[3]

49.9K 6.9K 214
                                    

Bukanlah Mia namanya jika ia mengingat janjinya. Ia lupa menemui pria yang baru ia temui kemari.

Tangannya sibuk mengetik, memasukan angka ke dalam komputer. Keningnya berkerut samar. Keringatnya seperti bulir memenuhi kening putihnya. Kacamata bertengger manis di pangkal hidungnya menambah kesan misterius.

Mulutnya berkomat-kamit mendekte ribuan juta dollar seraya mencocokan dengan laporan keuangan. Kesibukannya seringkali membuatnya sedikit pelupa. Pekerjaannya yang menumpuk membuatnya harus terus fokus dan konsentrasi.

Di sisi lain. Seorang pria menatap sesuatu dengan binar senang yang kentara. Duduk sendirian di pinggir taman ditemani bertumpuk-tumpuk buku novelnya. Orang-orang berlalu lalang tak sedikitpun melirik pria yang aneh itu. Menggoyangkangan kunci yang berbentuk bulat itu dengan antusias.

Dia sedang menunggu seseorang yang sudah berjanji akan bertemu di taman seperti waktu kemarin. Dia berpikir jika perempuan itu lupa menghubunginya. Dan pria itu memakluminya karena ia tak melihat catatan memori yang dibawa seperti dirinya. Karena itulah kemungkinan perempuan itu lupa.

"Mia Puteri Harrison adalah perempuan tercantik yang pernah aku temui. Bukan seperti perempuan kebanyakan. Mia memakai kerudung hitam yang cantik seperti Bunda Panti," gumamnya membaca diary yang ia tulis kemarin malam. Kemudian membalikan lagi lembar berikutnya.

"Mia memiliki bibir yang manis seperti stroberi. Mia marah karena sudah aku cium. Mia tidak tinggi. Hanya setinggi dadaku. Mia...." ia mengerutkan keningnya bingung.

"Belum aku peluk."

Pria itu mengetukan jarinya di bawah dagu. Ia sedang berpikir. Orang-orang yang baru bertemu akan berpelukan sebagai salam pertemuan.

Dia akan melakukannya nanti. Bibirnya menyunggingkan senyum yang tak tertahan. Rasanya menyenangkan menunggu Mia. Tak ada rasa tertekan seperti ia menunggu seseorang.

Bahkan jantungnya dari tadi bertalu-talu namun bukan karena takut. Tapi gugup. Ia tak ingin terlihat bodoh di depan Mia. Ia harus gentleman.

Sudah hampir dua jam ia menunggu. Melirik arlojinya yang menunjuk pukul 5 sore. It's okay. Dia akan tetap menunggu. Mungkin sebentar lagi akan datang. Ia yakin Mia akan menepati janjinya.

"Mia pasti datang."

Pria itu mengarahkan pandangannya ke segala arah. Mencari-cari perempuan berkerudung. Namun nihil. Dari tadi ia tak menemukan sebiji pun.

"Mia pasti datang," gumamnya terus meyakinkan dirinya.

Mengerjapkan matanya berkali-kali karena terpapar cahaya. Ia suka melihat awan. Melihat langit sore seperti biasanya. Apalagi berdua bersama Mia.

Ia tersenyum sendiri membayangkannya. Pria itu memang sangat pandai memainkan imajinasinya.

"Mia pasti datang."

Mia menghela nafasnya panjang. Ia seperti melupakan sesuatu yang penting. Tapi apa? Ia memijit keningnya frustasi. Berharap akan mengingatnya.

Suara ponsel berdering memecahkan konsentrasinya. Ia segera mengangkatnya tanpa melihat siapa yang menelepon.

"Halo?!"

"Halo Mia.. apa kau sedang sibuk?" ujar seseorang di seberang sana.

"Ya.. seperti biasanya."

"Yah! Padahal aku ingin mengajakmu ke kafe dekat taman."

"Mungkin lain kita ke kafe dekat ta.." sebuah memori seketika menghantam ingatannya.

Sebuah janji yang seharusnya ia tepati. Taman. Ia harus menemui seseorang di taman.

"Taman Mia.. astaga. Kalau bicara jangan setengah-setengah!"

"Nanti ku hubungi lagi," pungkasnya seraya menutup telepon.

"Astaga!" ia melirik jam di dinding. Sudah pukul setengah 11 malam.

Apa pria itu masih menunggunya? Semoga saja tidak.

Mia mungkin memang melupakan janjinya. Tapi dia pasti menepatinya walau tak tepat waktu.

Tanpa pikir panjang ia segera merapikan berkas-berkas sialan itu. Menyudahi lemburnya yang menyebalkan.

Sampai di taman. Mia terengah-engah berlari menuju tempat kemarin. Menyapu pandangannya ke segala arah.

Tidak ada seorangpun disana. Ia menghembuskan nafasnya lega. Sudah seharusnya pria itu pulang tanpa menunggu perempuan pelupa sepertinya.

Namun hal mengejutkan tak terduga menyapanya. Seorang pria keluar dari mobil Alphard hitam membawa gantungan kunci di tangannya. Tersenyum ringan tanpa beban seraya berlari kecil mengampirinya.

"Mia pasti datang."

To be continued...

AUTISM MAN ✓ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang