02 - Kenangan Bersama Hujan

28 6 1
                                    

Hujan selalu jatuh bersama ribuan kenangan yang pernah dibuat. Karena tanpa bertindak pun, hujan selalu mampu mendatangkan sebuah luka.

°∆°∆°∆

Caffe selalu menjadi pilihan tepat untuk menenangkan diri. Tempatnya yang tenang selalu membuat siapapun terhanyut oleh suasananya. Di sini Jiara berada, berteman segelas kopi susu yang selalu menjadi teman baik kala ia sedang bersedih. Gadis itu tak melakukan apa-apa. Ia hanya memutar kepalanya ke arah kanan dan kiri, sesekali menelungkupkan wajahnya di lipatan tangan yang ia tumpukan di atas meja.

Pikirannya masih terbayang akan kejadian tempo hari, dimana Arzeno yang dengan atau tanpa sengaja telah melukai hatinya. Kalau sudah tahu sejak awal, ia pasti lebih mempertimbangkan diri untuk dekat-dekat dengan lelaki buaya seperti mantan kekasihnya.

"Kenapa gamon menyiksa sekali ya Tuhan," gumam gadis itu kecil. Ia kembali menelungkupkan wajahnya, membiarkan lipatan tangan menenggelamkan kepalanya bersama dengan pikirannya yang kalut.

Semesta bercandanya tidak main-main. Secepat itu dalam jatuh cinta, secepat itu pula hatinya dipatahkan. Kalau sudah begini, siapa yang akan ia salahkan?

I always remember, the world last December ~

Sialan. Bahkan lingkungannya sekarang sangat mendukung Jiara untuk menggalau. Ia menghembuskan napas kasar, membuka ponsel kemudian bermain di Twitter.

Tidak lama ia bermain aplikasi tersebut karena ekor matanya melihat dua orang yang baru saja memasuki caffe. Jemari mereka ditautkan, mengundang argumen orang-orang bahwa mereka adalah sepasang kekasih.

Jiara menatap tajam ke arah dua orang itu, menatap dengan pandangan tidak suka. Jiara bangkit, menghampiri keduanya. Yang dihampiri terkejut, tidak pernah menduga bahwa mereka kembali dipertemukan di tempat yang berbeda.

Arzeno ikut berdiri, menatap Jiara dalam. Tangannya ingin mencekal pergelangan gadis itu, tetapi dengan cepat Jiara menepisnya.

"Mau lo apa sih?" Jiara berteriak, mengundang atensi dari publik.

"Jiara, pelan-pelan. Ini tempat umum." Arzeno kembali meraih pergelangan Jiara. Namun, lagi-lagi tangannya tertepis kasar oleh sang empu.

"Sengaja banget ngikutin gue sampe kesini. Mau buat gue panas, iya?"

"Jiara.. aku minta maaf.."

"Lo lebih menjijikan dari pada air liur anjing sumpah!"

Bukannya mendapat balasan atas permohonan maafnya, Arzeno malah mendapatkan cacian. Ia tahu ia salah, tapi setidaknya ia harus menjelaskan semuanya kepada Jiara.

"Pergi nggak lo! Pergi! Nggak usah ngikutin gue lagi, apalagi bawa-bawa pacar baru lo. Gue, nggak sudi liat muka lo!"

Jiara mengambil tas kecilnya, segera berlalu dari caffe setelah ia menciptakan kegaduhan di dalamnya. Perasaannya sedang tidak baik-baik saja sekarang, dan ia membutuhkan tempat sandaran yang cocok.

Awan gelap mulai menutupi sebagian kota Jakarta yang padat. Orang-orang berlarian mencari tempat untuk meneduh. Jiara mendongak, merasakan rintik hujan yang berjatuhan. Bahkan semesta tahu, bahwa ada anak hawa yang sedang patah hati.

Jiara menerobos hujan, tidak mempedulikan tatapan aneh dari sekitar. Ia terus berlari di bawah naungan hujan, dan menangis diam-diam disana.

Dulu sekali, Jiara selalu menangis sebab tidak diperbolehkan bermain air hujan. Gadis itu selalu merengek kepada ayahnya untuk memperbolehkan ia bermain hujan. Tapi jawaban yang ia dapat selalu sama, ayah akan menentang keras keinginan Jiara kecil.

Hujan & NathanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang