Perempuan dalam bus

185 26 18
                                    

Perkenalkan namaku Park Jungsoo, pria biasa yang hidup di kota biasa. Aku ingin sedikit bercerita tentang kisah dimana aku sebagai pemeran utamanya, kisah ini juga tentang seseorang yang aku temui dengan cara yang amat sangat sederhana namun membekas hingga sulit untuk dilupa. Sepertinya dia dan kisah ini akan terus ku ingat, menjadi bagian yang akan terkubur dengan jasadku nanti.

Baiklah, aku mulai saja...

Kisah ini berawal saat aku berlari menerobos para pengguna trotoar jalan, mengejar waktu agar bisa menaiki bus yang memiliki jadwal paling pagi dalam beroperasi. Tidak seperi biasanya yang selalu mengabaikan pagi dengan terus tidur hingga matahari meninggi, pagi-pagi buta aku sudah bersiap dengan pakaian dan rambut yang disisir rapi. Hari itu aku mendapat panggilan interview kerja disalah satu perusahaan ternama, satu-satunya panggilan setelah ribuan surat lamaran aku tebar dimana-mana.

Aku terus berlari walaupun beberapa orang yang tidak sengaja tertabrak memberi umpatan dengan tatapan mata paling menakutkan. Persetan dengan mereka, yang terpenting aku tidak terlambat di tujuan.

Sesampainya di halte bus terdekat, aku menghentak-hentakkan kaki demi menghilangkan rasa kebas di telapak kaki dan meniupkan beberapa embusan napas pada kedua telapak tangan untuk mendapat sedikit rasa hangat. Hari itu bertepatan dengan salju pertama turun sehingga suhu dingin mendominasi kota, marka jalan beberapa masih tertutup salju tipis.

'Ah... manusia demi bertahan hidup rela melawan rasa dingin dan mengabaikan rasa kantuk' gumamku sambil melihat orang-orang yang sama denganku, berlalu lalang dicuaca dingin demi kehidupan dimasa depan lebih mapan.

Bus mulai terlihat dari kejauhan, perlahan mendekati halte tempat aku menunggu. Ternyata pagi itu yang menunggu bus pertama cukup banyak, didominasi para karyakan kantoran sepertinya, terlihat dari cara mereka berpakaian dan juga ID Card yang tergantung di leher. Aku tersenyum kala itu, membayangkan sebentar lagi akan mengenakan pakaian dan ID Card sama seperti mereka.

Sesaat setelah memasuki bus, penghangat yang dipasang di dalam bus menyambutku. Aku tidak pernah menyangka akan senyaman ini memasuki bus di pagi hari pada saat musim dingin, 'Aku harus mulai terbiasa dengan hal semacam ini, sebab akan menjadi rutinitas pagi untukku dikemudian hari.' Monologku dalam hati penuh optimis.

Penumpang bus pagi itu cukup membuat kursi yang tersedia penuh, aku terpaksa berdiri dengan berpegangan pada tiang yang tersedia tepat di samping pintu masuk. Bus melaju dengan kecepatan sedang, beberapa kali berhenti untuk menaik-turunkan penumpang di halte yang dilewati, ini sudah halte ke-3 dan masih ada 4 halte lagi yang harus aku lewati untuk bisa sampai ke tempat yang menjadi tujuanku.

Tepat di halte ke-3 pula aku bertemu dengannya, seseorang yang mampu menghadirkan setiap senyum dibibirku dengan tanpa alasan, seseorang yang selalu mengganggu tidurku setiap malam. Pertemuan yang mampu mengubah duniaku yang semula biasa menjadi luar biasa namun menyiksa pada akhirnya.

Aku masih ingat, pagi itu dia naik ke bus yang sama dengan yang aku tumpangi mengenakan kemeja putih lengan panjang dipadukan rok motif bunga berwarna kuning selutut, rambutnya diikat ke belakangan menyisakan anak rambut yang tergerai tak beraturan, dan tidak lupa 3buku tebal dipeluknya erat. Saat melewatiku yang berdiri tepat disamping pintu masuk bus, dengan jelas indera penciuman menangkap wangi ceri yang menguar dari tubuhnya, sangat manis. Penampilannya pagi itu sungguh memberi kesan yang sulit dilupakan.

Dia berdiri tidak jauh dariku, keadaan kursi yang masih penuh memaksanya untuk tetap berdiri dengan tangan yang dipenuhi barang bawaan, ingin rasanya membantu untuk membawakan barangnya, namun aku sadar kita tidak saling kenal. Aku takut dicap lelaki penggoda, lagipula aku belum pernah sekalipun dekat dengan perempuan, bukan aku penyuka sesama jenis hanya saja terlalu takut untuk memulai suatu hubungan dengan perempuan, takut menyakitinya. Yang aku tahu, perempuan adalah mahluk perasa, Tuhan saja butuh waktu lebih lama dalam penciptaannya karena harus mencampur banyak rasa dan banyak keistimewaan lainnya. Itu yang aku dengar dari Ibu dan aku percaya itu sehingga membuatku enggan berurusan dengan perempuan sebab takut memberi luka.

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang