Bismillah
"SUAMI DARI ALAM LAIN"
#Part_29
#by: R.D.Lestari.
Tubuh Rena menegang dan tak dapat bergerak saat ia merasakan sentuhan-sentuhan lembut di tengkuk dan lehernya, seperti ciuman-ciuman manja dari bibir mungil seseorang.
Rena memejamkan mata seolah menikmati sentuhan demi sentuhan sosok tak kasat mata itu, percuma. Rena memberontak pun, sosok itu dengan gampang membuat Rena kalah.
Rena merasakan pinggangnya di lingkari tangan kekar yang memeluknya erat. Hembusan hangat beraroma mint di telinga yang ia nikmati hingga indra penciumannya, amat menenangkan. Rena nyaman, tapi tak dapat di pungkiri ia amat ketakutan. Jin jenis apa yang kini menggerayangi tubuhnya.
"Aku bukan Jin, Rena. Aku bukan hantu, aku sama sepertimu hanya berbeda dunia saja," suara lirih nan serak mengaung di telinga Rena. Membuat Rena seketika membuka mata.
"Akh, kamu ...,"
Manik coklat Rena membeliak saat netranya menangkap sosok tampan kini berdiri amat dekat dengannya. Rena beringsut mundur, tubuhnya gemetar ketakutan. Sejurus kemudian ia berbalik dan ingin berlari menghindar. Namun, ternyata lelaki tampan nan rupawan lebih gesit dan memaksa Rena untuk menyerah.
"Ka--kau, siapa? sepertinya kita pernah bertemu," Rena berusaha memberanikan diri bertanya.
"Ya, tentu saja. Di kedai mie dan juga aku yang menyelamatkan mu saat kau hampir tertabrak beberapa hari yang lalu," ia menjawab congkak.
"Tak mungkin, lelaki itu brewokan dan bermata biru, ka--kau ... matamu coklat sepertiku ," Rena menepis tangan pemuda itu dengan marah saat tangan kekarnya menyentuh pipi mulus Rena.
"Kau mau aku brewokan? mau mataku biru? itu gampang, Rena. Sengaja aku cukur brewokan itu biar kamu tambah terpesona pada ketampananku, dan mata biru itu? sengaja ku pakaikan softlens, duniamu ini aneh, Rena. Jika berjalan semua orang memandang takjub. Ya, aku memang tampan, tapi aku tak suka orang lain melihatku, selain kamu ... Rena," pemuda itu menjawil hidungnya.
"Hei! makhluk apa sebenarnya dirimu ini? mengapa kau terus menggangguku? apa kau ini alien dari planet lain? ah, kau membuatku pusing! minggir!"
Rena berusaha menyingkirkan lelaki itu dari hadapannya. Lama-lama ia merasa gila. Ternyata bisa melihat sosok asli makhluk yang selama ini mengganggunya itu lebih menakutkan.
Tatapan tajam dan kesombongannya membuat Rena muak. Ya, memang ia akui makhluk aneh itu tampan, amat sangat tampan. Namun, ia takut karena makhluk itu bukan manusia seperti dirinya.
Sayangnya, usaha Rena untuk menghindar kalah telak dengan tenaga yang dimiliki si pemuda. Pemuda itu malah mendorong pelan tubuh Rena ke dinding dan mencekal tangan Rena hingga wanita cantik itu mati kutu, tak dapat bergerak.
Hembusan napas hangat si pemuda yang beraroma mint menguar, tubuh tinggi proporsional dan dada bidang yang mencuat dari balik hoodie yang retsletingnya terbuka membuat Rena tak dapat menolak pesona si pemuda dan meski degub jantungnya berdetak cepat, Rena berusaha tenang.
"Lepaskan aku, biar pun kau hantu, demit dan sebangsanya, aku tak takut!" bohong Rena. Padahal dalam hati ia amat ketakutan.
"Akan kubuktikan, Rena. Kau akan mencintai makhluk tampan yang kau sebut demit ini, Rena. Aku janji. Kau akan merasakan getaran itu di hatimu!" sahutnya.
Slapsss!
Dalam sepersekian detik pemuda itu menghilang dari pandangan Rena. Jantung Rena masih berdetak kencang. Rena berusaha menetralkannya dengan bernapas sesering mungkin.
Setelah ia rasa tenang, ia melanjutkan acara memasaknya karena hari semakin senja dan waktu makan malam segera tiba.
***
Senyum haru terluas dari wajah Ibu dan Ayah yang memang amat merindukan kedatangan Indri. Mereka melepas rindu meski terselip kesedihan di sana, Indri harus menerima kenyataan pahit karena kehilangan nenek tercintanya. Nenek satu-satunya yang ia miliki.
Nenek jatuh sakit karena terus menunggu kepulangan Indri yang hampir bertahun lamanya. Ya, dua tahun ia hilang dan tak ada kabar. Hanya sesekali lewat mimpi itupun dalam mimpi ibunya.
Indri mengitari rumahnya sembari tertunduk lesu. Ia amat heran dengan keadaan rumahnya yang mendadak kaya dan mewah dengan perabot yang amat mahal. Kursi-kursi ukir dari kayu jati, marmer mahal dan rumah yang teramat mewah. Dari mana Ibu dan Ayahnya punya uang?
"Ibu, Ayah, mengapa bisa sekaya ini sekarang?" Indri tak bisa menyembunyikan rasa herannya.
"Semua ini pemberian ibunya Bima," sahut Ayah.
"Ibu?"
"Ya, ibu Bima yang memberi semua ini, kamu patut bersyukur punya mertua sebaik itu," timpal Ibu.
Indri mengangguk pelan. Ia memang mengakui kebaikan mertuanya itu. Ibu Bima memang sangat baik. Itu sebabnya Indri juga sangat menyayangi mertuanya itu.
"Sayang, Kakak pergi dulu, ya. Baik-baiklah di sini, seminggu lagi Kakak jemput," Bima mencium kening istrinya mesra.
Berat rasanya hati Indri harus berpisah sementara dengan suaminya yang tampan dan baik hati ini. Dengan berat hati ia melepas kepergian Bima. Bulir bening sempat menetes di pelupuk matanya.
Hingga mobil yang di kendarai Bima hilang dari pandangan, Indri tak jua beranjak dari ambang pintu.
"Ayo, masuk, Nak. Tak baik Ibu hamil berdiri di ambang pintu di saat hari masih gelap seperti ini," Ibu menepuk pelan bahu Indri. Wanita yang sedang hamil besar itu menatap ibunya sendu dan memeluk tubuh renta yang amat ia rindukan itu. Mereka akhirnya menutup pintu dan masuk ke dalam rumah bersama .
***
"Indri!!!"
Suara Rena dan Sri menggelegar begitu sampai ke dalam rumah Indri. Tanpa permisi kedua orang yang sudah di anggap Indri saudara itu melenggang masuk mencari Indri.
Mereka saling melepas pelukan saat bertemu satu sama lain. Air mata pun jadi saksi kerinduan mereka saat ini. Hampir dua tahun mereka tak saling menyapa dan bertukar kabar. Kini, dengan puas mereka melepas rindu tanpa sekat jarak dan waktu.
"In, apa Bima bisa menghilang dan tak kasat mata?" Rena tiba-tiba bertanya dengan Indri tentang Bima. Indri tampak terkejut tapi ia tetap menjawab tanya sahabatnya.
"Sesekali , tapi di rumah kami jarang menggunakan kekuatan. Aku pun bisa, memang kenapa , Ren?" sorot mata Indri terlihat tajam mengarah ke manik Rena .
"Kau pun bisa, In?" mulut Rena menganga seolah tak percaya.
"Ya, tentu. Dan, aku mencium ... Rena ...?"
Indri kembali menatap dalam manik coklat Rena, menelusuri netra yang melihatnya bingung seolah membaca pikiran Rena.
"Ka--kau ...,"
Rena dan Sri saling berhadapan dan bersitatap bingung dengan reaksi Indri.
"Apaan, sih, In," Rena menjawab ketus. Ia risih di pelototin Indri begitu.
"Ka--Kau, di sukai orang bunian dari Uwentira!"
"Hah???"
"Ga mungkin, itu mustahil," Rena menepuk jidatnya pelan.
Uwentira? lagi-lagi Uwentira. Jangankan memikirkan, mendengar namanya saja Rena sudah bergidik ngeri.
"Kau tak percaya padaku, Ren?"
"Aku ...,"
****
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMI DARI ALAM LAIN
FantasyIndri seorang mahasiswa cantik dari kampus ternama terjerat cinta pada seorang pemuda dari kota gaib, Uwentira. Kota yang terkenal sepanjang masa karena kemistisannya. Apakah Indri bisa lepas darinya? atau malah ikut ke kotanya?