Bagian 3

613 10 0
                                    

Harusnya ini menjadi hari membahagiakan bagi setiap pasangan pengantin baru, kan? Tapi, bagaimana kalau pengantin itu bukan dia di dalamnnya? Seperti Dimas, misalnya. Entah kenapa hal ini bisa terjadi, masih saja sulit dicerna.

Nyatanya, Dimas yang akan menikahi Bima hari ini. Sosok laki-laki gagah yang dulu menjadi sahabatnya, kini resmi sebagai suaminya. Tapi, bagaimana cara dia merayakannya? Bahkan untuk menyentuhnya pun dia tak bisa.

Mendesah, itulah yang bisa Dimas lakukan setelah Bima atau suaminya keluar kamar, masih sangat sulit rasanya bagi dia menerima itu.

Namun Dimas akhirnya membersihkan diri, mengganti pakaiannya dengan dress batik sama seperti suaminya, hal tersebut tentu bukan keinginan darinya, ibunya menyuruh untuk memakainya, mau tidak mau dia harus menuruti dan memakai baju tersebut untuk menghargai sang ibu.

Kemudian Dimas keluar dari kamar, dilihat rumahnya yang sudah sedikit lebih sepi, karena memang acara pesta pernikahannya dibuat kecil kecilan dan segala dekorasi sudah diangkut kembali hingga menyisakan kursi-kursi serta meja yang masih ada beberapa teman atau saudara dari Bima.

"Baru selesai ganti, Mbak?" Terdengar sapaan Risa adik perempuan Bima yang umurnya masih dibawah Dimas, namun karena dia sekarang ada di tubuh Disa. Maka ia memanggilnya Mbak.

"Hmm, iya, Mbak." Jawab Dimas .

"Sini Nduk." Panggil Ratmi, Ibu Bima yang tentu usianya tak lagi muda, Dimas lantas duduk di sebelah mertuanya itu sambil menyimak obrolan-obrolan dari dua keluarganya sampai rombongan Ibu mertuanya itu berpamitan pulang bersama anak Bima yang ikut dengan Mbah putrinya

"Disa, suamimu ajak makan dulu sana, dari tadi siang belum sempat makan lho, mbok ya kamu ladeni dulu toh.

Bingung harus gimana? Dimas hanya memandang suaminya yang asyik ngobrol bersama saudara-saudaranya. Harus kah dia menghampiri suaminya seperti yang dilakukan kebanyakan perempuan-perempuan untuk sekedar mengajak makan?

"Anu mas. Di suruh makan dulu sama Ibu." Kata Dimas dengan muka datar, menatap suaminya sekilas.

Bima memahami sikap istrinya, mungkin memang perlu waktu untuk istrinya menerima pernikahan ini, karena memang mendadak bagi Disa atau Dimas. Meskipun bagi seorang Dimas sosok Bima adalah sahabat yang sudah lama di kenalnya. Namun, karena dia di tubuh adiknya, rasa itu seakan berbeda, bukan sebagai sahabat lagi.

"Terima kasih, Sa..." ucap Bima lirih ketika istrinya sedang membersihkan piring setelah selesai makan.

Dimas menghela napas pelan dan cuma balas mengangguk sambil terus melanjutkan rutinitasnya, sebenarnya baru pertama kali Bima terdengar mengucapkan Terima Kasih padanya. Tapi Dimas lebih memilih bersikap cuek. Karena itu adalah sifat adiknya, dan terpaksa dia harus melakukannya.

"Kalau kamu capek tidur duluan aja, Mas masih mau menemani bapak ngrusin tamu."

"Iya..." Jawab Dimas secara singkat

Bima yang masih duduk di kursi makan seraya memandangi istrinya beres-beres peralatan makan mereka.

Maafkan mas ya, Disa!! Terpaksa aku lakukan ini. Lanjutnya.

Dimas masih berdiam tanpa jawaban, dia tahu alasan Bima meminang Disa. Pernikahan ini didasari bukan karena cinta, namun karena dia kasihan melihat keluarganya. Secara ekonomi keluarga Eka mengalami penuruan sejak ditinggal olehnya, apalagi adiknya berhenti bekerja di kota.

"Sabar Bim, kamu kudu kuat ngeladeni perempuan seperti itu, tunggu aja sampai merasakan goyanganmu, bisa-bisa gak mau lepas Batin Bima pada dirinya sendiri.

Malam hari semakin larut, baru pertama kali Dimas merasakan perasaan campur aduk luar biasa. Dia sedang berbaring di kamar tidur adiknya, terus memikirkan betapa dia akan menyesali pernikahan ini.

Tapi Dimas tiba- tiba penasaran tentang apa yang ada di pikirannya saat ini, ketika Bima tahu dia adalah sahabatnya? Bagaimana rasanya baginya, menikah dengan sahabatnya yang menempati tubuh adiknya? Dan kenapa pula dia yang harus di tengah mereka? Ini terasa rumit bagiku.

Dimas yang mendengar kegaduhan suara diluar pun menyunggingkan bibirnya, dari balik jendela kamar tampak barisan laki-laki yang berumur kepala 4 asyik jagongan (tidak tidur sampai subuh) dalam tradisi jawa. Semestinya itu yang dilakukan olehnya, bukan malah disuruh tidur di kamar. Namun mau bagaimana lagi, Dimas tidak bisa menolaknya. Dia lebih memilih agar segera tidur daripada pusing.

My Bestfriend HusbandWhere stories live. Discover now