"Sedikit salah tingkah di depan gebetan bisa buat malu ndak karu-karuan. Jadi, ayo minum banyak air sebelum papasan sama gebetan!"
── ── ──
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀
⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀⠀Hari ini adalah hari yang sangat menyebalkan untuk Wayang. Rambutnya yang sedikit berantakan disertai seragam yang nampak kusut pun rupanya yang sedang merajuk.
Beberapa umpatan kecil keluar dari mulutnya untuk sang kembaran. Tangannya masih setia mencabuti rumput yang tumbuh panjang di halaman belakang. Bersyukur karena dia berada di bawah pohon rindang, tidak terlalu kepanasan.
Tangannya mencabuti rumput dengan kasar, dengan bayangan dalam kepala sedang menarik paksa rambut di kepala sang kembaran yang mulai panjang. Sadis memang, tapi sebanding dengan apa yang dia rasakan hari ini.
"Awas aja kalau ketemu, bukan cuma rambut kamu. Kepala kamu itu aku copot dari tempatnya."
Helaan nafas kasar bersamaan dengan tubuhnya yang didudukkan kasar di atas rerumputan. Tangannya melempar rumput di depan dengan sembarangan. Mukanya kian mendung dipandang.
"BUNDAA, DAWA NAKALLLLLLL." Dia berteriak dengan kencang, sembari kakinya yang digerakkan menendang. Berfikir bahwa dia sendiri di tempat yang memang sangat jarang dijamah siswa-siswi.
Padahal sebenarnya di belakangnya ada seorang jejaka yang mengamati, belum lama memang, namun dia dengan jelas melihat Wayang berteriak seperti anak kecil yang kehilangan mainannya. Sepertinya ini sudah kedua kalinya dia melihat pemandangan seperti ini.
Senyum di rupa jejaka itu lebar, menahan kekehan yang ingin diledakkan. Dadanya berdebar seperti biasanya, senyuman yang jarang nampak di rupa dengan mudah bernaung dengan indah. Memang jatuh cinta bawa banyak bahagia ya, pada beberapa masa.
Senyumannya beralih menjadi kepanikan saat mendengar isakan dari seorang yang diamatinya sejak tadi. Kakinya melangkah dengan cepat. Berjongkok di hadapan Wayang yang masih menundukkan kepalanya.
"Wayang?"
Wayang nampak terkejut saat mengangkat kepalanya, kedua netranya membola disertai air mata yang masih mengalir di sana.
"Alang?"
"Kamu kenapa Wa?? Kepanasan atau tangannya kena rumput tajam??"
Wayang menggelengkan kepala dengan isakan yang kian terdengar. Tangannya bergerak mengusap air mata yang tidak ingin dihentikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kronologi Relasi
Roman pour Adolescents⠀⠀ Ini tentang penaka kisah cinta, yang bukan biasa. Tak seperti asmaraloka lainnya, bukan berawal dari pertemuan tanpa sengaja. Namun, sebuah penggambaran bahwasanya sama cinta tak harus bahagia bersama, tapi butuh perjuangan jua adorasi yang terka...