari saat perjalanan.

12.45

Nenek Lavina akan dimakamkan sebentar lagi. Lavina tengah bersiap untuk mengantarkan neneknya ke tempat peristirahatan terakhirnya.
Sebenarnya, Om Ari salah satu om Lavina melarang Lavina untuk ikut ke pemakaman neneknya karena kondisinya kurang baik. Bahkan Fahri juga melarang Lavina karena saat ini sangat terik. Fahri tau terik ini akan membuat keadaan Lavina semakin buruk.

"Lav, Lavina dirumah aja nggak papa.Nggak usah ikut ke pemakaman nenek nggak papa. Dirumah aja ya? kan ada Fahri." Kata Om Ari

"Iya Lav bener, lo dirumah aja. Ini terik loh, ntar lo bisa nambah pusing. Dirumah aja ya sama gue?" sambung Fahri.

"Nggak. Lavina tetep ikut ke pemakaman nenek. Ini terakhir kalinya nenek ada di samping Lavina. Lavina nggak mau ngelewatin hari terakhir bareng nenek. Nenek juga pernah bilang ke Lavina, kalo nanti nenek meninggal, nenek minta Lavina yang bawa bunga." Tegasnya.
Akhirnya Om Ari mengizinkan Lavina ikut ke pemakaman neneknya dan tentunya ditemani oleh Fahri. Untuk berjaga-jaga kalau terjadi apa-apa dengan Lavina.

14.30

Pemakaman neneknya sudah selesai. Lavina sudah menuju ke rumah neneknya. Pemakaman nenek Lavina tidak memakan waktu terlalu banyak karena tanah sudah digali dua jam sebelum pemakaman.

Jarak dari rumah ke pemakaman pun juga tidak terlalu jauh. Ditambah, posisi makam nenek Lavina juga mudah.
Sesampainya dirumah, Lavina langsung beristirahat. Mendudukan tubuhnya disofa dengan saudaranya sambil berkipas-kipas. Sedangkan Fahri menunggu didepan. Fahri berbincang dengan Om Ari dan saudara Lavina yang lainnya. Lavina menangis. Masih belum ikhlas dengan kepergian neneknya.

"Kak Lavina, udah ya jangan nangis lagi. Yuk ikhlasin nenek bisa nenek dikasih jalan yang terang disana." Ucap Farida, adik sepupu Lavina menenangkan Lavina.

"Dek, tapi Kak Lavina masih belum bisa bahagiain nenek. Kak Lavina masih pengen dimanja nenek, masih pengen dimasakin sup ayam nenek, kalo Kak Lavina ada masalah sama mama Kak Lavina ngadu ke siapa kalo bukan nenek." Jawab Lavina dengan tangisnya yang semakin pecah.

"Yaudah kalo kamu masih pengen nangis, nangis aja. Tapi ikhlasin nenek ya, kasian juga nenek disana kalo kamu gak ikhlas jalan nenek disana jadi gelap." Nasihat Amir, Kakak sepupu Lavina.

"Iya kak, Lavina bakal coba ikhlasin nenek pelan-pelan."

15.00

Hari sudah sore, Fahri izin pamit pada Lavina untuk pulang ke rumah.
"Lav gue balik dulu yah, lo baik-baik disini. Kabarin gue kalo ada apa-apa." Pamitnya

"Iya Ri.Gue bakal kabarin lo.Hati-hati dijalan. Jangan ngebut. Minggir dulu kalo capek." Pesan Lavina untuk Fahri.
"Loh nak Fahri langsung pulang? Nggak nginep sini aja besok pagi baru pulang?" Tanya Tante Desi, salah satu tante Lavina.

"Nggak Tan, besok ada kelas. Terus juga mau absenin Lavina." Jawabnya

"Yaudah nak hati-hati."

---
Turut berduka cita untuk perasaanmu yang tak terbalaskan :(

Eh nggak denggg, turut berduka cita untuk Lavina yaa. Semoga Lavina diberi kesabaran :,))

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 07, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Garis TerdepanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang