Takemichi termenung menatap hamparan laut didepannya, air matanya bahkan sudah kering karena terlalu lama menangis.
Kini ia berusaha mencari sesuatu yang berguna di reruntuhan puing-puing kapal. Langit yang memancarkan sinar jingga terlihat semakin meredup, angin yang berhembus juga semakin kencang, seakan-akan mencoba menusuk kulit Takemichi yang hanya menggunakan pakaian basah.
Takemichi kembali mengingat kejadian terakhir kali sebelum ia terdampar, kapal yang digunakan untuk studytour sekolahnya terkena badai dasyat yang menyeret Takemichi ke Pulau ini.
Takemichi tidak tau keberadaan teman-temanya, guru, ataupun awak kapal. Hanya ada puing-puing kapal yang ikut terdampar bersamanya.
Takemichi kedinginan, tapi belum ada barang berguna yang ia dapat. Takemichi ingin menangis lagi, otaknya bahkan tidak mampu untuk digunakan berfikir. Ia takut, sedirian di tempat entah-berentah.
Tapi menangis pun percuma, ia harus segera mencari tempat untuk bermalam. Ragu-ragu ia melangkah ke dalam pulau. Menyusuri tiap pohon ke pohon, dan mencoba mengingatnya.
Udara semakin dingin, ditambah pakaiannya yang basah. Terlebih lagi Takemichi sungguh kelaparan. Ia terbangun di pulau ini ketika pagi dan belum menemukan makan apapun hingga sore. Mencari di puing-puing kapal yang mengapung di laut sama sekali tak membuahkan hasil. Sejujurnya ia tak berani mencoba mencari makanan di dalam pulau.
Tapi ia lebih tidak mau mati kelaparan dan kedinginan di bibir pantai. Berharap tim penyelamat akan menemukannya? Mungkin hanya kerangkanya yang akan mereka temukan jika Takemichi masih bersikeras menunggu di Pantai.
Kini Takemichi tidak dapat mendengar suara deburan ombak yang menabrak karang lagi, cahaya matahari juga semakin redup karen lebatnya pohon yang menutupi jalannya kedalam Pulau.
Dari jarak beberapa meter, Takemichi melihat Semak-semak yang ditumbuhi buah beri biru dengan lebat. Manis.... Takemichi kalap, ia memakan semua beri nya tanpa niatan menyisakannya satupun. Pakaiannya atasnya kini berubah warna terkena noda beri yang ia makan.
Beri nya habis, tapi Takemichi masih belum merasa kenyang. Ia berlari mencari disekitar Semak-semak beri berharap ada beri lain yang tersisa. Semakin dalam, Takemichi berlari mencari makanan apapun yang bisa ia makan.
Jejak suara dari daun dan rumput kering yang Takemichi injak seakan menjadi teman disetiap langkahnya.
Sret...
'Jebakan?! ' batin Takemichi heran.
Takemichi sekarang tergantung terbalik dengan tali yang mengikat kakinya. Ia ceroboh karena tak memperhatikan langkahnya dan hanya sibuk mencari sesuatu yang bisa ia makan.
Ia senang, takut, dan panik. Berarti di Pulau ini bukan hanya dia Satu-satunya manusia. Tapi dilihat dari tali mengikat kakinya berasal dari serat kayu, mungkin rotan, Takemichi menyimpulkan kalau yang membuat jebakan adalah orang yang primitif.
Atau suku asli yang terisolasi dari dunia luar? Atau yang lebih buruk, suku kanibal. Takemichi sudah menangis membayangkan kemungkinan-kemungkinan buruk yang akan menimpanya.
Kepalanya pusing, mungkin efek karena tubuhnya terbalik, atau mungkin juga beri yang ia makan beracun? Dan yang paling membuatnya takut ialah suara daun terinjak yang semakin mendekat ke arahnya. Takemichi pasrah, diambang kesadarannya ia berdoa. Jika ia mati, ia ingin mati tanpa merasakan rasa sakit.
Pengelihatan takemici buram, kesadarannya semakin menipis. Sebelum ia pingsan, Takemichi sempat melihat siluet beberapa orang yang mendatanginya. Dan semuanya gelap.
***
Hi, maaf jika penulisan kata kurang enak dibaca atau ada kesalahan penulisan.
Enjoy^^

KAMU SEDANG MEMBACA
Escape (Takemichi Harem)
FantasíaHanagaki Takemichi, lelaki dengan hidup datar yang secara tidak sengaja terdampar di pulau entah-berentah. Kesialan yang menimpanya tak hanya sampai disitu. Pulau ini, dihuni olah berbagai makhluk yang belum pernah ia temui sebelumnya. Bagaikan dun...