Khavi memutar musik di alat pengeras suara hingga dentuman lagu Ghost milik Justin Bieber memenuhi ruangan kecil dengan motif luar angkasa yang sangat mendominan setiap dindingnya.
Khavi menghela napas, mengalihkan atensi nya pada frame poto berukuran kecil berada diatas meja. Perlahan bibirnya tertarik membentuk senyuman tipis, setelah cukup lama menatap benda kecil yang sangat berarti baginya. Khavi memilih mundur, melangkah mendekati seseorang yang tertidur di lantai nampak sangat berantakan dengan tangan yang terluka namun sudah di obati.
Lukanya masih sangat baru, seperti bekas sayatan yang di sengaja.
Khavi berbaring dibelakangnya dan memeluk erat tubuh lemah itu, sedikit membenamkan wajahnya di ceruk leher dan menutup mata tajamnya sambil berkata dengan tenang.
"Kak... semuanya akan baik baik saja, tolong kuat sehari lagi"
Seseorang yang di peluk Khavi adalah kakaknya, Aluka. Mendengar ucapan Khavi, Aluka semakin menangis dalam diam. Membekap bibirnya dengan kain bajunya dan dirasakannya pelukan Khavi semakin erat saja. Ia tau adiknya tengah menenangkan dirinya yang begitu depresi.
"Hiduplah, sehari lagi karna aku masih membutuhkan mu, aku belum siap untuk sendiri" lanjut Khavi.
Tangan besarnya bergerak menyentuh luka sayatan yang dibuat oleh Aluka sendiri. Ia mengusapnya pelan berharap tangisan Aluka hilang perlahan.
"Tidak mungkin juga kan, hari kemarin akan sama dengan hari esok"
Aluka mengangguk untuk membalas ucapan Khavi. Ia sangat berharap seperti itu, ia sudah sangat lelah dengan tamparan hidup yang selalu membuatnya berakhir mengerikan seperti ini. Dia pun ingin hidup seperti yang lain, hidup dengan baik.
●○○○
Khavi pov
Ku pejamkan mataku merasakan angin pagi yang menerpa wajahku, terasa begitu sejuk dan damai suasana sepagi ini. Kudengar sisa air hujan yang masih menetes di garasi rumahku, beradu dengan plat belakang motor tua milih ayah yang masih sangat layak untuk di pakai sekedar pulang balik ke sekolah.
Kurasakan kerinduan kembali menjalar di hatiku, sangat cepat sampai membuatku seketika lemas menyadari sepekan lalu tepat pada hari senin dimana aku harus menjadi pemimpin upacara di sekolah akhirnya tak hadir karna ayah pergi selamanya dari hidup ku.
Ayah, seorang motivator terbaikku, penyemangat yang selalu aku butuhkan ketika aku jatuh. Seseorang yang tak pernah marah sekalipun aku mengecewakannya pada hal hal tertentu, ia hanya tersenyum sambil mengusap pundakku ketika aku gagal.
Ayah. Yang selama hidupnya benar benar berjuang dalam tangisannya. Pada saat jam dua tengah malam akan selalu bersandar pada dinding kayu rumah kami. Aku tau dia adalah sosok yang paling menderita namun disembunyikan. Segala rasa sakit yang menamparnya tersembunyi dibalik senyumannya dan guraunya setiap saat, aku tau ayah hanya ingin menenangkan kami.
Aku harap, kau damai disana.
Aku meremas seragam sekolahku tepat dibagian dada. Rasanya begitu sesak namun harus ku tahan, harus. Aku mencoba mengatur napasku karna ini benar benar sangat berpengaruh ketika aku sedang merasa sesak seperti ini akan sangat mudah untukku kehilangan ritme dalam pernapasan.
Kata ayah aku kuat, aku harus membuktikannya.
"Khavi" suara kakakku, Aluka.
Aku menoleh ke belakang, ku lihat dia menurunkan lengan hoodienya untuk menutup luka kemarin, luka yang ia buat sendiri.
"Ayo kesekolah" ajaknya sambil tersenyum. Dia adalah pembohong yang handal, tersenyum dan ceria di hadapan dunia namun sangat rapuh di balik pintu kamar kami.
KAMU SEDANG MEMBACA
Rewrite Our Dream
Fanfictionketika semesta mungkin menganggap aku mampu dengan tantangannya, kurasa ia salah dalam menilaiku. aku hanyalah manusia, tertawa dalam tangisan, berdiri dengan rapuhnya, satu tapi separuh. Ini adalah kisah tiga remaja yang melawan pukulan hidup masin...