"PANTI ASUHAN BINA KASIH"
"Bu...ibu.....cepat buka!"
"Ck..lama sekali..."
"Ibu....bu mirna!"
"Apa si des!...ganggu saya saja! Kamu jangan teriak seperti itu lagi!" perempuan dengan rambut panjang diikat itu terlihat kesal, karena perempuan yang ia sebut Desi itu berteriak sangat kencang, inikan masih terlalu pagi untuknya bangun, bagaimana tidak kesal Desi berteriak didepan kamarnya dan lihatlah anak-anak panti satu persatu berdatangan.
"Ngapain kalian kesini?! Cepat bubar!" Perintah itu terdengar tidak bisa dibantah.
"Ada apa?!" Emosinya masih belum stabil karena ulah perempuan di depannya ini.
"Cepat ikut saya bu...cepat bu..." perempuan yang bernama Desi itu membuat mirna mengkerutkan dahinya bingung, pasalnya seenaknya saja Desi menarik tangannya dengan sedikit berlari.
"Kamu mau bawa saya kemana?!...Desi! Lepaskan! Saya bisa jalan sendiri!" Cukup sudah, tangan Desi terlalu erat menggenggam tangannya.
"Penjelasannya bisa bu mirna liat nanti" Dengan helaan nafas kasar mirna akhirnya menuruti kemauan Desi.
Setelah tiba di depan gerbang Desi menunjukan sebuah kardus, lalu membukanya. Dan lihatlah...
"Bayi?" Terkejut mirna, sungguh terkejut pasalnya selama hampir lima belas tahun ia mendirikan panti asuhan ini, ia belum pernah melihat bayi yang di buang di panti asuhannya.
"Dan lihat ini bu..." Desi membuka plastik hitam yang terletak di samping bayi itu.
"Banyak sekali...apa ini asli?!" Lagi-lagi mirna terkejut karena banyak sekali uang di dalam kantong keresek tersebut.
"Ahh...lebih baik kita bawa dulu kedalam, cepat" titah mirna.
Dengan sigap Desi membawa barang-barang yang berada di kardus bayi itu, banyak sekali barangnya, pikir Desi sedangkan mirna membawa bayi itu kedalam panti lebih dulu.
"Berapa jumlahnya?"
"Lima juta bu...ya ampun apa maksud semua ini? Apa orang tua bayi ini sengaja melakukannya?"
"Mana saya tau! Coba periksa yang lainnya" Desi menjalankan perintah mirna.
"Baju-baju dan....gelang? Tapi ini untuk ukuran dewasa...." heran Desi.
"Coba saya lihat" mirna mengambil gelang itu dari tangan Desi. Galih.
"Galih? Apa galih nama dari orang tuanya?" Desi mengangkat kedua bahunya. Setelah itu ia memeriksa kardusnya lagi.
"Surat" ucap Desi dan memberikannya pada mirna. Mirna pun membukanya.
Untuk galih, sayang maafkan bunda yang tidak bisa menjagamu dengan baik, maafkan bunda jika tidak bisa merawatmu dengan baik. Bunda sayang sama kamu, kamu harus tau itu. Kalau kamu sudah besar jangan benci sama bunda, bunda akan sedih, sekali lagi maafkan bunda yah? Apa kamu mau memaafkan bunda?
Bunda harap jika besar nanti kamu bisa menjadi anak yang baik dan sehat yah sayang? Kamu mau kan menuruti kata bunda? Bunda sayang banget sama kamu, kamu gak pernah cengeng, kamu anak bunda yang paling baik. Maafkan bunda, maaf....galih sayang
Bunda
Mirna melirik ke arah Desi.
"Apa isi suratnya?"
"Pesan untuk bayi ini, mungkin saya akan simpan" mirna melipat cepat kertas itu.
"Satu lagi" bisik Desi. Karena bayi itu terlihat lelap di gendongan mirna.
"Kenapa tidak sekalian sih!" Gerutu mirna.
"Aku baru ngeh kalau masih ada kertas di kardus itu" mirna menatap Desi horor.
"Kamu yang bacakan" Desi mengangguk dan mulai membacanya.
Untuk kalian yang merawat anak saya, saya sangat akan berkali-kali mengucapkan berterima kasih, tolong rawat anak saya dengan sebaik-baiknya. Saya sangat memohon. Apa kalian sudah membuka uangnya? Uang itu untuk keperluan anak saya di bulan ini, dan dibulan-bulan yang akan mendatang saya akan selalu mengirimi kalian lebih dari itu. Nanti mungkin ada seseorang yang selalu datang ke panti untuk mengirimnya. Dan ada sebuah gelang...saya mohon jaga gelang itu, dan nanti jika anak saya sudah beranjak remaja berikan padanya. Hanya itu, sekali lagi saya ucapkan terima kasih.
S
etelah Desi membaca itu, mirna terus melihat wajah bayi yang ada di pangkuannya, sangat tenang. Orang tua gila mana yang tega membuang bayi selucu ini? Mungkin kebanyakan orang akan membuang bayinya karena masalah finansial, tapi ini? Sepertinya orang tua dari bayi ini terlihat seperti orang berada. Dengan segala pesan yang ia buat tak menunjukan sisi kemiskinannya, pikir mirna ia sampai geleng-geleng kepala.
"Namanya galih"
"Saya juga tau!" Desi meletakan jari telunjuknya di depan bibirnya, mengisyaratkan suapaya mirna memelankan suaranya. Dan mirna merespon dengan dengusannya.
~~~
"Pakai.." mirna mengisyaratkanmelalui tangannya, sebenarnya ia tidak mengerti bahasa isyarat, tetapi kata "pakai" mudah untuk di peragakan.
Anak remaja itu memakainya, mirna membantunya memakaikannya.
"Sudah"
"Apa kamu mendengar saya?" Remaja itu mengangguk dan tersenyum. Tak sadar mirna pun ikut tersenyum pasalnya ia jarang sekali melihat remaja di depannya tersenyum.
"Bu, ada yang mencari, cepat ke aula" mirna pun mengangguk dan meninggalkan tempat itu.
"Galih, apa sudah terpasang dengan baik?" Lagi-lagi Galih hanya menjawab dengan senyumannya. Ya remaja itu Galih.
"Bicara saja..." titah Desi.
"Saya bisa mendengar suara ibu" senyumannya belum juga luntur.
"Iya. Sepertinya kamu sangat senang. Saya pergi dulu" Desi undur dari hadapan Galih. Galih pun melangkahkan kakinya dengan pelan, tak berhenti terus tersenyum, atensinya di edarkan, sebagian anak-anak panti sedang bermain. Tidak ada teman, Galih selalu sendiri tanpa teman, kadang ia merasa sedih akan itu, mengapa bisa seperti itu? Yang pernah ia dengar karena ibu panti yang pilih kasih, ibu panti yang selalu memberikan barang-barang mewah untuk Galih, Galih pernah menolaknya namun ibu panti memaksanya. Kenapa ibu panti selalu memberiakan barang-barang itu hanya padanya? Tas sekolah, sepatu, baju-baju dan masih banyak lagi.
Ini sudah sore hari Galang baru pulang dari sekolahnya, tiba-tiba saja ibu panti memanggilnya dan memberikan alat ini, Galih tidak tau namanya. Tapi yang terpenting ia bisa mendengar suara-suara ini dan itu, rasanya seperti mimpi. Ia berbeda, dirinya tak seperti anak-anak pada umumnya, yang bisa mendengar suara seisi dunia ini, tak ada yang bisa di dengar membuat Galih merasa kesepian, hanya bertemankan buku catatan kecil yang selalu ia bawa kemanapun untuk sekedar bisa menerima informasi, dunianya begitu sunyi, sekarang tidak lagi bertemankan kesunyian, dirinya bisa mendengar dengan baik, ia selalu bersyukur ternyata tuhan memberikannya kesempatan untuk bisa mendengar.
Aku GALIH
Hai semua ini cerita baruku🖤
Semoga kalian suka🖤
KAMU SEDANG MEMBACA
GALIH
Lãng mạnseseorang pernah menuliskan "kau tak kan bisa memaksa bertahan pada seseorang jika dia ingin pergi" penggalan kata-kata tersebut, apa benar adanya? semoga suka dengan ceritanya🙏✊ hanya sekedar cerita fiksi🙌 ig:indnnyooooooo VOTEandFOLLOW💙 HATUR N...