"Mamaaaaaaaaa" Teriak Aca. Sedangkan Rosa hanya menutup kupingnya sambil tertawa melihat tinngkah anaknya.
"Mama kenapa gak bilang sih tentang pernikahan itu?"lanjut Aca. Kini gadis itu duduk disofa sambil bersedekap dada. Rosa duduk disampingnya sambil merangkul anaknya itu.
"Kalau mama bilang dari awal, pasti kamu rewel, ribet. Jadi mending kamu gak tau aja kan"
"Yatapikan seenggaknya di spill dulu ke aku"
"Ah ngapain. Tapi, Gara ganteng kan? Mapan juga. Tanggung jawabnya jangan ditanya lagi. Cocok banget buat kamu. Ahhhh gasabar nimang cucu" Ucap Rosa sambil berlalu meninggalkan Aca yang bergidik ngeri.
"Cucu? Ih gak mau gue ewita sama dia!" Batin Aca.
***
"Aca, udah siap? Itu Gara didepan
Mama tunggu dibawahya"Ceklek.
Aca membuka pintu kamarnya setelah ia mendengar langkah kaki yang terus menjauh. Gadis itu udah siap, lalu menuruni anak tangga. Ia menghembuskan nafas saat melihat Gara yang sedang berbicara dengan Rosa.
"Ma, Aca pamit ya"
"Eh udah siap kamu. Yaudah hati-hati ya. Nak Gara, titip Aca ya"
"Siap tante. Gara dan Aca pergi ya"
Brakk.
Aca membanting pintu mobil yang mendapatkan lototan dari Rosa, sedangkan gadis itu tersenyum paksa. Tidak lama, mobil Gara melaju meninggalkan kediaman Aca.
Selama perjalanan, Aca hanya diam sambil memainkan ponselnya. Sementara Gara, terlihat fokus menyetir, sesekali terlihat memperhatikan Aca yang sibuk sendiri.
Tanpa sadar, mereka telah sampai di boutiqe yang mereka tuju untuk melakukan fitting baju.
"Udah sampai" Ucap Gara.
Aca tidak menanggapi, ia hanya langsung menyimpan ponselnya lalu berjalan keluar mobil.
"Selamat datang tuan dan nona. Silahkan masuk kedalam. Mrs. Regina sudah menunggu didalam" Ucap seorang pegawai yang menyambut mereka berdua.
Aca melangkahkan kakinya kedalam tanpa menunggu Gara, lalu matanya menangkap seorang ibu-ibu berusia kurang lebih 40 tahunan namun masih terlihay segar. Ibu itu menghampirinya dan juga Gara.
"Selamat datang di boutiqe kami, tuan Gara dan nona Bianca. Saya Regina. Mari, ikut saya. Sudah saya persiapkan beberapa gaun terbaik"
Regina tersenyum ramah lalu berjalan pelan, diikuti Gara dan Aca dibelakangnya.
"Woy" Panggil Aca pelan pada Gara disampingnya, namun pria itu tidak menjawab malah fokus melihat kedepan.
"Woyy, sttt. Woy" Panggil Aca lagi, kini ia menyenggol Gara dengan sikutnya.
"Gue?" Tanya Gara sambil menunjuk dirinya. Aca memutar bola matanya malas.
"Siapa lagi kalau bukan lo!. Eh gue mau tanya. Tema nikahnya warna apa?"
"Kata mama dan tante Rosa, warna putih. Ohya, gue punya nama. Nama gue Gara, bukan woy"
"Suka-suka gue"
Aca, gara, regina dan beberapa pegawai masuk kesebuah ruangan. Diruangan itu, begitu banyak baju pernikahan yang sangat cantik. Aca dibuat terpukau seketika, namun ia kembali tersadar.
"Temanya warna apa?"
"Putih" Jawab Gara.
"Oh. Kalau gitu mau baju warna.... "
"Hitam!" Potong Aca.
Regina mengerutkan keningnya sambil menatap para pegawai, begitupun Gara yang hanya menggelengkan kepalanya pelan.
"Aku mau warja hitam bajunya. ada bu?"
"Ada. Tapi temanya... "
"Putih, tapi aku mau baju hitam"
"Iya, kami mau baju hitam aja. Biar berbeda" Jawab Gara membantu pendapat Aca. Namun bukannya suka dan berterimakasih , aca malah berdecih kesal.
Regina tersenyum simpul. Ia menyuruh anak buahnya untuk mengambilkan gaun pernikahan berwarna hitam. Tidak berapa lama, pegawai itu membawa sebuah gaun berwarna hitam yang sangat mewah. Aca memandang takjub baju itu, ia menyentuhnya lalu seketika mengangguk
"Aku mau yang ini. Bu, aku mau yang ini ya baju nikahnya"
"Baik, kalau begitu untuk baju pasangannya akan diambilkan oleh pegawaj kita. Ibu Bianca, bisa kita lakukan fitting?"
"Boleh"
"Mari bu, ikut saya"
Saat Aca hendak mengikuti langkah Regina, Gara mendekatkan mulutnya kearah telinga Aca.
"Kagum sih kagum. Tapi jangan sampai tuh mulut kebuka gitu" Ledeknya membuat Aca membolakan matanya.
Aca masuk kedalam kamar ganti, mencoba gaun hitam yang ia pilih. Gaun ini memang sangat cantik. Kontras sekali dengan kulit Aca yang putih bersih dengan bentuk badan yang sangat indah. Tercipta sudah princess dalam dunia nyata.
***Setelah seharian mengurus semua keperluan, Aca dan Gara kembali masuk kedalam mobil. Seperti biasa, tidak ada percakapan diantara mereka. Tiba-tiba Aca memandang Gara dengan pandangan was-was. Gara yang merasa dipandang, mengernyitkan dahinya pertanda bingung.
"Kenapa?"
"Lo denger gue ya"
"Iya, kenapa sih?"
"Pokoknya nanti siap nikah. Gue gak mau malam pertama sama lo. Ewita sama lo itu big no!. Jadi, jangan berharap lo bisa ewita sama gue ya"
"Lah? Lo kan istri gue nanti?"
"Iya tapi gue gak cinta sama lo. Pokoknya lo ikutin aja kata gue, gak usah berharap ewita dimalam pertama. Terus... "
"Terus lo mau buat perjanjian kata di cerita atau sinetron?"
"Ihhh engga. Gue cuma mau bilang, tapi jangan bilang siapa-siapa ya tentang permintaan gue yang ini"
"Iya. Eh tapi kenapa lo gak mau buat perjanjian? Biasanya di cerita-cerita pasti ada buat perjanjian kontrak"
"Lo mah cowo tapi suka baca cerita gituan. Gue kan gak bilang mau cerai kapan. Dan gue gak butuh perjanjian. Mau janjiin apa coba? Pokoknya gue cuma gak mau ewita sama lo. Tidur kita pisah!"
"Gak bisa"
"Kenapa?"
"Apart yang dikasih buat kita cuma ada 1 kamar"
"Yaudah lo tidur di luar"
"No! Kalau lo yang bilang tidur pisah, bearti lo yang diluar"
"Ih ngeselin banget sih"
"Lo yang gila buat permintaan aneh-aneh"
"Yaudah masalah tidur nanti dibicarakan. Pokoknya lo gak boleh sentuh gue, ngawinin gue atau liat badan gue!"
"Iyaiya"
***Bersambung
KAMU SEDANG MEMBACA
PRAGMA (21++)
RomanceWARNING!!! INI CERITA 21+. BAGI YANG BELUM CUKUP UMUR DILARANG MEMBACA!!. SEMOGA GAK DIHAPUS SAMA WATTPAD LAGI YA:(