6. Saling Menjaga Kewarasan

22 2 4
                                    

Hai, November?
Semoga setelah menutup lembaran pelik di Oktrouble, November ini bisa lebih bersahabat dengan raga dan batin.
Bukan berniat untuk banyak mengeluh, tapi bulan kemarin memang banyak diberi peluh. Sekedar ingin istirahat, dan sedikit melonggarkan pikiran dengan bercerita.
Dan aku bisa jamin, Andromeda pasti akan jadi teman paling setia.
Hm.. ujung-ujungnya malah marketing :(
Tapi nggak papa lah, yang penting kan usaha nya nggak kendor💪🏻

Exactly, di part kali ini, aku memang sedang renungkan banyak harapan, semoga di keadaan sepelik apapun, kalian semua punya sosok paling hangat, lengkap dengan pelukan dan senyuman menenangkannya.
Jadi untuk yang sakit, moga segera diberi sembuh.
Dan semua yang terjebak dalam labirin, moga segera dipertemukan dengan cahaya pulangnya kembali.

So .. stay safe, stay sane
and
Happy reading ✨

-
-

"Rasanya nggak punya bunda itu gimana sih, Sa?"

Angkasa yang posisinya baru saja duduk di samping Dara, seketika langsung terkejut mendengar pertanyaan yang terlontar begitu entengnya dari lisan sang gadis. Seakan kini, pertanyaan itu bukan lagi hal yang tabu untuk ia bicarakan bersama Angkasa.

"Lo ngomongin apa sih? Udah, mendingan lo istirahat dulu. Kalo lo butuh apa-apa, langsung panggil gue. Gue selalu ada disini kok."

Dara sangat paham kalau pemuda itu tengah menyembunyikan banyak kegugupan dibalik tegurannya barusan. Yah .. tidak heran juga, karena selama ini dirinya memang cuma dapat bagian untuk memahami perasaan Angkasa secara kasat mata. Belum pernah benar-benar merasakan yang namanya menjalani dunia dengan selalu menjadi pihak yang di pukul. Tapi bisa dipastikan, kalau sejak detik ini hingga waktu yang tidak bisa ditentukan, dirinya akan mendapat giliran untuk merasakan hidup ala Angkasa. Anggap saja, episode Dara dan sang Bunda memang sudah saatnya di tutup oleh semesta.

Sayup-sayup, Dara mulai menyunggingkan sebuah senyuman tipis, sebelum akhirnya menjawab ucapan Angkasa dengan jawaban yang tak kalah menjebaknya lagi.

"Kalo Bunda udah pergi, berarti gue udah engga butuh Bunda lagi. Mungkin yang lebih gue butuhin sekarang, cuman elo sama Andromeda. Jadi kalo nanti lo mau pergi, tunggu gue yang pergi dulu ya? Cukup sekali aja gue nahan diri kayak hari ini. Karna gue baru tau, kalo sakitnya enggak di pamitin Bunda itu, berasa udah ngalahin maut itu sendiri."

Angkasa sukses mematung di tempatnya. Ia benar-benar sudah tidak bisa menjawab Dara lebih jauh. Toh apapun yang akan ia katakan, Dara pasti tidak akan pernah melibatkan akalnya lagi untuk berpikir. Perasaan baru yang mungkin masih asing dalam benak Sandara, jelasnya patut untuk di maklumi oleh siapa saja. Karena kini, bukan lagi tentang masa berkabung. Sekarang, Awan Sandara sedang berusaha menjaga batas kewarasannya sendiri. Paling tidak, agar dirinya bisa segera terbiasa dengan kesepian ini. Tanpa adanya senyuman atau sekedar peluk sederhana sang Bunda, yang sudah menemaninya tumbuh menjadi Dara dengan hati baja.

Keduanya pun mutlak terdiam dengan pikiran masing-masing. Sama-sama runyam hingga tidak sadar kalau mereka sudah saling bungkam, selama hampir 20 menit lamanya. Tidak ada yang berusaha memperbaiki suasana kembali. Jangankan Dara, Angkasa saja sudah terburu larut dengan kalimat-kalimat menyakitkan yang Dara utarakan sambil tersenyum. Apakah tidak ada yang lebih menyakitkan daripada senyuman itu? Seharusnya ada tangis diujung matanya, tapi yang timbul malah senyuman lain yang bahkan maknanya saja terasa lebih mengiris perasaan siapa saja.

𝐀𝐍𝐃𝐑𝐎𝐌𝐄𝐃𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang