🍹 Dua Puluh Dua

313 52 10
                                    


Minhee berdecak, lalu beranjak dari posisi duduknya menuju ke pintu yang memisahkan kamar di mana dirinya berada saat ini dan balkonnya. Menatap keluar, keadaan sudah gelap, menandakan jika malam memang sudah datang.

Ya, hari sudah malam tapi ia masih terjebak dalam ruangan yang bisa disebut kamar tidur ini gara-gara ulah lelaki sialan bermarga Hwang yang entah pergi ke mana. Lelaki itu tadi tidak menanggapi ucapannya lebih lanjut terkait ia yang mengatakan bahwa ia tak tahu apa-apa perihal pejualan tanah dan pembunuhan orang—yang tidak ia ketahui siapa—itu. Yang dilakukannya sungguhan hanya menatap Minhee dengan tatapan datarnya sebelum pergi dan mengunci Minhee di dalam kamar itu.

Sialan!

Minhee rasanya ingin sekali menendang kepala lelaki itu jika ia datang. Sayangnya, yang keluar masuk kamar itu sejak ia dikurung di situ hanyalah pelayan yang membawakannya makanan.

Oh ya, jangan berpikir jika Minhee tidak berusaha untuk kabur. Nyatanya, ia sudah berhasil keluar tiap kali ada yang membuka pintu kamar itu. Tapi, Hwang dengan nama tengah sialan itu sudah menyiapkan lebih banyak pengawal untuk menahan pergerakannya sehingga tidak bisa pergi satu meter saja dari tempat itu.

Benar-benar sialan!

Berniat menendang pintu kaca yang menuju ke balkon, Minhee harus menahan gerakannya ketika telinganya lebih dulu menangkap suara pintu yang dibuka dari belakang sana. Tidak, ia tidak akan berusaha untuk kabur lagi kali ini. Percuma saja karena itu hanya akan membuang-buang tenaganya. Ia akan menunggu lelaki Hwang itu datang kembali dan membuat perhitungan dengannya.

Menoleh ke belakang, pemilik marga Kang itu langsung menjerit dalam hati karena tahu yang ditunggunya sudah datang. Ia tidak perlu menunggu terlalu lama untuk menendang wajah soknya itu.

Yunseong masuk ke kamar itu tidak sendiri. Lelaki itu datang dengan seorang pelayan yang membawa makanan di atas nampan. Si Hwang itu langsung menyuruh si pelayan untuk meletakan nampannya di atas nakas dan menyuruhnya pergi. Dan setelah pelayan itu pergi, tinggal mereka berdua di ruangan itu dengan pintu yang kembali dikunci rapat.

“Mau ngapain lo?”

Minhee belum bergerak dari posisinya, membuat pertanyaan itu datang lebih dulu dari Yunseong. Kakinya yang sudah terangkat tadi untuk menendang pintu kembali bergerak—kali ini benar-benar menendang pintu kaca itu. Sukses mengundang teriakan tidak senang Yunseong.

“Pintu gue, bocah sialan!”

“Bodoh amat! Siapa suruh lo ngurung gue di sini.”

Minhee menyahut malas. Tapi, ia membuat gerakan cepat untuk menghampiri Yunseong dan tanpa menunggu langsung menendang kaki yang lebih tua.

“HEH ANJING!!”

“KELUARIN GUE DARI SINI!”

Tidak membalas Minhee dengan teriakan atau sekedar berucap, Yunseong memilih untuk menggunakan tangannya. Lelaki itu meraih kepala Minhee sebelum membawa leher bocah itu untuk dipitingnya. Kali ini, sukses mengundang teriakan yang lebih menjadi dari yang lebih muda.

“YUNSEONG BAJINGAN! LO NGAPAIN, FAK!! LEPASIN GU—AAKKKHHH ANJING!!!”

Tidak ingin mendengar teriakan Minhee lebih lama, lelaki Hwang itu menjitak kuat kepala si manis sebelum melepaskannya. Tatapan datar ia lemparkan pada bocah itu.

“Brisik banget sih, setan!”

“Ya, karna lo, bajingan!” Minhee menyahut cepat, kedua tangannya kini memegang lehernya—seakan ia baru saja dicekik kuat dan hampir mati. Padahal, kepalanya yang dijitak lebih kuat. “AAAKKKHHH, gue susah napas.”

Yunseong memutar bola matanya malas. Lalu, maju lagi sebelum mengulurkan tangan kanannya untuk mendorong kening bocah Kang itu.

“Gak usah drama, anjing! Gue gak nyekek lo sampe lo mau mati.”

Minhee mendelik, melepas tangan dari lehernya. Detik berikutnya kembali menggerakan kakinya untuk menendang Yunseong. Yang sukses membuat lelaki itu mengangkat tangannya—hendak memukul bocah itu. Tapi, gerakannya tidak selesai karena kepalan tangannya itu berhenti tepat di atas kepala Minhee.

“Kenapa berhenti?”

Menarik napas panjang, lelaki Hwang itu lalu membuka kepalan tangannya. Menatap Minhee masih dengan tatapan datar yang sama sebelum mundur selangkah.

“Gue gak lagi mau berantem. Jangan mulai!”

“Siapa yang mulai sih, jingan?” Tanya bocah itu tidak senang. Tatapan penuh delikannya masih ia lemparkan pada Yunseong. “Lo yang ngurung gue di sini. Gue cuma lagi berusaha biar bisa keluar.”

“Udah gue bilang, lo gak bisa keluar.”

Kali ini, ucapan Yunseong membuat Minhee mengangah, menatap lelaki itu dengan tatapan tidak percaya.

“Lo tuh kenapa sih, anjing?! Gue udah bilang sama lo kalo bukan gue yang bunuh tuh orang. Kenapa lo gak percaya sama gue?!”

Sebenarnya ini membingungkan—terlalu malah. Minhee tidak mengerti kenapa ia ingin Yunseong percaya padanya jika memang bukan ia yang membunuh orang itu. Tanpa penjelasan lebih panjang, Minhee hanya ingin Yunseong percaya padanya.

“Siapa yang bilang gue gak percaya sama lo?” Pertanyaan yang Yunseong ajukan setelah itu sukses membuat Minhee yang tadinya akan bergerak menjauh darinya, kembali menatapnya. “Kalo gue gak percaya sama lo, lo gak mungkin ada di sini.”

Apa ini?

Apa ini?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang