Bab 2. Sesajen Rumah Merah

63 9 2
                                    



Di meja makan yang terbuat dari kayu jati, terlihat Ambar, Adiwangsa dan Asih sedang duduk dengan tenang sambil menyantap sarapan paginya. Adiwangsa terlihat lebih tenang karena Gagas sudah pergi meninggalkan rumahnya ,namun tiba-tiba Asih membuka topik ditengah sarapan paginya.

"Pa, emang masalah Bapak sama pak Gagas itu apa sih? Setiap pagi dia selalu saja kesini," ucap Asih dengan nada yang sedikit resah.

"Si Gagas itu, dia selalu paksa Bapak buat ikut acara yang digelar sama pak RT!" Jawab Adiwangsa.

"Terus kenapa Bapak engga ikut aja biar Pak Gagas puas!?" Tanya Asih kesal.

"Menurut Bapak, acara yang pak RT buat itu sedikit aneh!" Ucap Adiwangsa.

Ambar yang sedang menyeruput air sayur asem pun segera menaruh mangkuk nya kembali di atas meja, dengan wajah penasaran dia pun bertanya kepada Bapaknya yang terlihat sedang mengunyah tempe goreng buatan Asih.

"Aneh gimana, pa?" Tanya Ambar menyela keseriusan kedua orangtuanya.

"Iya pa, aneh gimana maksudnya?" Tanya Asih dengan wajah penasaran.

"Gini loh, acara yang pak RT buat itu dilaksanakan nya setiap malam Jum'at keliwon, terus yang di undang cuma kepala keluarganya saja. Bapak jadi engga nyaman kalo ikut-ikutan acara yang engga pasti!" Ucap Adiwangsa menjelaskan kekhawatiran dan keraguan nya.

Ambar menganggukan kepalanya mengerti. Jam terlihat menunjukan pukul 08.07 pagi, matahari sudah terik sejak beberapa saat lalu dan berusaha keras memberikan cahayanya kepada bumi ini. Namun ketika keluarga Ambar hampir menyelesaikan sarapan nya tiba-tiba suara gedoran pintu terdengar keras dari luar.

Suara tersebut menusuk-nusuk telinga ketiganya, dengan wajah terkejut Asih segera beranjak dari kursi dan berjalan ke arah pintu yang kini dipenuhi oleh suara gedoran dari luar. Dor dor dor... dor dor dor...

Ketika Asih membuka pintu rumahnya dia malah melihat Puspita yang datang dengan wajah tersedu-sedu, Asih bingung mau berkata apa namun kini perasaan nya juga ikut cemas ketika melihat teman sebayanya menangis seperti ini.

"Ada apa Puspita?" Tanya Asih bingung, namun khawatir.

"Asih, kamu lihat Anakku?" Tanya Puspita cemas bukan main.

"Maksudmu Anjani?" Tanya Asih sedikit menenangkan nafasnya yang awalnya ikut tak beraturan.

"Iya emangnya siapa lagi kalo bukan Anjani. Kamu lihat dia?" Tanya Puspita ikut menenangkan nafasnya.

Ambar yang sedang merapihkan piring pun terlihat penasaran dengan apa yang dibicarakan kedua ibu-ibu itu, nadanya terdengar sangat tegang dan buru-buru, deru napas dari keduanya terlihat saling mengkhawatirkan namun Adiwangsa pun berkata.

"Kamu penasaran? Itu ibunya Anjani..." ucap Adiwangsa memberitau.

"Bu Puspita?" Tanya Ambar bingung.

"Iya"

Jiwanya semakin penasaran, namun saat Ambar mulai mencuci piringnya tiba-tiba piring yang awalnya dia pegang kuat-kuat jatuh begitu saja dan pecah. Semuanya hancur dan tak tersisah, Adiwangsa terkejut begitu juga dengan Puspita dan Asih. "Kamu kenapa?" Tanya Adiwangsa.

"Engga kenapa-napa pa, cuma kepeleset aja... soalnya licin!" Ucap Ambar terkejut.

▪︎□▪︎

Di sebuah ruangan yang gelap, pengap dan berbau apak terlihat Anjani yang sedang duduk di atas kursi kayu. Pergelangan tangannya di ikat kuat dan mulutnya yang disumpal oleh kain tebal yang digulung kuat hingga dia tidak dapat bersuara. Wajahnya terlihat ketakutan dan merasa bingung dengan dimana dirinya berada.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 03, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

TUMBALTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang