Allah itu Maha Pencemburu

21 1 0
                                    

Bersama memang layaknya dunia milik berdua ya? Membayangkan saling bertukar cerita mengenai kemarin malam ngapain aja, mengenai bagaimana tugas tugasmu apakah sudah selesai, atau pertanyaan mengenai bagaimana kabar ibumu?. Akan menjadi topik panjang yang menyenangkan bila kita tidak menghadirkan batasan. Huh.

Iya, batasan. Batasan yang ditetapkan Allah azza wa jalla. Batasan yang sepertinya kita sudah mengetahuinya. Batasan yang merupakan tanda cinta Allah kepada hambaNya.  Namun sayang, di jaman ini kita semua lupa, bahkan pura pura belum pernah menerima ilmunya.

Sahabat, kita semua tahu. Jika ditanya pedoman kita sebagai umat islam apa? Kita pasti akan berebutan menjawab "Al Qur'an ustadz" atau "Sunnah Nabi ustadzah". Jawaban yang pasti akan diacungi jempol oleh para ustadz dan ustadzah. Namun mirisnya, kebenaran itu hanya sampai pada mulut saja. "Pengamalannya mana ya?" Seketika seluruh ruangan kelas hening. Tidak ada yang menjawab. Berkutat dengan pikirannya masing - masing. Atau mereka tersindir secara langsung? Hehehe.

"Wajar ngga sih kak Fizza suka sama temen sekelas Fizza?". Ku ulum bibirku kala itu lalu aku usap kepala gadis berhijab itu. "Wajar dong, kalau ada orang yang melakukan amal kebaikan, masa kita ngga suka, bukan begitu?". Dia memasang mulut bebeknya, lucu jika dilihat "Ih bukan begitu kak, aneh ngga jika dada Fizza itu panas setiap ketemu sama Umar? Sampai pas sholat itu mikirin Umar terus, Fizza jadi nggak fokus".

O Allah, anak belia seperti Fizza sudah merasakan perasaan aneh itu. Wajar ngga sih? Iya, jawabannya wajar. Perasaan kagum bisa timbul karena interaksi yang diberikan oleh seseorang memang sesuai dengan apa yang kita inginkan dan harapkan. Namun, dengan wajar semuanya bisa terkontrol? Tidak juga. Perasaan kagum ini bisa saja menjebak, kok menjebak?

Lebih tepatnya, hati kita yang terjebak. Seperti kata Fizza tadi, ia merasakan hatinya hangat ketika bertemu. Jika Fizza terus menerus menerima perasaan itu apakah itu baik untuknya? Tentu hatinya bukan lagi untuk Allah namun untuk manusia yang Fizza kagumi.

Dan mirisnya, perasaan kagum itu bisa saja salah tempat. Ketika melaksanakan sholat, ngaji, atau ibadah ibadah lainnya, fokus kita hanya pada manusia itu saja. Hasilnya, pikiran kemana mana, hati jadi nggak tenang, mikirin dia sedang apa ya. "Apakah Allah tidak cemburu kalau Fizza terus menerus memikirkan Umar dikala sholat, padahal Umar bukan mahram Fizza? Umar juga hanya diam kan?" tanyaku malam itu serius.

"Iya kak, Fizza cuma kagum ketika Umar membacakan tilawahnya di depan kelas kak, suaranya bagus hehe teman sebangku Fizza kemarin bilang, katanya di pipi Fizza seperti tomat matang kalau Umar sedang tampil di depan, Fizza jadi malu" Memang menyenangkan mendengarkan orang yang sedang bercerita mengenai perasaannya. Tidak jarang aku pun mengukum senyum ketika Fizza berbicara. Perasaan mereka tidak bisa disalahkan ataupun dienyahkan dalam satu kali nasihat, nasihat itu perlu disampaikan berkala untuk menjadi pemahaman.

"Fizza, Allah itu Maha Pencemburu. Ngga mau kan Allah kesel sama Fizza, gara gara Fizza sholatnya malas, sholatnya mikirin Umar terus, Fizza pikirannya kemana mana pas sholat, Nanti ketika di tanya Allah di akhirat Fizza mau jawab apa? Apakah Umar yang salah?" Aku pun merangkul Fizza. Gadis SMP kelas satu itu rasanya belum pantas untuk dibimbangkan dengan perasaan.

"Sekarang kakak tanya sekaliagi, Apakah Fizza takut kalau Allah marah karena Fizza kagum berlebihan dengan Umar?" Fizza pun berpikir, "Iya, takut Allah marah, takut sholat yang selama ini Fizza lakukan ngga diterima Allah, takut nanti do'a do'a Fizza ngga dikabulin Allah" Fizza pun mendongak menatapku dengan tatapan penuh arti.

"Nah, sekarang kamu tau apa yang harus kamu lakukan Fizza?"

Memiliki perasaan kagum memang menjadi hal yang menyenangkan bagi setiap manusia. Apapun aktivitas kita, pembahasan mengenai dia memang tidak ada habisnya dan ya selalu menjadi trending nomor satu. Kita kemudian lupa segalanya, bahkan nauzubillahi min dzalik, kita tidak menghadirkan Allah dalam setiap rukuk dan sujud kita. Astaghfirullah..
  
Lalu apakah kita juga lupa akan hakikat penciptaan kita di dunia? Allah azza wa jalla menciptakan kita salah satunya untuk beribadah kepadaNya. Seperti firman Allah berikut,

Sahabat, kewajaran itu ada batasnya. Dan kalimat penyangkalan itu nyatanya tidak ada relevansinya sama sekali. Justru membuat kamu terluka. Dan ya, aku ngga mau buat kamu terluka. Jadi, ingat kata Fizza ya,

"Yang harus Fizza lakukan sekarang adalah taat beribadah kepada Allah dan jauh jauh dari dia ya kak?" Aku memberikan senyum dan anggukan untuk adik sepupuku itu sebagai jawaban. Miris rasanya, jika anak sekecil Fizza harus merasakan pait manisnya memiliki perasaan kepada seseorang.

Semoga Allah menjaga hati kita semua, ya 🤍 Semangat upgrade diri, sahabat :)
Jazakamallah khairan katsiran, See you








Nb : Tulisan ini didedikasikan sebagai pengingat  bagi penulis itu sendiri dan mungkin untuk kalian juga hehe :)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 03, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aku Bisa Istiqamah ! Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang