Boneka

20 2 0
                                    

"Boneka cantik~ dari India~ wajahnya menarik~ tapi dadanya rata~"

Dharu mengaduh saat aku memukul pelan kepalanya. Ia menoleh seraya memprotes, tak terima rambut yang sudah ia tata rapi kini terlihat semrawut. Padahal kulihat rambutnya baik-baik saja. Dasar lebay.

"Nyanyi yang bener. Kalau nggak niat, mending nggak usah. Telinga gue sakit dengernya," ejekku. Memang benar suara Dharu tidak enak didengar. Lagipula, apa-apaan dengan lirik yang dibuatnya itu?

"Eh, gue nyanyi sesuai fakta. Lo liat gak cewe itu?"

Dharu menunjuk seorang wanita di dekat rak paling ujung, terlihat bingung untuk memilih salah satu dari banyaknya boneka yang berjajar rapi. Jika dilihat lebih teliti ... apa yang dinyanyikan Dharu memang benar.

Merasa diperhatikan, wanita itu menoleh membuatku segera menarik Dharu menuju rak lain. Pemuda itu kembali protes, tetapi tidak kuhiraukan. Sekarang aku menyesal. Sudah kuduga, keputusanku untuk mengajaknya kemari hanya akan membuatku malu. Namun, aku tidak memiliki pilihan lain, teman-temanku yang lain sangat sibuk.

Kini aku mulai fokus memperhatikan setiap boneka, mencari yang terlihat paling lucu untuk ku beli kemudian. "Ru, menurut lo yang paling lucu yang mana?" tanyaku meminta pendapat Dharu.

Alih-alih menjawab, pemuda itu berdecak sebal. "Lo ngapain sih ngajak gue ke toko boneka? Harusnya lo ngajak pacar lo. Lo ngajak gue yang ada orang-orang ngaggep kita 'geh'," gerutu Dharu sambil berkacak pinggang.

Aku menghela napas. Pemuda ini sangat menyebalkan. Lain kali, lebih baik aku pergi sendiri dari pada harus mengajaknya. "Justru gue beli boneka ini buat pacar gue, buat kejutan. Kalau gue ngajak dia sekarang, bukan kejutan lagi namanya. Jomblo diem aja, deh."

Dharu hanya mencebik. "Songong amat mentang-mentang punya pacar, dasar bucin. Lagian nih ya, bukannya minggu lalu lo abis beli boneka? Ngapain beli lagi? Cewek lo mau dagang boneka?"

Aku kembali menghela napas, sedikit tidak nyaman untuk menceritakan hal ini. "Sebenernya ... dia lagi marah sama gue, bahkan ngeliat gue aja ogah. Udah beberapa minggu dia nggak mau ngomong. Dibeliin boneka juga diem aja, mungkin dia nggak suka sama bonekanya. Jadi, gue mau beliin yang baru, yang lebih bagus, biar dia nggak marah lagi," tuturku.

Dharu mengerutkan kening. "Kenapa nggak beli yang lain aja? Bunga kek, coklat kek, atau seblak gitu? Cewek 'kan paling suka sama yang begituan."

Aku menggeleng tanpa menatapnya. "Dia cuma mau boneka."

***


Setelah memilih salah satu boneka beruang berwarna coklat muda, aku bergegas pulang ke rumah. Tak sabar rasanya untuk melihat reaksi Anna nanti. Boneka ini terlihat lucu, aku yakin dia akan menyukainya.

Dengan perasaan senang, aku membuka pintu rumah dan menutupnya kembali, lalu berjalan menuju gudang yang berada tak jauh dari dapur. Ku buka pintu gudang, mencari salah satu permukaan lantai kemudian membukanya. Terlihat sebuah tangga menurun yang menghubungkannya dengan ruang bawah tanah.

Aku menapaki setiap anak tangga menurun itu setelah sebelumnya menempatkan kembali penutupnya ke tempat semula. Undakan anak tangga itu habis, membuat kakiku memijak permukaan tanah yang merah. Udara di sini sangatlah dingin, tentu saja. Di bawah sinar lampu yang remang-remang ini, aku berjalan menelusuri lorong berjarak tiga meter di depanku, membawaku menuju satu-satunya pintu berwarna coklat tua di ujung lorong.

Aku berhenti di depan pintu tersebut, mempersiapkan diri agar tidak terlihat terlalu antusias. Anna bisa curiga jika melihatku seperti itu. Dia pasti akan bisa menebak bahwa aku membawakan sesuatu untuknya, bukan? Aku tidak ingin dia tahu dengan cepat, ini harus menjadi sebuah kejutan yang sempurna.

The Nightmare StoriesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang