"Jadi sebenarnya ada hubungan apa sih Ana sama Pak Dimas?" tanya Gian berbisik. Saat ini Gian dan Miko tengah memperhatikan Ana yang sibuk mengobrol dengan teman-temannya. Kejadian di ruang uks itu benar-benar membuat Gian dan Miko penasaran dengan hubungan Ana dan guru olahraga itu.
"Kalau lo tanya ke gue, gue tanya ke siapa?" jengah Miko yang juga tidak tahu apa hubungan Ana dengan Pak Dimas.
"Anjir! Ya kali Ana pacaran sama guru sendiri."
"Lah, kenapa lo kesel? Emang kenapa kalau Ana beneran pacaran sama Pak Dimas? Pak Dimas juga masih single," heran Miko.
Gian menggaruk kepalanya tidak gatal. Iya juga, kenapa Gian harus merasa kesal? Bukan kah hal yang wajar jika laki-laki dan perempuan single jatuh cinta? Sebantar? Memangnya Ana jomlo? Jika Ana memiliki hubungan dengan Pak Dimas lantas siapa laki-laki yang menggendong Ana kemarin? Ah sudahlah kenapa Gian harus bingung.
"Iya juga kenapa gue kesel?"
"Aneh lo!"
Gian dan Miko kembali mengamati interaksi Ana dengan teman-temannya. Mereka masih memutar otak, langkah apa yang harus mereka ambil untuk misi baru Gian menaklukkan hati gadis yang tidak menyukainya.
"Gue terima deh misi baru dari lo," ujar Gian membuat Miko sedikit tidak percaya.
"Ah yang bener?" Miko memeriksa suhu badan Gian takut sahabatnya itu tiba-tiba demam tinggi dan membuatnya melantur. "Normal kok suhu badan lo."
Tidak terima dengan perlakukan Miko, Gian menepis tangan laki-laki itu dari keningnya.
"Ya emang gak sakit!"
"Kenapa tiba-tiba banget mau? Padahal dari kemarin lo kekuh gak mau deketin Ana."
Gian memamerkan senyum liciknya membuat Miko curiga. Seabsurd-absurdnya dirinya dalam hal memberi misi baru lebih absurd lagi Gian jika sudah menggunakan otak kanannya.
"Lo mau misi baru kita ini lebih menantang, kan? Ya ini mau gue lakuin."
"Gila lo! Jangan bilang lo mau ngerebut Ana dari Pak Dimas?"
"Why not? Bukankah milik orang lain lebih menarik?" Gian menaik-turunkan kedua alisnya seakan-akan bangga dengan apa yang dipikirkannya. "Inget ya, kalau gue berhasil bikin Ana suka sama gue, PS 5 sama motor sport lo punya gue." Gian mengingatkan Miko akan perjanjian mereka di awal.
"Saingan lo Pak Dimas, Gi, lo yakin?"
"Lo ngeraguin gue?"
Miko sedikit berpikir, jika Gian sudah bertekad maka tidak ada yang tidak mungkin. Namun bagaimana jika misi kali ini akan mempengaruhi kehidupan sekolah mereka? Bukankah tidak bagus jika bersaing dengan guru sendiri.
Miko mengangkat kedua bahunya acuh, ditahan pun Gian akan tetap melakukan misinya itu.
"Terserah deh."
"Satu lagi."
"Apa?"
"Kalau gue berhasil bikin Ana suka sama gue, lo harus temuin dia buat gue."
*****
Memang tidak ada yang mudah di dunia ini termasuk mendapatkan hati seorang wanita. Tapi kita tidak akan tahu hasilnya jika tidak mencoba bukan? Gian memiliki waktu 3 hari untuk membuat Ana suka kepadanya. Jika dirinya gagal, Miko akan mengambil alih satu-satunya aset penting di hidup laki-laki itu.
"Ana, ya?"
Gian menyapa Ana yang tengah duduk seorang diri di depan kelas yang entah menunggu apa di waktu jam kosong di saat kedua temannya pergi ke kantin.
"Bukan."
"Terus siapa?" Gian beralih duduk di samping gadis yang kini memejamkan matanya itu.
"Batu."
"Batu kok cantik."
Seketika Ana menegakkan tubuhnya, melirik pria yang mengganggu ketenangannya itu. Ia menghela napasnya panjang lalu beranjak berdiri.
"Mau ke mana?" tanya Gian ikut berdiri.
"Neraka. Mau ikut?" dengan langkah gontai, Ana memasuki kelas. Di belakangnya Gian mengikuti.
"Serem amat Na ke neraka." Ana tidak mau terus berlanjut menanggapi Gian, ia memilih untuk tidur di bangkunya.
Gian Rafardhan... sang penakluk hati perempuan... itu yang Ana dengar. Entah apa daya menariknya sampai mendapat julukan itu. Tidak sedikit pun Ana melihat ada yang spesial dari cowok itu sampai banyak gadis yang luluh kepadanya. Bagi Ana, Gian hanya laki-laki php yang sering mempermainkan hati perempuan.
Gian duduk di bangku kosong di samping Ana. Meskipun di punggungi, Gian tidak akan menyerah begitu saja untuk mendekati Ana. Ia hanya memiliki waktu 3 hari untuk membuat Ana suka kepadanya.
"Gak capek, Na tidur mulu?" Gian menusuk-nusuk lengan Ana untuk mendapatkan respon.
Ana masih tetap pada posisinya, berusaha untuk tidak menggubris.
"Na... Ana..."
Ana merasa kesabarannya sudah habis, tanpa mengangkat kepalanya, Ana menendang kaki kursi yang di duduki Gian sampai terguling ke lantai. Seketika suara bising di kelas berubah senyap, semua mata tertuju pada Gian yang terduduk di lantai. Di tempatnya Gian tak berkutik, ia masih menatap cengo Ana yang ternyata memiliki tenaga yang cukup kuat.
KAMU SEDANG MEMBACA
SLEEPYHEAD
HumorHidup dengan dua pria tampan membuat Ana membenci takdir hidupnya... tidak, bukan berarti Ana membenci Papa dan adik kembarnya yang memiliki paras tampan. Hanya saja ia tidak suka jalan takdir yang diberikan kepadanya dengan kepribadian yang sangat...