3

54 2 0
                                    

I'm back, sweetie... Happy reading...

Demi apapun, Lily tidak henti-hentinya tersenyum sembari melihat perban di tangannya. Not bad. Alvaro cowok manis yang pernah ia temui.

Yang benar saja. Memangnya siapa lagi cowok yang Lily temui ? Satu-satunya laki-laki yang yang Lily temui hanya Alvaro. Cowok penuh kemisteriusan namun manis. Cowok yang selalu membuat jantung Lily bergetar hebat. Ah, membayangkan Alvaro membuat gadis itu gila beneran.

Hari ini hari sabtu, tentu saja Lily bisa benapas sedikit lebih lega. Setidaknya dua hari Lily terlepas dari mata pelajaran yang membuat kepalanya berdenyut.

Seperti biasa, Lily mencoba memfokuskan dirinya pada piano yang ia mainkan. Inilah hobi gadis itu. Bermain piano. Lily begitu mahir memainkan alat musik tersebut. Seperti seorang yang sudah profesional.

Siapapun yang mendengar gadis itu mamainkannya, tentu saja akan terbuai. Dia persis seperti bundanya. Bakat yang bundanya miliki, akhirnya menurun pada gadis cantik itu.

Diam-diam Baxter melihat putri kecilnya itu bermain piano. Selalu ada rasa hangat di relung hatinya setiap kali melihat Lily memainkan alat musik tersebut. Itu semua membuat dirinya teringat oleh sosok mendiang istrinya.

Lily terlihat sangat cantik, mewah, dan anggun. Baxter teramat sangat menyayangi putrinya ini. Dia sudah berjanji pada Bella Blossom, istrinya, bahwa dia akan menjaga putrinya itu. Nyawa pun akan ia taruhkan untuk Lily jika itu bisa membuat anak gadisnya tetap baik-baik saja.

Lily fokus memainkan piano sampai akhirnya tersadar, ayahnya itu sedari tadi memperhatikan dirinya.

"emm, ayah ?" Baxter tersenyum lalu menghampiri Lily.

"you're so gorgeous, baby. Dari sekian banyak pianis yang ayah tau, kamu satu-satunya yang paling indah".

"ah, ayah puji Lily karena Lily anak ayah aja. Padahal tu banyak banget yang lebih dari Lily" Lily tersenyum lembut pada Baxter, senyum lembut Lily sangat menular.

"no no, kamu emang bener-bener hebat, kamu tau ? You are the best one".

Lily menundukkan wajah sendu lalu melihat ke arah Baxter "ayah.., Lily dengar di desa sebelah ada guru les piano. Boleh kalau Lily les piano aja ? Lily nggak perlu belajar lagi ? Boleh ya, yah ?".

Wajah baxter berubah datar. Lily berharap ayahnya ini akan luluh "di luar bahaya, sayang. Ayah ngga mau kamu kenapa-kenapa" pembahasan seperti ini Baxter tidak menyukainya. Baxter memilih pergi dari hadapan Lily.

Bukan sebab Lily tidak diperbolehkan memainkan piano namun, Baxter amat sangat takut kalau ada sesuatu yang berbahaya menimpa putrinya itu.

Lily menahan lengan Baxter "Lily janji, setelah les piano selesai, Lily akan langsung pulang. Lily nggak akan main kemana-mana".

"akan ayah pikirkan" Baxter pergi meninggalkan putrinya yang terlihat sedih.

---

Dengan cangkir di tangan Baxter, pria tampan berusia 50 tahun itu menatap champagne yang ia minum.

Dia sadar, melarang putrinya agar melupakan rencana tadi itu sia-sia. Lily sangat menyukai piano jadi, keinginannya sangat besar.

Jika dia terus menerus melarang Lily, yang ada gadis itu akan berontak. Baxter tau sifat anak gadisnya seperti apa.

Apa ini sudah waktunya Baxter membiarkan Lily bebas ? Demi Tuhan, Baxter sangat takut melepas Lily. Baxter takut janjinya untuk menjaga putrinya itu pada Bella ia ingkari.

Namun jika dia membiarkan Lily terbelunggu oleh istananya sendiri, pria itu juga takut akan mental gadis kesayangannya. Baxter sadar, Lily pantas bahagia dan menghirup udara luar sebanyak-banyaknya.

Angel Of DarknessWhere stories live. Discover now