.... Denting piano pelan mengalun di ponselku, yang belakangan ini terdengar cukup menenangkan, untuk segala hal yang terasa hiruk pikuk.
Pikiranku melambung, wajahnya mulai mengangguku hampir 4 bulanan ini.
Aku hidup di tengah kota yang kata orang adalah tujuan mereka ketika mereka memikirkan sebuah tempat untuk berlibur, di antaranya justru orang orang nampak tak memahami arti dari hidup di tanah dimanapun berpijak seharusnya di situlah langit di junjung.
Takdir seringkali suka bermain peran, ada yang tiba tiba datang dari ratusan kilometer membawa ratusan kemungkinan dan segala luka terdalam yang ikut bersamanya.
Maksud Tuhan mungkin dia di hadirkan untuk menunjukkan bahwa orang sepertiku ternyata masih layak di cintai, meskipun kadang aku sendiri bingung bentuk apa yang selama ini di tunjukkannya padaku.
Apakah itu cinta atau hanya sebatas nafsu, Apakah itu tempat duduk ku atau hanya sebatas bangku yang di ijinkan empunya sebagai tempatku singgah, rehat melepas lelah.
Orang ini suka membuat aku tersipu malu-malu lalu membuatku menangis di kemudian hari.
Dia adalah orang paling egois tapi paling manis yang pernah aku temui, ia nampak bersinar di bawah langit biru, di bawah sinar bulan, di depan deburan ombak pantai yang kita singgahi. dia adalah kesederhanaan yang rumit.
kulit coklatnya menghiasi tiap sudut tubuhnya, dan betapa dia suka makan tapi enggan membesar.
Dia adalah yang aku tahan-tahan atas segala hal yang membuncah di dada.
Sesuatu yang aku takut suatu hari akan bisa melukaiku teramat dalam.
Seandainya garis waktu bisa ku kembalikan lebih dulu.
Tuhan, bolehkah aku meminta manusia egois ini datang lebih awal? supaya aku bisa mencintainya, lebih lama.
-000-Tulisan di atas yang mungkin sudah terbaca itu adalah tulisan beberapa bulan lalu, cinta yang aku rasakan kala itu dengan yang sekarang tiada beda, masih sama.
masih menghangatkan.Hari ini tepat di tanggal 25 Januari 2022, waktu terasa sangat cepat berlalu.
tiba-tiba saja hubungan kami berjalan menuju setahun.Baru kemarin dia ada di sampingku, memberikan aku pandangan tulus untuk selalu di sisinya, hal yang belum pernah aku temui di mata orang lain.
Malam sudah berganti pagi, di sini sudah 02.00 dini hari, mataku enggan terpejam, masih sibuk pikiranku berdiskusi, berbicara tentang hal random yang entah isinya apa.
Aku menghela nafas.
Aku, merindukannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
9/11 Coffe(e) and You
RomanceRatusan kilometer. bahkan daun yang jatuh dari sebuah ranting pohon sudah tertulis. begitulah aku menamainya. cerita sederhana tentang betapa cinta memang berperan layaknya logika yang seharusnya.