8. Sisi Menyebalkan dari Pamit

18 3 7
                                    

Happy reading ✨

-
-
-
-

Kalau tidak salah ingat, dulu Angkasa pernah melihat senyum Dara yang seperti itu. Senyum amat merekah yang bagi orang lain, itu adalah senyuman terbaik yang pernah Dara tampilkan di muka dunia. Namun Angkasa tidak pernah setuju meskipun Mars dan Venus pernah sekali saja membuatnya memperdebatkan hal itu. Dirinya benar-benar tidak setuju kalau ada yang amat menyukai senyuman Dara yang seperti itu. Oh tidak, jangankan mengingat kembali apakah rupa tersenyum Dara saat ini benar-benar mirip dengan yang dulu. Tapi yang jelas Angkasa akan menegaskannya sekali lagi, bahwa senyum itu tidak akan pernah mewakili rasa bahagia Dara barang secuil saja. Tidak, itu terlalu hambar.

Mungkin sejak para pengasuh di dalam aula itu mulai bergerak mengerubungi Dara dan Ares, sejak itu pula Angkasa sudah berada selangkah lebih dekat dengan sahabatnya. Meskipun sangat mustahil bahwa Dara bisa disakiti oleh wanita-wanita yang memiliki sorot sama ramahnya itu, namun insting Angkasa seakan terus menerus berteriak bahwa kali ini ia tidak boleh membiarkan Dara-nya sendirian lagi.

"Psst .. Sa! Ngapain lo disitu? Munduran sini!" Seru Mars jauh di belakang Venus dan Bulan. Tidak, bahkan jarak mereka terasa terlalu jauh kalau dibandingkan dengan posisinya dan Dara yang sudah masuk dalam kerumunan pengasuh panti asuhan ini.

"Mendingan kita kasih Dara space buat ngomong sama mereka, Sa. Biar Dara nyelesaiin urusan mereka dulu. Kita cuman bisa jaga Dara sampai sebatas ini aja. Tolong ngertiin situasi Dara ya, Sa ..." Itu Venus dengan sedikit kilatan tajamnya, namun tetap berujar dengan bijak seperti biasanya.

Tentu saja, Venus berusaha menuntut Angkasa untuk berhenti posesif yang tidak perlu pada Dara. Toh apapun yang akan Dara lakukan hari ini, mereka semua sudah bersepakat untuk diam dan menurut sambil menjaga dari jauh saja. Meskipun terlihat lebih susah, namun hal itu juga berlaku untuk Angkasa.

Namun bukannya memberi jarak aman dengan Dara, pemuda itu malah ikut menarik Dara sekaligus membuat Ares terseret keluar dari jeratan para wanita yang nampaknya begitu menaruh tanya pada Dara. Entahlah, sebenarnya orang-orang itu sedang menuntut apa pada Dara. Bukankah terlalu terlambat, kalau menanyakan banyak hal sekarang?

"Sa! Lo apa-apaan sih?!" pekik Venus bersamaan dengan Dara yang terkejut, karena sebelah tangannya sudah terpaku dalam kungkungan tangan Angkasa. Lantas ia segera menoleh pada pemuda itu, sekedar ingin membaca situasi apa yang sedang bergelayut pada kepala sahabat posesifnya itu. Ia ingin tahu, kenapa kekhawatiran Angkasa mendadak jadi sekentara ini.

"Kak?"

Mendadak atensinya kembali dialihkan pada Ares yang sudah memasang wajah khawatirnya disana. Genggaman tangannya yang semakin erat, lagi-lagi membuatnya tersadar kalau posisi Ares memang terlalu dekat dengannya. Benar, mau sekeruh apapun kondisinya nanti, yang jelas Dara tidak ingin melibatkan Ares lebih jauh daripada ini.

"Gue engga papa, Sa ..." ujar Dara akhirnya, tentu saja sambil berusaha menyalurkan sebuah senyuman yang tanpa bisa Angkasa pungkiri, itulah senyum yang lebih pantas untuk menghiasi paras teduh Dara.

Dan ya, bak tersihir sebuah mantra ajaib antah berantah, sungguh, kokohnya Angkasa mendadak bisa langsung mengendur dengan sendirinya. Perlahan pemuda itu mulai melepaskan kekangannya pada sebelah tangan Dara. Bahkan raut tegang yang sejak tadi bergelayut di wajahnya pun, sayup-sayup ikut sirna bersamaan dengan Mars yang langsung terheran di posisinya.

"Wah ..." decak Bulan reflek terkagum di belakang Venus. Lantas Venus pun yang mulanya masih khawatir kalau saja Angkasa tidak bisa mengontrol dirinya hari ini, langsung mendengus kecil melihat tingkah Angkasa yang sudah kembali pada taraf amannya.

𝐀𝐍𝐃𝐑𝐎𝐌𝐄𝐃𝐀Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang