Kata lebah kecil sebelum baca, ayo tinggalkan jejak ya sahabat lecil🐝💚
Bisa teken love di sebelah kiri sama jejak komen supaya teteh semangat nulisnya hihi👻
Enjoy sayang💚💚
🐝🐝🐝
Sudah dua bulan semenjak terakhir kali Sisi, Raga, Yogi dan juga Rahel berkumpul. Kini mereka tak pernah kembali berkumpul seperti waktu itu, mereka sibuk dengan kegiatan masing-masing. Apalagi Rahel dan Yogi yang sudah kelas 12. Sudah harus benar-benar mempersiapkan diri untuk bangku kuliah mereka nanti, karena belum apa-apa saja tugas mereka sudah menggunung. Belum lagi hafalan dan kuis-kuis yang terkadang bisa tiba-tiba di berikan oleh gurunya.
Sisi terkadang sering datang ke kamar Rahel untuk sekedar memberikan susu hangat baginya, tak peduli banyak jika Mamah akan memarahinya karena di anggap mengganggu waktu belajar Rahel.
Atau Sisi akan mengirimi Rahel pesan saat sedang istirahat, seperti sekarang.
"Serius amat, Buuuuuu." Raga yang tiba-tiba sudah berada di belakang gadis itu tentu saja mengundang umpatan dari Sisi.
Untung saja Sisi tak reflek memukul wajah tampan milik Raga. "Heh buset, kaget gue."
Yang punya dosa saat itu hanya tercengir polos, lalu tanpa permisi ia mendudukan dirinya di sebelah Sisi. "Hehe, abis serius banget gue perhatiin."
"Ini, si Teteh chat gue. Masa katanya dia tadi di suruh ke depan padahal dia ketiduran hahaha." Sisi bercerita, ia malah menunjukan beberapa chatnya dengan Rahel pada Raga. "Terus dia ga bisa, akhirnya dia nunjuk kak Yogi buat bantuin di depan, padahal mereka sama-sama ketiduran. Kan bengek hahaha."
Lelaki tampam itu hanya tersenyum tipis, sejujurnya tak fokus pada cerita Sisi. Ia malah asik memperhatikan wajah cantik Sisi yang kini sedang tersenyum cerah. Akhir-akhir ini Raga seperti ketagihan melihat senyum itu, Rasanya Raga ingin melakukan segala cara untuk melihat Sisi seperti ini.
Namun, kebiasaan melamun perempuan itu nyatanya belum bisa di hilangkan. Karena hingga kini, ia masih sesekali tenggelam dalam lamunannya.
"Eh, Ga, gue mau nanya dong," ucap Sisi tiba-tiba.
"Kita sebelumnya, pernah kenal ga sih?" Pertanyaan itu, mampu membuat Raga membolakan matanya. Karena sesungguhnya ia sama sekali tak pernah membayangkan akan di ajukan pertanyaan itu oleh Sisi, apalagi tiba-tiba seperti saat ini.
"Kita ke rooftop yuk?" Raga melirik ponselnya, melihat berapa lama waktu yang masih ia miliki. "Gue juga pengen ke rooftop kaya waktu itu lo sama Teh Rahel."
Sisi mengangguk dengan enteng, tak curiga sama sekali dengan ajakan Raga yang sebenarnya juga tiba-tiba. Maka dari itu ia bangkit dan berjalan beriringan dengan Raga saat ini.
"Ini, kebawa ternyata hehe, buat lo aja." Raga mengulurkan tangannya memberikan sebuah kotak susu dan bengbeng pada Sisi.
"Kebawa apanya, gue tau lo sengaja bawa dih." Memang benar ya, Sisi itu mulutnya sangatlah tidak bisa di ajak kompromi.
"Dikasih, bukannya bilang makasih lu ya, malah ngelunjak," sungut Raga dengan wajahnya yang datar.
"Hehehe, kan gue udah bilang, gue aslinya nyebelin. Kalau gue baik itu pencitraan aja," ucap Sisi juga tak kalah datar.
Raga menggelengkan kepalanya, tak habis pikir dengan gadis yang satu ini. "Pertanyaan lo yang tadi, mau gue jawab apa, udah kenal lama apa baru?"
"Bego, mana ada konsepnya kaya gitu anjir?" Sisi menatap Raga dengan wajahnya yang mengernyit. "Awalnya gue ga kepikiran ya, tapi dua bulan ini kaya Teteh tuh sering nyinggung itu terus ya jadi kepikiran ya kan?"
Sedangkan Raga kini menghela nafas, seolah sedang menimang apakah yang harus di lakukanya saat ini? Apakah ini memang waktu yang tepat untuknya bercerita semuanya pada Sisi? Tapi dari mana dirinya harus bercerita?
Kenapa kini dirinya jadi bimbang seperti perempuan yang puber sih?
"Kenapa? Pasti ada sesuatu inimah." Sisi yang menangkap wajah bimbang Raga akhirnya bersuara.
Tangannya menyentuh pundak Raga dan tersenyum menenangkan. Kini dirinya paham kenapa Raga mengajaknya ke sini, Sisi paham bahwa topik ini cukup serius untuk ia bicarakan.
"Kenapa lo nanya itu, tiba-tiba?"
"Yaa kaya yang tadi gue bilang Teteh belakangan ini tuh sering nyinggung hal ini terus."
"Ayok, cerita yah? Liat lo sekarang, gue paham pertemuan kita di sini bukan yang pertama. Jangan buat gue mati penasaran," mohon Sisi yang akhirnya membuat Raga mengangguk, mau tak mau mengikuti apa yang Sisi inginkan.
Raga kini mengubah posisinya menjadi menghadap Sisi. "Lo inget panti asuhan Cahaya Semesta?"
Butuh waktu beberapa saat sampai akhirnya Sisi mengangguk. "Gue inget. Bunda Kila kan yang ngurusnya?"
"Iya, Bunda Kila, kita sama-sama pernah besar di sana. Lo, inget umur berapa lo di adopsi sama keluarga Rahel?"
"Umur, Tujuh tahun? Apa enam tahun ya? Yaa segituan lah," jawab Sisi rancu.
"Lo di adopsi umur delapan tahun, dan gue masuk ke sana pas umur gue enam tahun." Raga menjeda kalimatnya, sedikit mengenang saat pertama kali dirinya masuk ke panti asuhan itu. "Pas gue masuk, anak-anak ga ada yang mau temenin gue. Karena gue yang terakhiran join ke sana, mungkin mereka udah nyaman segituan terus gue masuk jadi, ya mungkin susah nerimanya."
Sisi hanya diam mendengarkan, sembari mencoba mencari memori yang saat ini Raga ceritakan. Namun nihil, kenapa dirinya tak menemukan itu.
"Lanjutin, Ga," pinta Sisi. "Gue belum nemu memori itu."
Sisi menunduk, sedikit tak enak hati pada Raga karena nyatanya tak mampu mengingat hal itu.
Raga mengangguk. "Ga apa-apa, kalau lo ga inget, ga usah di paksain ya?"
"Iyaa, ayok lanjutin."
"Gue..., Raigama Nakula, anak baru yang awalnya ga punya temen, Raigama Nakula yang temen pertamanya adalah Yessika Thufaila. Gue yang lo tolongin pas gue jatuh waktu lagi main di halaman." Raga tanpa sadar menggigit bibir dalamnya, ntah kenapa sangat berharap Sisi mampu mengingatnya.
Sementara itu, Sisi memejamkan matanya. Meski samar ia kini mampu melihat sekilas bayangan masa kecilnya saat di panti itu.
"Lo inget, kata lo gue yang pertama bilang lo Sisi. Begitu ada gue lo bilang nama lo ga lagi jadi panjang dan susah. Gue yang semenjak di temenin lo lambat laun juga di temenin semua orang di panti."
Sisi mengeraskan rahangnya, masih memejamkan mata mencoba untuk terus mengingat bayangan yang lama-kelamaan semakin jelas. Kepalanya cukup berdenyut nyeri, tapi sebisa mungkin ia ingin mengingat memori itu.
Raga lalu pindah ke belakang Sisi untuk menarik tangan gadis itu, lalu perlahan ia menyilangkan kedua tangan itu ke pundak Sisi. Memposisikan seolah dirinya sedang memeluk diri sendiri.
"Pas gue nangis, pas gue lagi sedih. Lo ajarin gue buat ngelakuin ini, katanya tutup mata lo dan bayangin orang yang lo sayang lagi meluk lo," jelas Raga. Ucapannya sangat menyiratkan ia begitu merindukan masa-masa itu.
Dan pernyataan terakhir itu, mampu membuat Sisi otomatis membuka kedua matanya. Ia ingat, ia ingat semuanya.
Sangat jelas.
Tanpa ada yang terlewat satupun.
Tiba-tiba dadanya sesak, tiba-tiba ia ingin menangis. Rasanya ia bahagia namun juga sesak secara bersamaan.
Bagaimana ia bisa sejahat ini? Melupakan lelaki yang sudah menemaninya dari sejak ia datang ke panti itu. Bagaimana Sisi dengan polosnya berlaga seperti orang tak kenal? Bukankah itu jahat?
Bagaimana perasaan Raga selama ini? Kenapa dirinya tak pernah berbicara tentang hal ini sama sekali?
"Aga," lirih Sisi.
🐝🐝🐝
Met malming, tlg vote dan komen yayayaya buat feedback ke akuu, maaciii💜💜💜💜
KAMU SEDANG MEMBACA
SUDUT KENANGAN
FanfictionStart : 12 September 2023 End : Masukin perpustakaan dulu aja yuk kak, siapa tau kan jodoh sama ceritaku 🐝❣