Sesal dan kesal

161 15 9
                                    

"Sudah lama menunggu?" suara seseorang berhasil menyadarkanku dari lamunan.

"Lumayan, kopi panas yang kupesan sudah mulai dingin." sindirku sambil tersenyum, dia kemudian duduk tepat di hadapanku.

Hari ini adalah hari pertemuan pertama setelah 3 bulan memutuskan untuk berpisah. Kami dulunya sepasang yang memiliki rasa saling untuk kemudian kembali asing.

Perpisahan terjadi karena salah satu diantara kami melakukan penghianatan, tidak puas memiliki satu cinta sehingga mencari cinta lagi dengan cara sembunyi-sembunyi. Jika kau berpikir yang melakukan kesalahan adalah dia, jelas kau salah. Tersangka dari kerusakan hubungan ini adalah aku.

"Jadi... Ada perlu apa kau mengajakku bertemu?" dia bertanya sambil membolak-balikan buku menu.

"Aku ingin kembali." ucapku tegas.

Tangannya berhenti membolak-balikan halaman buku menu kemudian dia tutup untuk menatapku tajam. Obsidian miliknya masih sangat menenangkan saat dipandang.
"Hahaha... Kau bercanda."

"Tidak, aku tidak sedang bercanda. Jungsoo, aku ingin kembali."

"Kau ingin kembali? Silakan! Tapi sendiri, sebab aku sudah tidak di tempat itu lagi." ucapannya begitu menyakitkan, tapi lebih menyakitkan sikapku dulu.

"Aku sudah minta maaf. Lantas aku harus bagaimana agar kau mau kembali?" ujarku putus asa.

"Aku bisa menerima maafmu, tapi tidak bisa menerimamu kembali Heechul." dia sedikit melembutkan suara setelah tahu mataku mulai digenangi air mata. Pria di hadapanku ini sangat lembut. Selama menjalin hubungan dengannya, dia tidak pernah sedikitpun berkata menggunakan nada tinggi. Suaranya selalu lembut dengan tatapan mata sendu.

"Kenapa?" tanyaku.

"Tanpa aku menjawabnya kau tentu tahu kenapa."

"Iya aku tahu aku salah, aku selingkuh. Tapi kenapa kau harus memutuskan hubungan kita?" lagi-lagi pertanyaan bodoh keluar dari mulutku. Sepertinya saat pembagian otak aku terlambat hingga hanya mendapat sedikit bagian.

"Kau tidak bahagia denganku Chul." ucapnya.

"Aku bahagia denganmu." sanggahku dengan tatapan memohon.

"Jika kau bahagia, kau tidak akan selingkuh. Cintaku tidak cukup membuatmu senang dan nyaman."

"Aku nyaman dan senang bersamamu Jungsoo..." aku kembali meyakinkan, tanganku terulur untuk meraih tangannya.

"Jika yang kau katakan itu benar, apa alasanmu selingkuh?" dia bertanya, kali ini tatapannya sedikit mengintimidasiku.

"Waktumu. Kau tidak punya cukup waktu denganku." jawabanku sepertinya cukup membuat dia luruh, terlihat dari ekspresi wajahnya.

"Kau terlalu sibuk Jungsoo, padahal dengan kekayaan yang kau miliki dan banyaknya pegawai yang setia melayanimu seharusnya kau tidak sesibuk itu." aku terisak.

"Karna itu kau menghianatiku?" tanyanya lagi.

"Kau terlalu sibuk Jungsoo... " tak sanggup melanjutkan, aku tenggelam dalam kesedihan.

"Baiklah aku memang terlalu sibuk. Aku salah tidak mengerti keinginanmu untuk selalu bersamaku. Maaf atas ego yang hanya mementingkan pekerjaan dibanding kamu. Maaf jika waktu untukmu tak banyak walau sesungguhnya sudah kuusahakan." dia menjeda untuk menarik napas panjang.

"Tapi kenapa dengan adikku yang kesibukannya melebihiku? Kenapa harus dengan Siwon?" aku terdiam.

"Kau tahu Chul? Dengan jadwal yang padat aku selalu menyempatkan waktu bertemu denganmu. Bahkan aku selalu memintamu untuk menemani saat bekerja bukan? Aku-pun sama Chul, ingin selalu bersama. Tapi hidupku tidak melulu tentang kamu, aku punya keluarga yang harus kuhidupi dan perusahan Ayah yang harus kuurus."

"Maaf jika selama denganku, kebutuhanmu akan cinta tidak terpenuhi. Sungguh, aku sudah berusaha melakukannya." aku semakin terisak dan semakin menundukan kepala, merasa bersalah atas apa yang kulakukan padanya dulu.

"Untuk itu, aku tidak bisa menerimamu kembali. Kau tidak bahagia denganku."

"Jungsoo, jangan pergi aku mohon!" disela-sela isak aku berusaha bicara, menggenggam tangannya semakin erat.

"Aku tidak pernah pergi Chul, kau yang memutuskan untuk pergi." sial, kenapa ucapannya selalu benar. Membuatku semakin merasa bersalah padanya.

"Carilah pria yang benar-benar bisa membahagiakanmu. Memenuhi kebutuhan cintamu."

"Jungsoo..." aku berusaha untuk yang terakhir kalinya, berharap ada keajaiban untuk membuatnya kembali.

"Jika sudah tidak ada yang perlu disampaikan, aku pergi. Oh ya... Ini untukmu,kali ini aku yang memutuskan untuk pergi." Dia bangun dari posisi duduknya sambil menyerahkan sebuah undangan bertuliskan namanya dengan perempuan lain.

"Tadinya undangan ini untuk namamu dan namaku, tapi waktu tidak mampu menunggu hingga akhirnya kita menyudahi sebelum rencana itu terjadi."

Dia benar-benar pergi, meninggalkanku dengan sebuah undangan pernikahan miliknya. Dia berubah dingin seperti kopi yang kini tidak panas lagi.

Dia pergi...


Halo...
Semoga pembaca masih setia bersama.
Sedikit cerita untuk di baca semoga suka.

Ditunggu notif komen dan votenya.

Salam sayang, SuperKyuu...

Tentang KitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang