BRUK!
Tubuhnya yang kecil itu jatuh tersungkur tepat di tanah liat yang masih basah karena tadi sempat hujan deras. Sedetik kemudian, air mata jatuh ke pipinya. Dia menangis keras dengan tubuh yang dipenuhi oleh lumpur.
Beberapa anak seusianya yang memakai seragam sama dengan anak itu malah tertawa kencang di atas penderitaannya.
"Hahaha! Cemen banget, masa baru segitu aja udah nangis!" ejek salah satu anak laki-laki yang memiliki lesung di pipi kirinya.
Anak laki-laki bernama Eja yang tadi mendorong anak kecil tersebut tertawa kencang sambil menunjuk ke arahnya. "Cemen, mana ada cowok nangis!" ucapnya mencemooh.
"Udah, kita pulang aja, yuk! Biarin Jisung di sini kaya kerbau yang bajak sawah."
Empat anak laki-laki yang mengusili Jisung itu pun pergi setelah puas menertawakannya.
Sementara itu, Jisung masih menangis kencang karena tubuhnya yang kotor dan lututnya terasa perih. Dengan susah payah dia berusaha berdiri, kemudian melanjutkan langkah untuk pulang ke rumah.
Beberapa orang yang melihat anak itu terkejut melihat penampilannya. Namun, tidak ada yang peduli dan ada pula yang secara terang-terangan mencibirnya.
Sakit.
Entah kenapa rasanya jauh lebih sakit saat mendengar kata demi kata yang terlontar dari bibir orang-orang itu.
"Lihat tuh si Jisung, pasti main sama anak-anak nakal lagi di lumpur. Kasihan Diana harus merawat anak nakal sepertinya."
"Ck ck, sudah dibuang oleh orang tuanya, numpang di rumah Diana, bandel lagi anaknya. Dasar anak tidak tahu diri."
"Jisung nggak bandel, Bibi. Jisung tadi dijahilin temen-temen!" elak Jisung sambil menggelengkan kepala kencang.
Dua orang ibu-ibu itu mengedikkan bahu acuh kemudian berlalu begitu saja setelah melayangkan tatapan mencemooh untuk Jisung.
Selalu seperti ini.
Apapun yang terjadi pada Jisung pasti akan dianggap salah oleh orang-orang. Hanya karena dia tidak memiliki orang tua dan tinggal bersama orang lain membuatnya hanya dilihat sebelah mata. Tidak banyak orang yang menatapnya dengan tatapan tulus dan merasa iba. Kebanyakan dari mereka semua hanya menatap Jisung bagaikan sampah yang harus dihindari.
"Hallo, nama saya Upin. Dan ini adik saya, Ipin!"
Mata bulat anak kecil berumur tujuh tahun itu membola dengan binar keantusiasan. Kepalanya menoleh ke rumah yang ada tepat di sebelahnya. Sebuah kartun yang digemari oleh anak-anak seusianya terputar di layar kaca.
Tangan kecil anak laki-laki itu bertepuk tangan riang dan bernyanyi, mengikuti alunan lagu yang dinyanyikan bocah kembar dari Malaysia di televisi. Tidak sekali dua kali dia mengikuti apa yang diucapkan si kembar kemudian tertawa kecil.
Saat ini, dia sudah berdiri tepat di depan jendela sebuah rumah minimalis. Jendelanya yang rendah memudahkan anak itu bisa leluasa melihat kartun tanpa perlu repot-repot untuk memanjat.
Namun, ketika tengah asik-asiknya menonton dengan rasa gembira, jendela kaca itu tiba-tiba tetutup kemudian disusul dengan gordennya sekalian. Hal itu menghalau mata hamster Jisung untuk menonton kembali kartun tersebut.
Dia kembali menangis keras. Berbeda dengan yang tadi karena dijahili, sekarang dia menangis karena sang pemilik rumah sepertinya tidak mengizinkan anak itu menonton. Tangan kecilnya itu mengetuk-ngetuk jendela berharap agar sang pemilik rumah membiarkannya menonton lagi.
"Paman, Bibi, tolong buka jendelanya! Jisung belum selesai menonton, Bi. Besok kalau Jisung udah punya TV, Jisung nggak akan numpang nonton lagi."
"Jisung janji nggak akan nakal. Jisung cuma mau lihat Upin Ipin dan nggak akan ganggu kalian. Di rumah Jisung sempit, Bi, nggak ada TV."
KAMU SEDANG MEMBACA
Wounded Universe | NCT DREAM
Fanfiction"𝗞𝗲𝘁𝗶𝗸𝗮 𝗹𝘂𝗸𝗮 𝘆𝗮𝗻𝗴 𝘁𝗲𝗿𝘂𝘀 𝗱𝗶𝗽𝘂𝗽𝘂𝗸 𝗵𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮 𝗺𝗲𝗻𝗷𝗮𝗱𝗶 𝗱𝘂𝗸𝗮 𝘁𝗲𝗿𝘀𝘂𝗯𝘂𝗿." -Wounded Universe by 𝓒𝓱𝓸𝓬𝓸𝓵𝓸𝓿𝓮𝓵𝔂𝔂𝔂15_ *** "Dunia itu kejam!" Jika ada yang berkata demikian, itu artinya dia tidak bersyu...