🍹 Tiga Puluh Dua

153 28 0
                                    

Sesaat setelah terbongkarnya fakta bahwa sertifikat tanah milik Minhee hilang, Junho langsung pamit untuk pergi. Lelaki Cha itu tidak mengatakan apapun alasannya, ia hanya mengatakan bahwa ada pekerjaan yang harus ia selesaikan. Sementara Yunseong juga pergi sepuluh menit setelahnya. Lelaki Hwang itu juga tidak mengatakan apapun pada Minhee. Tapi, dilihat dari raut wajahnya yang mengeras, Minhee berpikir jika yang lebih tua pergi untuk mencari sertifikat itu ke mantan tunangannya.

Menyadari itu membuat Minhee sedikit senang. Walau ia harus mengkhawatirkan keberadaan sertifikat tanah itu, setidaknya ia bisa tersenyum sedikit untuk apa yang Yunseong lakukan. Lelaki Hwang itu pasti akan bertengkar lagi dengan Hyeop—bisa jadi lebih hebat dari sebelumnya. Dan sudah dikatakan kan bahwa tidak ada hal yang lebih menyenangkan baginya saat melihat pemilik marga Lee itu memupuk kesal dan amarah karena dirinya. Ah, itu belum seberapa. Minhee akan lebih senang lagi jika melihatnya langsung.

Oh ya, tentang sertifikat itu—Minhee memang harus tetap memilikinya. Selain karena itu adalah harta terakhir yang bisa ia selamatkan setelah kematian kedua orang tuanya, ada hal lain yang ia sembunyikan di tanah itu. Ia harus tetap memiliki sertifikat tanah itu untuk memastikan jika tanah itu tidak diganggu gugat oleh siapapun, tidak digusur atau tidak ada apapun yang terjadi di sana. Karena jika itu sampai terjadi, ia tidak bisa membalas apa yang sudah ia terima di masa lalu.

“Junho... sialan!”

Memikirkan tentang apa yang ada di tanah itu lebih lama, Minhee tiba-tiba teringat sesuatu. Hal itu membuatnya bergerak cepat untuk mencari bibi Shin di dapur. Pas sekali karena wanita itu sedang sibuk memasak di sana.

“Bi, ada ponsel gak?” Tanya si manis cepat.

“Adek mau telpon siapa?”

Lalu, saat bibi Shin malah mengajukan pertanyaan lain, pemilik marga Kang itu langsung mengumpat dalam diam. Ia lupa jika ia tidak punya kontak yang hendak dihubungi.

“Gak jadi deh, bi. Adek pergi aja.”

Tidak mengindahkan jawaban yang akan bibi Shin berikan, Minhee segera berbalik. Kakinya melangkah cepat hendak keluar rumah. Tapi, saat baru tiba di depan pintu, ia terpaksa menghentikan langkahnya. Di depannya, berdiri lebih dari sepuluh pria berbadan besar. Oh, sepertinya ia lupa jika Yunseong masih menahannya untuk tak keluar dari rumah itu.

Sialan!









Sialan!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.










Yunseong tadi masih sibuk ribut besar dengan Hyeop saat ayahnya menelpon dan memintanya untuk pulang ke rumah orang tuanya. Ada sedikit paksaan di sana sehingga ia yang belum menemukan apapun terkait sertifikat tanah milik si manis berakhir pergi dengan sebuah janji akan kembali membuat perhitungan.

Jadi, di sinilah dirinya—duduk bersama kedua orang tuanya di ruang keluarga. Sepertinya ada hal terlampau penting yang ingin ayahnya bicarakan sehingga ia dipaksa pulang.

“Papa denger kamu batalin kerja sama sampe mutusin pertunagan kamu sama Hyeop?”

Yunseong mendengus pelan, agak malas dengan topik pembicaraan ini. Karena setiap mengingatnya, ia merasa kembali dibohongi dan rasa bersalahnya pada Minhee semakin tinggi.

“Iya.” Tapi, lelaki itu tetap memberikan jawabannya beberapa saat kemudian.

“Kenapa?” Kali ini, sang mama yang ajukan pertanyaan.

“Aku merasa dibohongi dan emang aku udah dibohongi.”

“Merasa dibohongi?”

Diam sesaat, Yunseong menatap kedua orang tuanya dengan tatapan paling serius. Oh tentu, pembicaraan ini memang terlalu serius.

“Ma, pa... kenapa kalian gak bilang sama aku kalo Hyeop itu bukan adek, anak kecil yang dulu selalu sama aku di rumah itu?”

Satu pertanyaan diajukan dan itu sukses membuat kedua orang tuanya mengerutkan kening heran.

“Kamu gak tahu soal itu?”

“Apa yang kalian harepin dari itu?” Tidak langsung menjawab pertanyaan sang papa, lelaki Hwang itu balik bertanya dengan emosi yang tiba-tiba datang dan coba ia tahan. “Aku cuma anak kecil waktu itu. Ingatanku tentang rumah itu cuma tentang adanya anak kecil lain yang bareng sama aku tiap aku ke sana. Lalu setelah bertahun-tahun gak ke sana, sekalinya ke sana lagi, ya jelas itu yang ada di pikiran aku—kalo orang yang ada di sana itu anak kecil yang selalu sama aku dulu.”

“Tapi kamu tahu soal kecelakaan yang menimpah keluarga Kang beberapa tahun lalu?”

“Terus siapa yang peduli, pa?” Si Hwang yang lemparkan tatapannya ke sembarang arah sebelum kembali menatap sang papa. “Aku gak ingat mukanya, bahkan gak tahu namanya. Gimana bisa aku aku tahu kalo yang meninggal dalam kecelakaan itu orang tuanya?”

“Orang tuanya? Maksud kamu, anak kecil itu gak meninggal juga?”

“Ya enggak. Waktu kecelakaan itu dia bahkan gak ada di sini.”

“Tapi waktu itu diberitain kalo semua anggota keluarga Kang meninggal pas kecelakaan itu, Seong.”

“Sialan! Masih berapa banyak kebohongan lain lagi setelah ini?”

“Bentar, Seong! Kamu tahu semua ini dari mana?”

“Bibi Shin, pengasuh anak kecil itu dulu.”

”

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.














Thank you...

THE ANTAGONIST || HwangMini - discontinueTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang