REIN: Di Mana Aku?

72 9 1
                                    







Pikiran Huening Kai sangat sederhana, dia hanya seorang anak berusia sekitar tiga belas atau empat belas tahun ketika melihat kakak perempuannya berjuang melawan beberapa orang aneh berwajah menyeramkan dan tubuhnya gemetar oleh rasa takut yang ekstrem. Teriakan kakak perempuannya sangat jelas, memaksanya untuk berlari menjauh dan tidak pernah berbalik. Huening Kai berlari sekuat yang kakinya bisa, menahan gemetar di lututnya dengan air mata membasahi pipi putihnya. Penampilannya sangat menyedihkan, tetapi Huening Kai tidak akan pernah melanggar perkataan sang kakak.

"Lari, Hyuka! Lari!"

Darah ada di mana-mana, aroma busuk dan amis menyapu setiap jengkal tempat ia berlari. Untuk sesaat, Huening Kai hanya bisa memaksa kedua kakinya untuk mengambil langkah sebelum akhirnya terpelanting di antara tangga darurat, kedua matanya terpejam dan akhirnya menyerah akan rasa sakit yang menusuk di sekujur tubuhnya.

Sebelum Huening Kai tenggelam dalam rasa sakit dan bersiap meninggalkan kedasarannya, Huening Kai melihat seseorang berlari ke arahnya. Tidak ada waktu untuk bereaksi, Huening Kai pingsan di bawah tekanan takut dan pedih yang menjalar ke seluruh tubuhnya. Setelah berjam-jam memejamkan kedua matanya dengan linglung, Huening Kai berusaha keras menarik kesadarannya dan membuka lebar-lebar kelopak matanya. Pemandangan di depannya adalah dinding putih dengan lapisan kotoran hitam berbau busuk yang menyengat, hidungnya mengerut tidak nyaman. Sebelum ia bisa bertanya-tanya dalam benaknya, sebuah suara menggema, "Akhirnya kau sudah bangun, anak kecil." Suaranya ketus, nadanya buruk, dan sedikit menyebalkan di telinga Huening Kai.

"Aku... Di mana aku?"

"Gudang samping, kita terjebak karena kau sangat berisik."

Matanya yang kabur berusaha melihat seseorang yang bisa dibilang telah menyelamatkan hidupnya, seketika Huening Kai terduduk dan segera merasakan denyutan menyakitkan di kepala. Huening Kai mengerutkan dahi dan menyentuh sisi kepalanya, "Apa yang... terjadi? Di mana kakak perempuanku? Apakah... Apakah dia mati?" Kesedihan itu memukul keras hatinya, angin yang berembus dari ventilasi udara tidak berani mengusiknya dari rasa sedih dan takut yang masih menggerogoti hati anak itu.

"Aku tidak tahu, jangan tanya padaku!"

Gudang samping hanya berukuran dua kali dua meter, penuh dengan alat kebersihan dan sangat pengap. Rasanya paru-paru Huening Kai akan memprotes pada kualitas udara yang benar-benar buruk, ia menghela napas dan berkata dengan murung yang menghiasi wajah putihnya, "Terima kasih telah menyelamatkan hidupku." Ia telah melihat kematian berulang kali, tidak sedikit untuk mengetahui bahwa segala sesuatunya telah berubah. Tidak ada manusia normal yang akan menggigit orang lain, apalagi memakan dagingnya mentah-mentah seakan itu makanan paling nikmat di dunia. Huening Kai tidak bodoh untuk menyadari kekacauan ini hampir tidak bisa diatasi, jadi dirinya hanya bisa terus-menerus mengikuti apa yang kakaknya minta, meski itu berakibat pada kematian kakaknya sendiri.

Huening Kai sedih saat memikirkan kakak perempuannya mati secara mengenaskan. Jika pun ia ingin kembali, tidak mungkin tubuh kakaknya lengkap atau yang terburuk, kakaknya berubah menjadi orang-orang yang menggigit dan berganti menyerangnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 12, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

New Project: REINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang