"kan! ngeyel sih" ia terbahak, melihat orang di depannya yang jatuh tersungkur.
"mama! Sarfaraz tuh" teriaknya, menatap tajam Sarfaraz yang terus terusan mentertawakannya.
"ulululuu.. tayang tayang" bukannya membantu, Sarfaraz malah semakin jadi meledeknya.
"ketawain terooss" gerutunya.
ia mendesis saat mencoba bangun, merasakan urat dikakinya yang sepertinya keluar jalur.
"keseleo?" tanya Sarfaraz, ia masih asik memakan churros buatan sang kekasih.
"iya kayanya" akhirnya ia bisa duduk di samping Sarfaraz, setelah susah payah berjalan.
Sarfaraz mengangkat kaki jenjang itu, membawanya kepangkuannya, "makanya kalo jalan ati ati"
Plakk!! kaki mulus itu memerah saat Sarfaraz memukulnya, pukulan kecil memang, tapi tepat di bagian keseleo nya.
"beg*! sakit Sarfaraz" ia meringis, sempat ada air mata yang keluar karena menahan rasa sakit.
"heh, siapa yang ngajarin ngomong kasar kaya gitu?!"
"lagian, udah tau sakit main pukul pukul aja" ia berdecak kesal, laki laki satu ini memang kurang ajar.
Cup
bibir itu akhirnya mendiamkan kekasihnya yang sedang mengomel, tapi tak berlangsung lama, kecupan itu berakhir tamparan dipipi Sarfaraz.
"aishh.. Naya!" Sarfaraz mengusap pipinya yang sudah bergambar telapak tangan Naya.
"siapa suruh asal nyosor" omelnya tanpa merasa bersalah atas tamparan itu.
Sarfaraz kembali membawa kaki Naya kepangkuannya, membuat Naya meringis saat tangan itu memijit kakinya pelan.
"jangan ngomong kasar, atau bibir kamu bakal bengkak aku cium" tanpa menatap lawan bicara, Sarfaraz melayangkan ancaman itu.
"makanya kalau pacarnya jatuh itu di tolongin, bukan diketawain, abis diketawain di pukul pula"
"diam atau aku cium" kalimat yang membuat Naya skakmat, ia harus berhenti mengomel.
"aw.. gausah gausah, makin sakit kalo dipijitin kamu" Naya menepis tangan Sarfaraz yang masih memijitnya.
"yaudah, tanggung sendiri kalo tu kaki makin bengkak" Naya bergidik saat mendengar perkataan Sarfaraz yang seperti kutukan.
"jangan ngomong kaya gitu ogeb, ntar kejadian" Naya melayangkan pukulannya ke dada Sarfaraz saat berbicara seperti itu.
"makanya sini aku pijitin"
"gausah" tolak Naya mentah mentah
"kenapa sih? daritadi kayanya berantem mulu, kedengeran ampe dalam"
pria paruh baya itu duduk di depan Naya dan Sarfaraz, ikut memakan churros buatan Naya.
"itu kenapa kaki diatas paha Sarfaraz?" kini mama Naya yang bertanya.
"keseleo ma, dan parahnya malah diketawain sama Sarfaraz" Naya mengadu, berharap akan ada yang memarahi Sarfaraz.
"aku nolongin tau ma, tapi menolong itu tidak lengkap tanpa mentertawakan" dengan watados ia mengucapkan itu.
"tu kan ma.." rengek Naya.
"kenapa Naya digituin, heh"
Sebuah jeweran mendarat di telinga Sarfaraz, membuat sang korban meringis kesakitan.
"sakit ma.. udah udah" Sarfaraz mencoba melepaskan tangan mamanya yang masih bertengger di daun telinganya, telat sedikit telinganya yang lepas.
"minta maaf, atau telinga kamu bakal mama putusin" aish.. anak dan ibu sama sama suka mengancam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sandyakala
General Fiction"Kau hampir membuatku gila Jimin" "Apa kau akan benar benar gila jika aku tanpa pakaian?" "Jangan memancingku Jimin" . . . "Tidak Jimin, kau akan mati ditangan Sarfaraz jika ia melihat kita" "Setidaknya aku akan mati bersamamu"