BAGIAN TIGA

4 1 2
                                    

Pukul jam dua belas malam, mata sembab dan masih sedikit sesegukan, Falisha masih terbangun mengobati tangannya yang luka akibat putung rokok Narendra. Falisha tak menyangka bahwa Narendra melakukannya setega ini pada dirinya
Dan lebih anehnya lagi, Falisha masih menaruh perasaan pada cowok itu, padahal sudah berkali-kali Narendra menyakitinya.

Falisha menggenggam tangannya yang terluka dengan tangan kanannya. Lukanya sudah selesai diobati dan sudah ia perban juga.

Terkadang Falisha sering merasa lelah dengan hidupnya yang seperti ini, tak ada satupun orang berada di sisinya. Bahkan sepertinya tak ada satupun orang yang menyayanginya. Rasanya Falisha ingin menutup matanya lama, kalau bisa tak akan pernah terbuka lagi. Falisha sudah muak rasanya menjalani hidup di dunia yang keras ini. Bahkan sepertinya dunia enggan melihat Falisha bahagia, maka dari itu Falisha menjalankan hidupnya yang buruk setiap hari.

Falisha menoleh kearah pintu kamarnya, ketika mendengar suara orang tuanya yang seperti sedang bertengkar diluar. Falisha bangun dari kasur dan berjalan kearah pintu, membuka pintunya perlahan untuk mengintip.

"Kan kamu yang mau anak perempuan! Udah dapet anak perempuan malah gak mau diurusin! Gak pernah ngasih uang juga!" Suara Mamah terdengar sangat kencang pada Papah dibawah sana.

"Tapi kamu itu ibunya! Sebagai Ibu itu harusnya mengurus anak! Jangan mentang-mentang saya laki-laki dan kepala keluarga semuanya ditanggung ke saya!" Balas Papah tak kalah kencangnya.

Falisha masih setia mengintip, menyaksikan kedua orang tuanya bertengkar ditengah malam. Jeffan pun tak ada di rumah, sudah biasa Jeffan jarang pulang ke rumah. Entah kemana anak itu. Kadang Jeffan bisa dua hari tak pulang.

"Kalau kaya gini jadinya, lebih baik kita gak usah ngambil anak itu di panti asuhan!" Ucap Mamah sudah emosi.

Falisha mendengar ucapan Mamah tadi sontak mengerutkan dahinya. Falisha memberanikan diri untuk membuka sedikit celah pintunya perlahan.

"Saya dari awal memang kurang setuju ngadopsi anak itu! Tapi kamu tetep kekeuh pengen punya anak perempuan. Padahal satu anak saja sudah cukup, Jeffan saja sudah cukup! Kita berdua orang yang sibuk! Ngurus satu anak aja udah repot, apa lagi dua!"

Falisha menutup pintu kamarnya, tak ingin mendengar pertengkaran kedua orang tua itu lebih jauh lagi. Tubuh Falisha merosot dibalik pintu. Air matanya kembali pecah membasahi kedua pipinya. Tanpa mereka menyebutkan namanya, Falisha sudah tau apa yang membuat mereka bertengkar.

Kini Falisha tau, pantas saja mereka memperlakukannya seperti ini. Tak pernah mendapatkan kasih sayang seperti anak lainnya yang mendapatkan kasih sayang orang tua. Karna Falisha bukan lahir dari rahim orang tuanya yang saat ini bersamanya. Lantas kenapa mereka mengadopsi Falisha jika pada akhirnya mereka menyesal mempunyai anak perempuan?

Isi kepala Falisha kembali diserbu pertanyaan, lalu kemana kedua orang tua kandung Falisha berada?

Falisha memukul dadanya ketika merasakan sesak, sungguh, ini adalah hari yang paling buruk bagi Falisha.

💠💠💠💠

Seperti biasanya, sebelum menjalankan aktivitas masing-masing tak lupa mereka meluangkan waktu untuk sarapan pagi. Dan seperti biasanya, setiap mereka makan bersama tak ada satupun orang yang membuka topik pembicaraan. Hanya sekedar bertanya bagaimana hari kemarin saja, tidak ada. Mereka sibuk dengan makanannya dan handphone mereka masing-masing.

Pagi ini, Falisha seperti tampak tak berselera untuk memakan nasi goreng lezat dihadapannya. Matanya yang masih terlihat bengkak karna semalaman Falisha menangis. Namun kedua orang tuannya mengabaikan hal itu meskipun sepertinya mereka berdua sadar.

FALISHA | Na JaeminTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang